Saya mau bercerita saja pengalaman yang berkesan selama bapak masih Sugeng. Meski tak banyak moment yang
bisa ingat. Bapak adalah seorang guru SD di sebuah sekolah negeri yang berjarak
kurang lebih 12 km. Setiap hari bapak mengayuh sepeda onthelnya menuju ke
sekolah. Waktu itu tahun 80 an, motor adalah barang yang terlalu mewah. Hanya
orang-orang yang bener-benar kaya yang bisa memilikinya. Tidak seperti hari
ini. Jika waktu tiba gajian, Bapak akan pulang membawa beras segoni. Mungkin beratnya
50 kg. Bisa di bayang kan bagaimana perkasanya bapak dengan jarak tempuh 12 an
kilometer mengangkut beras sebegitu beratnya di jalanan pulang yang selalu
menanjak.
Bapak adalah seorang yang pendiam, tidak banyak bicara. Tetapi
sekalinya marah bapak sungguhlah sosok yang paling kami takuti. Hal lain yang kami berkesan dari bapak adalah
setiap hari beliau membawakan buku-buku cerita, koran ataupun majalah. Tiada
hari kami tanpa membaca, bahkan ketika sedang makan pun kami sambal membaca.
Pun waktu itu dirumah juga tidak ada TV. Ibu sampai marah ketika memergoki kami
makan sambil membaca. Di bawah meja tamu, di lemari selalu penuh dengan buku
bacaan, majalah atau koran. Image itu
juga yang membuat saya selalu melongok ke bawah meja tamu atau menatap lemari
hias setiap bertamu ke rumah teman atau saudara, berharap ada majalah yang bisa
kami baca.
Selain bapak mengajari kami untuk rajin membaca, bapak adalah seorang
petani bertangan dingin. Bapak rajin ke sawah. Ada beberapa petak sawah yang
bapak rawat dengan betul. Pagi-pagi sebelum bapak pergi mengajar, bapak akan
pergi ke sawah. Tanamanya beragam dan silih berganti. Kadang sawi, jagung ,
ubi, padi ataupun tanaman palawija lainnya. Sungguh suatu kenangan yang indah
di sawah ketika Bapak masih ada. Kami ke empat anaknya yang sudah besar bisa
bermain petak umpet di antara pohon-pohon jagung yang tumbuh subur. Dan yang
paling kami suka dari hasil sawah bapak adalah ketika tak henti-hentinya bapak
memanen ubi ungu yang sangat lezat sekali.
Di sekeliling rumah kami buah-buahan juga tumbuh subur. Pohon mangga,
pohon rambutan, pohon jambu entah itu jambu Bangkok, jambu susu ataupun jambu
klutuk, Pohon Belimbing, Pohon Sirsak, pohon pakel, kebun nanas di belakang
rumah, pohon jeruk, pohon pisang, pohon pepaya, pohon jambu monyet, pohon
nangka, pohon melinjo. Semuanya ada, tumbuh subur dan bukan hanya 1 batang dari
tiap jenis nya. Dan yang paling mengerikan adalah ketika musim ulat jambu mede.
Hmm ulat yang besar-besar bergaris-garis
akan berserakan di mana-mana. Terlebih pohon jambu mete mengelilingi setiap
sisi rumah kami. Meski begitu bapak tidak pernah menebangnya. Dengan telaten
ulat-ulat itu di sapu, di kumpulkan menjadi satu kemudian di bakar.
Meski begitu ada saat menyenangkan dengan jambu mete. Ketika musim
panen jambu mete, kami – 6 anak-anak Bapak- akan mengambil beberapa mete yang
sudah di kumpulkan kemudian duduk di depan tungku dan membakarnya. Biasanya
kami lakukan di pagi hari ketika ibu masih asyik memasak dan bara api masih
memerah. Setelah mete kelihatan hitam kami ambil dengan kayu kemudian kami
pukul dengan semprong bambu dan di ambillah biji metenya. Tralalala mete yang
lezat siap kami santap.
Selain di bakar biji jambu mete juga bisa di uangkan. Setiap minggu
akan ada pembeli biji mete langganan yang membeli biji-biji mete yang sudah
kami kumpulkan. Setiap biji mete di hargai 5 rupiah. Saat itu tahun 1986 lima rupiah
masih sangat berharga. Jika sedang banyak biji-biji mete itu bisa laku dua ribu
lebih.
Hingga kemudian di tahun 1988 Bapak jatuh sakit dan meninggalkan kami
untuk selama-lamanya. Satu persatu buah-buahan yang tumbuh lebat itu mati
meranggas. Pun dengan sawah. Tidak ada yang sedingin tangan bapak dalam merawatnya.
Tidak ada anaknya ataupun saudara bapak yang bisa menggantikan posisinya dalam
merawat sawah dan buah-buahan di kebun kami. Yang tertinggal kini hanyalah
beberapa pohon nanas yang tidak berbuah dan pohon kelapa yang masih berdiri
tegak di halaman depan rumah sebagai saksi betapa dulunya tanah pekarangan kami
pernah berjaya.
Semua memori itu masih terekam sebagai hal yang sangat berkesan dalam
hidupku.
#ODOP tantangan menulis minggu ke 4
#Semangat menulis setiap hari
jadi kangeeen bapk..dulu beliau jg ngonthel jauuuhhh ke SD nya
ReplyDeleteMemang bapak itu tidak ada gantinya
ReplyDeleteBapakku pahlawanku
ReplyDeleteAllahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu...
ReplyDeletebapakku dulu nganter aku ke sekolah juga naik sepeda mbak..*jadi kangen bapak..
ReplyDeleteAku sjk kecil udh terpisah dari bapak ibu ..
ReplyDeleteHiks hiks
Mengingatkan saya juga kenangan bersama bapak.
ReplyDeleteKetika orang tua memberikan dan menanamkan pendidikan yang baik. Insyallah hasil anaknya akan jadi baik. Orang tua adalah bagaikan guru honorer yang mengajar dengan ketulusan...
ReplyDelete