Google source |
Aku teringatmu lagi karena
tempat ini. Bangunan yang berdiri kokoh ini saksi bisu kemunafikan hatiku untuk
merasaimu lebih dari sekedar sahabat. Setiap minggu kita di sini, saling
berdiskusi tentang buku. Kita tidak berdua, ada Teguh, Ranti, Cahaya dan Danang.
Berawal dari persamaan hobi
kita, yaitu membaca dan mengkoleksi buku, akhirnya kita membuat kesepakatan
jika setiap minggu bertemu disini Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru. Berbagi
cerita akan buku yang pernah kita baca. Kita tidak boleh membaca buku di saat
waktu bersamaan. Eh lebih tepatnya tidak boleh bercerita tentang buku yang sama
di saat pertemuan. Untung saja, koleksi buku perpustakaan itu sungguh lengkap.
Kita tidak pernah kebingungan mencari buku bacaan baru setiap minggunya.
Hari itu kamu menceritakan
sebuah Novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi. Sebuah Novel roman yang
mengisahkan sejarah Kepulauan Melayu yang di balut cinta tidak sampai. Aku
terpaku dan begitu tertarik dengan Novel itu. Dan hari itu aku bercerita tentang
Novel Perahu Kertas karya Dee. Sebuah kisah cinta yang berliku dan di kemas
dengan apik, meski akhirnya berakhir bahagia.
Aku menangkap beda disorot
matamu waktu itu. Seketika jantungku berdetak lebih cepat, mungkin tingkahku
pun terlihat canggung. Namun aku cepat menguasai diri. Itu lah pertama kalinya
aku merasakan hal yang berbeda tentangmu.
Hingga kemudian kita naik kelas
3 SMU. Intensitas pertemuan kita semakin jarang. Kita sibuk dengan persiapan UN
dan masuk perguruan tinggi negeri. Hingga kemudian kita berenam berjanji untuk
bertemu lagi, mungkin untuk terakhir kalinya sebelum kita benar-benar sibuk
mempersiapkan UN.
Hari itu minggu pagi yang teduh,
dua tahun lalu. Aku duduk di tepian kolam sambil menikmati ikan yang berenang.
Sosokmu dari jauh sudah terlihat, sosok yang akhir-akhir ini menghuni mimpiku.
Sesungging senyumu menghias bibirmu ketika kamu melihatku. Aku segera mendekat.
Kita tunggu di lantai 3 yuk, begitu katamu. Aku hanya mengangguk dan
mengikutimu.
Kita berdua menunggu di ruangan
berkaca, ruang Aquarium begitu kita menyebutnya Ruangan ini memang di sediakan
untu para pendiskusi, agar suaranya tidak mengganggu pengunjung lainya. Kita
berdua sibuk dengan Novel di tangan masing-masing. Hingga tigapuluh menit
berlalu, Teguh, Ranti, Cahaya dan Danang tidak muncul juga.
“Ah kenapa belum datang juga ya
mereka?” tanyaku seolah bergumam pada diri sendiri.
Kamu hanya tersenyum menatapku.
Sorot matamu kembali menguncang batinku. Sudut bibirmu bergerak.
“Maaf Yun, aku tahu sebelumnya
jika mereka nggak bisa datang. Tapi aku yakin jika kamu selalu menyempatkan
diri untuk datang di setiap pertemuan kita. Jadi aku tidak ingin kamu sendiri
disini dengan kecewa,” ucapmu lembut dengan sesunging senyum dan mata yang
teduh.
Aku hanya melongo.
“Ada yang ingin kusampaikan,”
ujarnya terlihat gelisah. Aku hanya mengangguk, menunggunya menyelesaikan
pembicaraan.
“Yun, aku….hmmm…aku,” ucapnya
kembali gugup. Hatiku menggigil menanti ucapannya. “Aku mau meneruskan kuliah
di Malasya,” begitu ucapmu akhirnya.
“Hmmm, baguslah. Kalau aku akan
meneruskan kuliah di Jogja.”
Kamu mengangguk dan kita hanya
terdiam, sunyi. Sikapmu begitu gelisah hari ini. Hingga kemudian kamu beranjak ,
yang ku kira untuk berpamitan pulang. Dan aku masih ingin di sini.
“Yun sudah sarapan. Kita ke café
di lantai satu yuk. Aku traktir,” aku mendongak menatapmu. Kamu mengangguk
meyakinkan.
Di lantai dasar gedung
perpustakaan ini, terdapat café kecil yang menjual berbagai menu sederhana,
ayam goreng, nasi goreng dan berbagai mie goreng. Di sebelah café terdapat
ruang baca khusus untuk bacaan anak-anak.
Hanya bunyi sendok yang sesekali
berdentingan ketika bersentuhan dengan piring. Sesekali kamu menatapku, seolah
ada yang ingin kamu sampaikan kepadaku. Aku semakin kikuk. Sorot matamu
memencarkan rasa yang kamu pendam di hatimu.
Itulah kali terakhir kita
bertemu di perpustakaan. Kita lebih banyak diam waktu itu. Seolah sedang merasakan
detak jantung masing-masing yang
iramanya lebih cepat dari biasanya. Menikmati kegugupan kita satu sama lain.
Di suatu pagi setelah beberapa
hari semenjak kelulusan kita, kamu datang kerumahku. Membawa sebuah bungkusan
kado dengan bungkus berwarna merah hati.
“Yun ini untukmu. Semoga kamu
menyukainya. Jangan lupakan aku ya. Suartu hari nanti aku akan datang ke sini
lagi. Aku sore ini terbang ke Malasya.”
Aku terpaku dan ketika tersadar
ucapan terimakasih ku ucapkan untukmu. Ketika gelisah sikapmu membawamu pergi.
Aku tak berani mengartikan apa-apa tentang apa yang telah kamu sampaikan itu.
Meski kata-kata terakhirmu membuat hatiku melambung dan bahagia.
Kini dua tahun lalu, aku disini
di ruang Aquarium perpustakaan menanti mu dengan sebuah Novel Bulang Cahaya
yang kamu berikan pada ku waktu itu. Apakah benar kamu penuhi janjimu?(end)
Batam,
24 August 2016
#Ceritacinta #Cerita rindu
#Merindukan Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru
Rindunya...
ReplyDeletebener pak rindu saya sama perpustakaanya. perpustakaan keren
DeleteJadi penasaran sama novelnya.. Bulang Cahaya ya mbak wid..😀😀😀
ReplyDeletebagus banget ni novelnya mbak mitha
ReplyDeletembak wiid...baper aku
ReplyDeleteMantap mba wid.
ReplyDelete