Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2016

Yang Tak Boleh di Sebut

www.ayamhutan.net Tak akan ku biarkan dia lewat di sini lagi. Titik. Mahluk satu ini sudah menodai istana kecilku. Pokoknya tidak akan ku biarkan dia lewat lagi di sini. Titik. Aku geram. Dasar mahluk yang tidak bisa membaca. Membaca peraturan dari RT yang sudah melarang untuk menjejakkan kaki disetiap jengkal perumahan ini. Ah, tentu saja dia tidak akan mengerti. Padahal di dalam peraturan itu, jelas-jelas bagi siapa saja yang melanggarnya akan dikenakan sanksi yang paling kejam yaitu dibunuh. Tetapi bukanlah peraturan memang untuk dilanggar? Bahkan mahluk yang katanya paling tinggi derajatnya seperti diriku. Yang selalu membuta aksarakan diri sendiri. Tak pernah punya rasa malu melakukan pelanggaran yang sudah ditulis sendiri. Bahkan seolah-olah peraturan itu dibuat untuk bisa dilanggar.

Ambil Rasaku

www.pixabay.com “Aku tak mau merasakan ini, sungguh.” Kamu meratap di depanku. Wajahmu penuh air mata yang berurai, napasmu tersengal-sengal, dan dadamu naik turun mengikuti irama tangismu. “Aku harus menghilangkannya. Aku tidak sanggup lagi merasakan ini semua,” ujarmu lagi ketika tangismu sudah sedikit mereda. Kamu terlihat berantakan, paras ayumu menghilang. Rambut panjangmu terlihat seperti sabut kelapa. Matamu membengkak, meninggalkan bekas lelehan air mata yang sudah mengering. Aku melihatmu selalu begini, setiap hari. Ketika rumah ini sepi, hanya ada kamu dan aku di kamar ini. “Aku sungguh lelah merasakan ini,” ujarmu akhirnya, sebelum kepalamu tertelungkup pulas di atas meja. ***         “Kenapa masih sanggup merasakan ini, Bu?” ujarmu kepada ibu pada suatu malam yang pekat ketika lelaki yang kamu sebut ayah telah memporak-porandakan keheningan, dan menghilang di balik keremangan malam. Menyisakan isak tangis kepedihan terhadap ibumu. Menuju pos rond

Cerpen Guru Untuk Para Guru

rozlindarusli.blogspot.com Cerpen karya Putu Wijaya ini dikemas dengan sederhana, namun konfliknya yang memikat dengan ending yang membuat saya tersenyum puas. Ending yang kata kerennya adalah “ twist ending ”. Cerpen ini bercerita tentang seorang anak bernama Taksu. Taksu adalah anak satu-satunya dari keluarga kaya raya. Taksu mempunyai cita-cita menjadi guru. Namun kedua orang tuanya tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa masa depan guru itu sangat suram. Dan kedua orang tua Taksu tidak ingin melihat anaknya seperti itu. Sengsara. Berbagai cara dilakukan orangtua Taksu agar dia mau mengubah cita-citanya dari seorang guru. Dari cara menyogok Taksu dengan laptop canggih hingga mobil BMW bernilai milyaran rupiah. Meski begitu Taksu tetap gigih mempertahankan cita-citanya menjadi guru. Dipuncak kegeramannya, orang tua Taksu akhirnya mengancam untuk menghentikan pemberian uang sekolah dan uang makan selama tiga bulan. namun Taksu tetap berdiri tegak dan menjawab pert

Aroma Semangkuk Sup Buah

www.pinterest.com Seorang gadis manis terpekur menatap semangkok sup buah dihadapannya. Berbagai macam buah tercampur disana. Tetapi hanya satu aroma buah yang menguarkan sebuah kenangan. Aroma yang dulu tidak disukainya. Aroma yang akhirnya membawanya untuk mengenal seseorang. Seseorang yang sulit disentuh tapi begitu memikat aromanya. Mengendap dihati dan pikirannya setiap waktu. ## Kita bertemu dan bersatu di sini, dalam semangkuk sup buah segar yang menguapkan aroma gurih. Entah sudah berapa lama kita selalu bersama. Dulu kehadiranmu tak pernah ku perhatikan. Tiba-tiba kau hadir diantara kami, memberi warna dan aroma tersendiri. Aku masih tak peduli denganmu. Hingga hiruk pikuk dan bisik-bisik membicarakan tentangmu, membuatku mengalihkan perhatian sejenak kepadamu. Semua membicarakanmu, dengungannya terdengar seperti ribuan sayap lebah yang berkumpul di depan kedua telingaku. Sedikit mengganggu. Kau memang begitu memikat, kata mereka. Sanjungan yang tiada he

