![]() |
www.pixabay.com |
Hujan di luar turun
dengan lebatnya di sore itu. Win di dapur mengaduk dua gelas teh panas dan sepiring
kue brownies di sampingnya. Bram yang baru bangun dari tidurnya masuk ke dapur
memperhatikan Win.
“Untuk siapa?” Win
menoleh dan berhenti mengaduknya.
“Untuk kita” jawab Win
dengan senyumannya. Bram pun kemudian tersenyum. Matanya berbinar. Kemudian di ambilnya sepiring kue brownies
tersebut. Win menatap Bram mencari
kata-kata dari matanya. Win mengerti. Win dan Bram kemudian duduk di teras
menatap hujan. Salah satu tangan mereka saling bergenggaman.
"Dia juga di ambil
oleh hujan Win. Enam tahun lalu". Cerita Bram malam itu setelah Win terisak
mengingat bapak dan mobil remote controlnya. Kekasih Bram meninggal di saat
hujan dalam sebuah kecelakaan. Bram yang merasa jarak ke rumah kekasihnya itu
sudah tidak begitu jauh, hingga Bram enggan berteduh. Win mengerti kini kenapa
selalu ada kilatan cemburu dan kesedihan ketika Win selalu mengingat Bapak dan
menikmati hujan. Bram tidak ingin kenangan tentang hujan itu merampas Win dari
sisinya.
Win kini juga mengerti
kenapa Bapak begitu mencintai hujan. Win di lahirkan saat hujan lebat dan ibu
tiada saat itu. Kebahagiaan dan kesedihan yang datang bersamaan untuk Bapak.
Win juga tahu kenapa Bapak berkelahi dengan tetangga beberapa waktu lalu. Bahwa
Bapak tidak rela jika Win di bilang anak pembawa sial. Karena kesialan Bapak
yang pertama di mata mereka adalah meninggalnya ibu saat melahirkan Win.
"Hmmm mas apakah kamu
masih mencintainya?" selidik Win mencari jawaban di antara mata romantis
Bram.
“Iya”, Win pun merengut.
“Hmmm maksudku iya, aku
mencintai seorang wanita yang sangat mencintai hujan dan akan mengukir kenangan
akan hujan bersamanya” jawab Bram dengan kerlingan mata nakalnya. Wajah Win
memerah dan di cubitnya lengan Bram dengan gemas,
“Hmmm…apakah kamu masih
akan menduakanku dengan hujan?” Bram ganti bertanya. Menyelidik mata Win,
mencari jawaban.
Win tidak menjawab. Hanya
di genggamnya jemari tangan Bram semakin erat. Bram tidak bertanya lagi,
genggaman erat tangan Win merupakan sebuah jawaban bagi Bram.
Kembali mereka berdua menatap hujan. Win kembali
mengeratkan genggaman jemarinya dan menyandarkan kepalanya ke bahu Bram. Seolah
ingin mengatakan bahwa kini Win ingin mengukir kenangan tentang hujan bersama
Bram.
Tamat
terjawab sudah penasaranku...terhura bacanya mb wid...trenyuh
ReplyDeleteEhhhhmmmm...mesranya. sukaaaa...
ReplyDeleteCiieee berbunga2... hehe
ReplyDelete