![]() |
www.kobowritinglife.com |
23 April 2016
Senja yang muram,
mendung tebal menggelayut di langit. Aku disini, di sudut coffebook yang agak sepi. Secangkir coffee latte masih mengepul
hangat di depanku. Disampingnya tergeletak sebuah novel yang kuambil begitu
saja di rak buku. Aku tak begitu semangat membukanya. Hanya menatap langit yang
mulai menangis dari balik kaca. Sesekali kilat menyambar, menghias langit yang
semakin muram.
Aku tidak menunggu
siapa- siapa disini, hanya menghabiskan waktu melawan sepi. Selalu seperti ini.
di akhir minggu yang tidak sibuk. Hatiku selalu mangajakku untuk menikmati sore
di sudut café ini, “Coffeebook Lovato”. Tapi sepertinya bohong jika aku tidak
menunggu seseorang disini. Entahlah. Aku sendiri tidak yakin, karena tidak
pernah ada janji.
12
Maret 2016
“Coffe latte satu dan
pisang bakar topping keju” suara lelaki paruh baya memesan menu.
Tak lama pesanan
menghampiri lelaki paruh baya yang duduk di sudut dengan Novel bersampul biru di
tangannya. Lelaki itu mengangguk ketika Waitress
menghidangkan pesanananya di meja. Kemudian pelan menyeruput kopi latte itu dan
menaruh dengan hati-hati Novel bersampul biru di tepi meja. Matanya menerawang
ke luar. Seolah ingin menikmati Coffee latte yang disesapnya dengan menikmati
kota yang mulai memendarkan cahaya kunang-kunang.
Sesekali di sesapnya
coffe latte, menyendok pisang bakar dengan hati-hati. Semuanya dinikmati dengan
seksama. Kini tangannya kembali meraih Novel bersampul biru itu. Mungkin Coffee
Latte dan pisang bakarnya telah habis. Lelaki itu akan terus di sana hingga
Coffe book Lovato tutup. Ketika petugas yang akan menutup Coffebook Lovato
menghampirinya, dan mengatakan jika toko akan segera di tutup. Lelaki itu segera
beranjak dan mengucapkan kata maaf berulang kali.
November 2010
Aku selalu menyukai
kenangan. Tentu kenangan yang membahagiakan. Dan kenangan itu tentangmu. Tetapi
beda denganmu, kamu tidak pernah bisa mengingat kenangan dengan baik. Aku harus
menceritakannya berulang kali, memberi clue-clue
beberapa kali agar kamu bisa menebak kenangan yang aku ingin kamu ingat. Memang
akhirnya kamu mengingat setiap potongan kenangan kebahagiaan yang aku
sampaikan. Tetapi tetap saja membuat hatiku kecewa. Aku ingin kamu selalu
menyimpan kenangan kita dalam memori otakmu. Kamu hanya selalu berkata bahwa lebih
baik aku menyimpan kenangan itu dalam tulisan-tulisanku, mungkin kelak akan
lahir lah nove best seller. Kamu juga berkata jika kamu akan bisa mengingat
kenangan itu jika selalu membaca novel kenanganku.
Pada akhirnya justru
kamu yang mengejarku, untuk segera menyelesaikan novel itu. Kini aku pun lebih
rajin dari biasanya. Setiap hari ku sisihkan waktu untuk menyusun novel
kenangan itu. Hari ke 30 semenjak aku rajin menuliskannya, 80 halaman kertas A4
spasi satu setengah kenangan tentang kita sudah tertoreh di sana.
Aku akhirnya tersenyum.
Kekecewaanku seolah terobati. Hingga aku tidak pernah lagi mempertanyakan
tentang sebuah kenangan kepadamu. Karena aku yakin jika aku bisa menyelesaikan novel kenangan ini dan kelak
kamulah endorse pertama Novelku.
Bersambung
masih penasaran mbak e
ReplyDeletemasih penasaran mbak e
ReplyDelete