CINTA DI HOTEL TRANSYLVANIA

Beberapa waktu yang lalu saya melihat berita pembunuhan disalah satu televisi swasta di Batam. Seorang suami tega membunuh istrinya di depan ketiga anaknya yang masih kecil (anak pertama berusia sekitar 8 tahun). Dari berita yang disampaikan, pembunuhan itu bermula dari cekcok antar keduanya. Sang suami tidak terima dengan perkataan istrinya, hingga kemudian si suami tega memukul dibagian kepala istrinya, yang berakhir dengan tewasnya sang istri. Meski pembunuhan ini tidak di rencanakan tetapi tetap saja menorehkan trauma dan kesedihan yang panjang bagi yang mendengar kisahnya, terlebih bagi ketiga anaknya. Saya pun merasakan sedih yang luarbiasa. Tak pernah membayangkan jika itu terjadi dengan anak-anak saya. Trauma yang luar biasa pasti di rasakan ketiganya. Seorang ibu yang biasa menemani dan menyayangi mereka, harus pergi selama-lamanya dengan keadaan tragis. Dan yang lebih mengenaskan kejadian tragis itu dilakukan oleh orang yang seharusnya melindungi mereka, ayah kandun

MIMPI (YANG TERENCANA)

www.pixabay.com Semua orang pasti punya mimpi. Mimpi untuk menjadi menjadi seseorang yang lebih baik dari pada sekarang. Masalahnya selama ini, apakah langkah kita setiap hari sudah berlari menuju mimpi tersebut? Dan saya teringat novel Sabtu Bersama Bapak, lebih tepatnya saya membaca ebooknya. Novel ini  benar-benar memukau, meski beberapa bagian ada bagian khusus untuk dewasa. Dewasa dalam artian seharusnya sudah memiliki pasangan hidup yang sah berapapun usianya. Novel yang mengisahkan tentang nasehat-nasehat yang ditinggalkan seorang ayah untuk kedua anaknya. Idenya sungguh keren. Dan saya yakin, Aditya Mulya harus melakukan riset hingga novel ini akhirnya ini bisa disajikan dengan ringan tetapi sangat memikat dan penuh pelajaran yang bisa diambil.

AKU DAN MATAHARI

google search Ruangan sempit ini terasa hitam pekat, gelap. Tak ada setitik sinarpun yang kuijinkan masuk. Bahkan aku selalu menyembunyikannya dari lirikan mata siapapun. Tak pernah kuijinkan mereka barang sejenak untuk sekedar mendekat, meneranginya sekejap dengan cahaya lilin. Belasan tahun tak terasa, hingga kemudian tiba-tiba sinar matahari menerobos ruang gelap itu dari celah-celah atap yang rapuh. Ya, rapuh. Aku kalap, aku seperti kecolongan. Aku silau menatap cahayanya. Atap rapuh tak pernah ku perhitungkan sebelumnya. Sinar matahari selalu hadir setiap hari, menerobos di antara celah-celah atap rapuh yang semakin tak terhitung dengan jari. Aku cemas, hatiku bergemuruh tak beraturan. Melihat matahari semakin hari semakin menelanjangi setiap sudut kamarku. Aku menggigil ketakutan di bagian sudut kamar yang masih gelap. Namun hati nuraniku berkata, matahari telah membawaku pada keindahan.

HERO

www.pixabay.com Pagi ini kita berbincang, di hari yang kita menyebutnya adalah hari pahlawan. Kau selalu bertanya padaku apa makna pahlawan bagiku. Ketika aku telah menjawabnya kau hanya tertegun, meski mnyetujuinya namun parasmu tidak memancarkan kepuasan atas jawabku. Kau bilang engkau tahu, ketika para pejuang bangsa Indonesia yang telah gugur itu di anugerahi predikat sebagai seorang pahlawan. Engkaupun tahu, kedua orang tua yang telah membesarkanmu itu adalah juga pahlawan. Mereka rela mengorbankan waktu dan tenaganya demi kebahagiaan dan masa depanmu yang cerah. Kau pun tahu jika guru yang telah mendidik kita, di anugerahi predikat sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

RINDU YANG TAK BERTEPI

www.pixabay.com Setiap mengeja suku kata yang mengarahkan padamu, rindu ini selalu hadir di hatiku. Rindu yang menggunung.  Sosok tinggi, kurus, dengan hidung mancung, berkulit gelap dan aku menamakan semua ciri itu dengan sebutan  tampan. Suku-suku kata yang selalu terlihat minim keluar dari bibirmu, membuat sosokmu terlihat berwibawa. Sosok yang tidak akan tergantikan dalam hatiku, oleh siapapun. Sosok yang selalu ku sebut di dalam doa-doaku. Rindu ini selalu membuncah. Aku hanya bisa memandang wajahmu yang tergantung di dinding kamarku.  Semua memori tentangmu hanya tinggal kenangan. Hari-hari setelah kepergianmu membuat hidupku tidak begitu berwarna. Ada sudut pekat yang menutup mata hatiku. Hingga kebahagiaan yang seharusnya selalu terpancar dari sana, tercerabut dan kau bawa pergi untuk selama-lamanya. Terkadang ada tanya di hati. Mengapa Tuhan begitu cepat membawamu pergi. Mengapa Tuhan tidak membiarkanmu menemaniku hingga kita sama-sama menua. Terkadang rasa i

