![]() |
www.indonesia.tempo.com |
Hari
ini saya terima amplop, amplop kenaikan gaji tahunan. Eh lebih tepatnya surat, bukan
amplop karena suratnya tidak beramplop. Sebagai seorang buruh pabrik,
penerimaan amplop tahunan adalah suatu moment yang di tunggu-tunggu. Meski
kenaikanya tidak sebanding dengan kenaikan harga sembako namun tetap lah harus
disyukuri.
Amplop
ini adalah hasil kerja keras saya dalam bekerja selama ini. Lebih tepatnya dia
seperti raport yang menyatakan nilai dari usaha kerja saya selama ini. Terlepas
jika penilaian itu subjektif ataupun objektif, nilai itulah yang harus saya
terima. Mau tidak mau, suka ataupaun tidak suka ya saya harus menerimanya. Mau
nangis guling-guling tak akan merubah nilai itu.
Yang
bisa di lakukan hanyalah berintropeksi diri, berjanji untuk melakukan lebih
baik lagi di hari-hari ke depannya. Dan kembali menyerahkan hasil dari usaha
saya kepada penguasa Alam Allah SWT.
Menerima
amplop dan melihat nilainya pada hari ini, yang menurut saya hasilnya tidak
cukup membahagiakan. Tiba-tiba sebuah ingatan melintas, bagaimanakah jika itu
surat itu adalah catatan amal saya selama hidup ini? bukankah kelak kita akan
menerima buku amal perbuatan kita di dunia? Bagaimanakah jika ternyata isinya
sebagian besar adalah dosa-dosa saya? Dosa-dosa yang sadar ataupun tidak sadar
saya lakukan.
Dosa-dosa
kecil yang menumpuk, akhirnya menjadi dosa yang menggunung. Sedangkan amal-amal
perbuatan baik untuk menghapus dosa-dosa itu tercatat sangat minim? Apakah kita
bisa protes kepada malaikat pencatatnya, bahwa kita selama ini telah menjadi
orang baik dan melakukan hal-hal baik? Sedang Malaikat tidak bisa di suap dan
mereka menulis semua yang terjadi sekecil apapun. Sedang sudah tidak ada lagi
kesempatan saya untuk memperbaikinya?
Allohu
rabbi, bergidik saya. Sedikit kekecewaan atas surat dari pabrik sedikit demi
sedikit saya ikhlaskan. Tak perlu galau dengan hasil yang telah tertoreh di
surat itu. Karena memanglah saya hidup di dunia ini hanya sementara. Allah
memberikan kesempatan kepada saya selama ini hanya untuk memeri waktu kepada saya
untuk mencari bekal untuk kehidupan akhirat kelak selanjutnya.
Nilai disurat penilaian dari pabrik itu tak ada artinya di mata Allah, jika saya juga tidak memperbaiki diri. Memperbaiki diri dan mencari bekal yang banyak untuk di bawa ke alam akhirat, agar kelak catatan amal yang saya terima adalah catatan amal baik yang penuh mewarnainya.
Masihkah
galau jika nilai kerja kita di nilai rendah oleh perusahaan ataukah tidak
merasa galau jika kelak nilai catatan amal perbuatan kita selama hidup penuh dengan
nilai Merah? Mari intropeksi dan memperbaiki diri.
mbak wid...aku merinding...
ReplyDeleteJlebb!
ReplyDeleteSaya yg sering kena nilai minus di pabrik aja ngeri krn punishmentnya.
Bagaimana kl rapot amal kita selama hidup yg minus?
Mbak wiwid... terima kasih telah diingatkan.
ReplyDelete