Aku sudah mati rasa. Hatiku sudah tidak
bisa merasakan sedih, marah dan bahagia.
Dan kamu masih saja
tidak berubah. Tidak pernah menganggapku ada. Aku sebenarnya ingin
mengabaiknmu. Tetapi tetap saja cinta yang mengalir di darahku tidak bisa
mengabaikanmu begitu saja.
“Jika
kau memang serius dengannya, bawa dia padaku!” ucapku padanya di lain waktu.
“Aku
masih belum memikirkan pernikahan dengannya,” Jawabmu ringan.
“Jadi
hubungan apa yang kalian jalin sejauh ini?”
Kamu
terdiam tanpa jawaban.
“Apakah
kamu tidak takut pada Tuhan?”
Kamu
masih saja terdiam tanpa jawaban. Aku menarik nafas. Mencoba bersabar. Tetapi
kebenaran harus tetap ku sampaikan. Aku tidak ingin kamu larut dalam dosa.
“Jika
kamu menemukan seseorang, aku berharap dia orang yang taat dalam agamanya. Dan
kini ketika kau mau saja berduaan di kamar meski aku tak tahu apa yang kalian
lakukan. Apakah perlu di sebut dia calon pendamping yang baik?”
Beribu
kata sudah tersusun rapi di otakku, hanya tinggal meluncurkannya dalam
kata-kata dan kusampaikan padamu. Namun kamu justru beranjak pergi, menutup
pintu kamar dan kemudian sunyi.
Bersambung
Ish..sebel.
ReplyDeleteSebel ngga sih kl ada temen begini?
Ini si istri siap di madu, bun?
ReplyDeleteYapz, sebagai akhawat musti tegas. Lanjutkan, bun... hehe
Seru Mba...Aku menyimak dengan serius
ReplyDeleteSeru Mba...Aku menyimak dengan serius
ReplyDeleteMb wid...kasihan
ReplyDeleteMb wid...kasihan
ReplyDelete