Telingaku sudah merekam dengan baik nada dan jumlah ketukan dari ujung ruas jemari tanganmu saat mengetuk pintu rumahku dan semakin membuatku menggigil. Aku tak ingin ini terjadi.
Ketukan itu terdengar lagi. Kuseret kaki menuju pintu. Tanganku masih menggigil saat gagang pintu kutarik, tak sanggup rasanya menatapmu kali ini. Sosok tubuh tinggi dengan raut wajah sedikit redup menatapku, tatap matanya penuh binar cinta. Bibirmu yang sedikit menghitam menawarkan senyum. Rambutmu yang mulai memanjang sebahu, diikat rapi, beberapa helai rambut di dahi kamu biarkan tertiup angin.
Kita saling membisu dalam tatap penuh cinta. Detak dada ini semakin bergemuruh. Andai boleh, rasanya ingin berlari memeluk dada bidangmu dan membisikkan kata-kata,”Jangan pergi!”.
“Aku pamit,” bibirmu lirih berucap.
Bibirku hanya bergetar, tidak ada kata-kata yang sanggup kuucapkan. Kenangan bersamamu tentu akan menghantui hari-hariku. Ketika kita berbincang tentang tulisanku yang kamu bilang super melankolis. Kemudian kita tertawa bersama. Begitu seterusnya. Hatiku pasti akan merindukanmu.
“Aku pergi,” ucapmu lagi menatapku sendu. Airmataku hampir luruh, meski binar matamu membuat hatiku berbunga.
“Aku pasti kembali,” ucapmu sesaat sebelum melangkah pergi. Kutatap punggung bidangmu, rambutmu yang bergoyang tertiup angin, kurekam semuanya sebelum hilang ditelan kelokan jalan.
“Kun, jangan pergi!” teriakku hampa.
###FF romance
Comments
Post a Comment