Mangga Manalagi Istimewa

http://infobuahmangga.blogspot.com/       “Bu, bolehkah saya memetik mangga itu?” seorang gadis muda berusia 20 an tahun datang padaku siang itu.  Aku tak mengenalnya. Kupandang sosoknya, seorang gadis berwajah hitam manis, bertubuh tinggi sedang dengan jilbab warna hitam. Sorot matanya teduh, gigi putihnya berbaris rapi. Gamis birunya berkibar di tiup angin kencang. Gadis menarik, pikirku Pohon mangga di depan rumahku, usianya belum begitu tua. Baru sekitar tiga tahunan yang lalu, saat aku menenempati rumah baru ini. Meski begitu batangnya sudah tumbuh tinggi menjulang kokoh, daun rimbunnya membuat rumahku semakin sejuk. Dan selalu berbuah lebat. Anehnya, selalu hanya ada satu buah mangga yang terlihat ranum. Akhir-akhir ini banyak sekali gadis-gadis yang tergoda untuk memetiknya. Aku hanya bisa menyediakan jolok, untuk memudahkan mereka memetiknya. Kata seorang pencinta buah-buahan, pohon manggaku adalah jenis mangga manalagi istimewa. jarang di temui. Gadis manis i

DO WHAT YOU CAN DO

google search Kalimat ini adalah kalimat penguat yang saya dapatkan dari partner kerja saya dulu di PT Shimano. Saat itu terlalu banyak masalah yang harus saya selesaikan. Sebagai seorang PPIC, saya harus menyelesaikan masalah dari perencanaan barang baku, hingga barang tersebut selesai dikirim ke customer . Waktu itu terjadi transisi salah satu proses produksi. Dimana salah satu proses produksi yang biasanya dikerjakan di Shimano Singapura, kemudian dipindah ke Shimano Batam. Tentu saja kualitas barang yang dihasilkan tidak langsung sempurna, padahal seharusnya tidak begitu. Karena tidak ada perubahan proses sama sekali. Yang ada hanyalah perpindahan tempat. Walhasil, banyak pesanan pelanggan yang tidak terpenuhi. Dan lebih parahnya, tidak ada peningkatan kualitas yang dihasilkan dari perpindahan proses tersebut. Barang reject menggunung, sedang bagian produksi tak mau peduli. Mereka hanya menginginkan barang yang bagus kualitasnya, sehingga output bisa sesuai target y

TERIMAKASIH ATAS APRESIASI TERHADAP CERPEN PERANG

www.4muda.com Meski nggak ada yang ingin tahu latar belakang saya dalam membuat cerita berjudul perang dalam Bahasa jawa, tetapi kali ini saya akan sedikit menjelaskan latar belakang mengapa cerpen perang itu akhirnya tercipta. Akhir-akhir ini cerpen-cerpen ataupun puisi yang saya tampilkan di blog adalah cerpen sekali jadi tanpa endapan. Saya biasa membuatnya diantara waktu istirahat makan siang. Entah mengapa akhir-akhir ini justru saya merasa buntu untuk menyelesaikan tulisan dengan ide yang sudah terlebih dulu saya ramu. Namun justru cerpen-cerpen yang spontanitas itu saya rasa lebih baik darpada empat cerpen saya yang gagal saya selesaikan dan sekarang masih mengendap di folder pribadi. Ide awal cerpen itu sebenarnya akan saya buat dalam Bahasa Indonesia. Tetapi kemudian terbersit di hati saya, jika ingin membuatnya dalam Bahasa jawa. Saya juga ingin menguji kemampuan saya dalam berbahasa Jawa mengingat saya yang sudah terlalu lama merantau, dikelilingi dengan teman

PERANG

google search “Mas, Mas, tangi o tho. Kuwi lho ono perang baratha Yudho neh,” bojoku Tanti kami girapen nggugah turu awanku. “Sopo sing perang eneh?” aku sing isik kriyip-kriyip tangi turu isik rung ngeh karo sing diomongne Tanti. “Sopo neh Mas. Kuwi lho tonggo sebelah. Lah kae krungu barang pating krompyang. Koyone ono piring po gelas mabur kae Mas,” Tanti nyritakke kedadeane. Aku ro Tanti meneng. Nyoba ngrungokne kahanan sebelah. Kupingku tak panjengke. Krungu suarane tonggo sebelah sing kami saut-sauten, bengak bengok, ning ra patio jelas suarane, krungu soko omahku. “Ben, nengno ae Dik. Wis biasa to kuwi. Lha krungu ora masalahe ki opo?” aku takon karo Tanti sing praupan raine sajak sepaneng. “Lah yo ra ngerti mas. Wong aku bar ko warung, tuku kopi ki lho. Mung krungu pating klemotheng, pating grombyang soko omah sebelah kui Mas,” jawabe Tanti rodho bingung. “Ning mesakne anake kae lho Mas. Kae lho do nangis kekejer, sajake keweden. Piye iki Mas?” samb