Skip to main content

Teman Baru

       
www.parents.mu

       Dengan tergesa kuucapkan salam. Hari ini sungguh terik sekali. Aku menuju dapur untuk mecari minuman dingin di kulkas. Tidak kulihat ibu di sana, tetapi meja makan sudah penuh dengan beberapa lauk yang menggugah selera. Segera kuganti baju seragam, kemudian kucuci tangan dan kaki. Kulangkahkan kaki menuju kamar ibu. Terlihat ibu sedang menyusun buku-bukunya yang biasanya tertata rapi di lemari ke dalam kardus

“Ibu, kenapa buku-bukunya dimasukkan ke dalam kardus? Memangnya mau dibawa kemana?” tanyaku penasaran.

“Ini ibu mencicil mengepak barang-barang. Sebulan lagi ayahmu pindah kerja ke luar kota.”

“Apa Bu, pindah? Terus bagaimana dengan sekolahku, Bu?”

“Nanti sekolah kamu ibu urus kepindahannya. Mengenai teman-teman, nanti disana  kamu juga akan punya teman baru yang banyak."

“Ah malas, Bu. Paling mereka tidak sepandai teman-temanku disini. Main Play Station dan main balap sepeda.”

“Jangan begitu Ardi. Tidak baik bilang begitu.”

Baik, Bu. Aku mau makan dulu, lapar,” kataku sambil berlalu menyudahi percakapan dengan ibu.

Ah, pindah ke luar kota. Pasti nanti tidak seramai di sini, memiliki banyak teman yang jago main game dan main sepeda. Apalagi kata ibu tempat ayah pindah nanti di sebuah desa di kaki gunung merapi. Ayahku memang seorang kepala cabang sebuah bank swasta. Ayah dipindahtugaskan karena bank itu membuka cabang di sana. Aku mulai tidak bersemangat dengan sisa-sisa hariku di sini.

Sebulan berlalu sejak rencana kepindahan ayah. Hari ini aku sangat sibuk, semua sudah dimasukkan dalam kotak, mainanku, buku-buku komikku. dan tak lupa play station serta koleksi kaset-kaset gameku. Tak ada lagi yang tersisa dalam kamarku. Ayah menyewa jasa pemindahan barang-barang. Hari ini semua perabot dan isi rumah dibawa oleh truk besar, sedangkan aku, ayah ibu dan adik perempuanku naik mobil travel.

Seminggu di desa itu aku masih belum kerasan, meski teman-teman di sekolah baruku baik hati semua. Temankupun masih di hitung jari. Aku hanya sering berbicara dengan Amir, anak Tante Tiwi tetangga sebelah rumahku. Amir sering mengajakku main, tetapi aku belum pernah mengiyakkannya. Aku selalu menghabiskan sisa soreku dengan bermain play station atau membaca ulang komik-komikku di kamar.

Sebenarnya desa ini sangat indah. Sawah-sawah sudah terbentang hijau ketika kami memasuki kota kecamatan. Dusun ini juga sangat sejuk. Masih banyak pohon-pohon besar yang tumbuh di antara bangunan rumah. Tidak perlu memasang AC seperti ketika kami tinggal di kota. Tak jauh dari rumah ada sungai jernih yang mengalir. Ada juga lapangan yang luas terletak di tepi desa. Namun, sore ini aku sungguh bosan. Kulihat ibu sedang asyik bercengkerama dengan Tante Tiwi.

“Bu, aku mau jalan-jalan,” pamitku pada ibu. ibu hanya tersenyum dan mengangguk.
“Itu tu, Amir sedang main bersama teman-temannya di lapangan,” tante Tiwi menyahut.
Aku hanya mengangguk. Kulangkahkan kaki tanpa semangat sambil menendang kerikil-kerikil kecil yang kupijak. Tak lama kulihat banyak anak-anak yang sedang main di lapangan. Tetapi main apakah mereka? Aku tak pernah memainkan seperti itu. Dulu ketika aku maih di kota hanya ada tiga permainan yang sering aku mainkan bersama teman-teman yaitu bermain playstation, main sepakbola di lapangan masjid dan bermain sepeda. Itu pun kalau kami sedang libur atau sedang berkumpul. Banyak anak-anak di sana yang lebih memilih main play station di warnet atau waktu kami habis untuk bersekolah dari pagi hingga siang hari. Meski di desa ini tak ada sekolah seperti Madrasah Diniyah Aliyah, tetapi masjid di kampung ini selalu penuh dengan anak-anak untuk belajar mengaji dan sholat setiap ba’da magrib.

Aku tersadar ketika Amir berteriak mengajakku untuk ikut bermain. Aku menggeleng. Tapi Amir segera menggandeng tanganku. “Ayo! Nanti aku tunjukkan  cara bermainnya.

Ternyata permainan itu sangat mudah dan hanya perlu kerjasama. Aku senang karena permainan ini memerlukan banyak teman. Kata Amir permainan ini namanya gobag sodor. Aku mulai senang dengan permainan ini. Hari-hari berikutnya aku sangat antusias untuk mengikuti berbagai pemainan lain yang tak pernah aku temukan di kota. Ada permainan engklek, dampu, gatrik, egrang , jek-jek kan. Dan sesekali aku juga mengajak teman-teman untuk bermain play station di rumah atau meminjamkan komik-komikku. Wah rumahku jadi ramai sekali dan hari-hariku tidak membosankan lagi. (End)


#30DWC #Day24 #OneDayOnePost










Comments

  1. Graton Casino | Near Yosemite National Park - Mapyro
    Find the perfect place to 경상북도 출장마사지 stay 김해 출장마사지 when you vacation in Orland 논산 출장안마 Park or explore Grand Sierra Nevada National 대전광역 출장안마 Park for 구미 출장샵 the ultimate getaway.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,