![]() |
GOOGLE SEARCH |
“Lha kamu senang apa Ning jadi biduan
terus. Manggung malam-malam. Ra elok
suwe-suwe,” ujar Yanto di suatu malam, saat mengantarnya pulang dari
pementasan organ tunggal.
Ningrum hanya terdiam. Alunan lagu kopi
dangdut yang di nyanyikan Liza Natalia semakin menambah kebimbangannya. Nasib
yang telah mengubahnya. Serasa kopi hitam yang pekat, bahkan dari warnanya pun
sudah menunjukkan ke gelapan. Di tambah dengan rasa pahitnya. Klop sudah.
“Aku mau menikahimu Ning. Dan tak perlu
lagi kamu menjadi biduan Organ tunggal yang harus pulang malam begini. Cukup di
rumah mengurusku dan Simbok.”
Suara sirine dari panci pemasak air
menyadarkan lamunanya. Ningrum hendak mengambil kopi dari dalam grobog, wajahnya seketika berubah. Lima kotak kopi banaran terlihat di depan matanya. Bungkusan kopi itu masih berjejer
rapi di grobok simbok. Lima kotak
kopi yang masih disimpan Ningrum tanpa menyentuh isinya. Hatinya selalu merasa eman-eman untuk menikmati
isinya yang terkenal lezat itu.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Ningrum menuju dapur,
menyalakan kompor untuk memasak air panas untuk menyeduh segelas kopi hitam, rutinitasnya
yang di lakukan ketika ketika hendak manggung. Desa sebelah mengundang organ
tunggalnya untuk mengisi malam puncak tujuh belasan. Jam sembilan malam nanti
truk Yanto akan menjemputnya beserta grup organ tunggalnya.
Ningrum
hanya bisa menghela nafas dan menyesap sedikit demi sedikit kopi hitam di
gelasnya.
#Cerita Kopi
Jadi inget lagu dangdut. Haha
ReplyDeleteJadi inget lagu dangdut. Haha
ReplyDelete