Sebuah pesan masuk di layar
handphonen Rindang, pagi itu.
“Kapan ada libur. Lusa liburkah? Lusa saya ada
rencana mau menengok ibu dan Bapak. Jika ada waktu, Rindang bisa ikut saya.
Perjalanan ke kampung saya pasti menyenangkan. Banyak pemandangan indah yang
bisa kamu jadikan tulisan. Dan tentunya akan ada jawaban dari pertanyaanmu
kemarin. Jika bersedia ikut saya tunggu konfirmasinya sore ini. Biar saya
sekalian pesankan tiket,”
Senyum
tipis tersungging di bibir Rindang. Rindang segera menatap kalender. Tetapi lusa
bukan hari liburnya. Rindnag memutar otak untuk mencari alasan agar bisa
mengikuti Ridwan menuju kampungnya. Rindang sungguh ingin mengetahui keluarga
seperti apa hingga bisa menjadikan lelaki setangguh itu. Paling tidak lelaki
tangguh yang baru pertama kali dijumpai dalam hidupnya.
Diatas kereta Taksaka Pagi, Rindang menatap
pohon-pohon yang berkejaran seolah berlomba dengan laju kereta. Bentangan sawah
menghijau, menghiasi pemandangan selama perjalanan. Rindang merasa takjub.
Sebuah
desa yang asri menyambutnya senja itu. Seorang gadis manis ikut menyambut
kedatanganya diantara ibu dan ayah Lelaki tampan kurus. Ketika malam nyanyian
jangkrik menina bobokkan tidurnya hingga lelap.
“Win,”
begitu ucapnya, matanya seolah menyelidik sesuatu tentang Rindang. Tetapi
Rindang hanya tersenyum dan mengucapkan
namanya “Rindang.“
Meski
sangat ramah, namun tatapan gadis muda itu menyelidik.
“Diakah
adik Lelaki kurus tampan itu? Oh kenapa aku selalu menyebutnya Lelaki kurus
Tampan?” Rindang membatin tak mengerti. dan Rindnag berjanji akan memanggilnya Pak Ridwan.
##
“Wah,
Ayam-ayamnya terlihat sehat ya pak?” ujar Pak Rahmad terhadap bapak. Awal
percakapan yang sempat membikin prahara di rumah sunyi Pak Ridwan. Siang itu Pak Rahmad mengunjungi peternakan kecil Bapak, begitu rindang menyebut Bapaknya Pak Riidwan begitu juaga dengan Ibunya Pak Ridwan. Tanah kosong di belakang rumah
seluas 500 meter persegi di jadikan kandang ayam potong, juga ada beberapa puluh
ekor ayam jambul. Sebelumnya Bapak hanya beternak ayam jambul, itupun hanya
untuk mengisi waktu di hari tuanya. Tetapi setelah usaha Pak Ridwan beranjak
maju, Bapak menjadikannya usaha ayam potong sesuai arahan Pak Ridwan.
Pertemuan keluarga
di lanjutkan setelah Pak Rahmad beranjak pergi. Win, Pak Ridwan, Bapak dan Ibu.
Rindang hanya duduk di ruang tengah sambil menonton TV, meski telinganya tajam
mendengarkan pertemuan keluarga. Hingga tiba-tiba sebuah pintu kamar terdengar
di banting begitu kerasnya. Rindang terlonjat kaget. Setelah itu suasana
menjadi muram.
Win yang
terlihat sangat lincah meski kelembutanya selalu terpancar dari tutur kata dan
sikapnya. Rindang kagum dengan Win. Win,
seorang Sarjana Psikologi. Mendedikasikan hidupnya untuk keluarga dan
kampungnya. Sebagai lulusan terbaik, Win seharusnya memiliki kesempatan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik dengan gaji yang cukup menggiurkan di kota. Tetapi memilih
untuk tetap tinggal di kampungnya, mengajari anak-anak kampung belajar membaca dan pelajaran sekolah lainnya,
memberikan ketrampilan-ketrampilan baru untuk ibu-ibu rumah tangga di
kampungnya.
Rindang
mendekatinya ketika Win duduk termenung di sebuah bangku panjang di depan
kandang ayam. Sebelum sempat menyapa, Win mengucapkan sesuatu,” Seberapa kuasa
kita mampu memaksakan keinginan kita menjadi kenyataan, meski kita merasa yakin
bahwa keinginan kita itu kelak akan menjadi takdir kita?”
Rindang
tak mengerti, beribu pertanyaan beterbangan di kepalanya. Tapi bibirnya hanya
diam membisu.
to be continue
#ODOP menulis setiap hari
#Tantangan cerbung
Boleh tuh ayamnya di goreng...
ReplyDeleteAyam.. Goreng.. Ayam goreng.. Teringat Upin-Ipin... He..
Apa yg dimaksud, win ya?
Jdi penasaran
Ayam goreng whaaaaaaa
ReplyDeleteHmmm, keinginan terkadang terhalang dengan kekuasaan yang lebih berkuasa, meskipun ingin mewujudkannya, halaaah, opo seh lis?
ReplyDeleteHmmm, keinginan terkadang terhalang dengan kekuasaan yang lebih berkuasa, meskipun ingin mewujudkannya, halaaah, opo seh lis?
ReplyDeletemasih aroma ayam goreng.. aroma mie nya masih lama kah? *laperr
ReplyDeleteEndingnya bikin penasaran...
ReplyDeleteSeberapa kuasa kita mampu memaksakan keinginan kita menjadi kenyataan, meski kita merasa yakin bahwa keinginan kita itu kelak akan menjadi takdir kita?
ReplyDeleteKeren, bin wid... hehe
Setuju..itu kalimat keren banget mba.
ReplyDeleteKata2 Win...se.su.a.tu.....bgtz....
ReplyDeleteSetuju kalimat itu super sekali..😍😍😍
ReplyDelete