Mempunyai impian sungguhlah sangat
membahagiakan. Impian itu akan memberikan efek semangat untuk meraihnya. Seperti
impian Kak Roma, saya juga mempunyai berbagai impian.
Mimpi
untuk menjadi guru, mengajar di depan kelas sampai hari ini tak pernah pupus.
Mimpi itu masih ingin saya realisasikan, namun entah kapan. Mimpi untuk menjadi
guru sudah terpatri sejak saya SD, mungkin karena ayah juga seorang guru.
Sedih
rasanya melihat anak-anak sekolah jaman sekarang, sebagian besar mereka tidak
menggunakan kesempatan untuk belajar di sekolah itu dengan baik. Membolos, hura-hura, pacaran
sebagian image yang saya dapatkan untuk pelajar saat ini terutama di lingkungan
saya tinggal. Mereka belum tahu kejamnya dunia pekerjaan, dunia yang mungkin
mereka bayangkan begitu mudah untuk mendapatkannya.
Padahal di usia muda ini jika mereka bisa membuat peta hidup untuk menggapai
cita-cita mereka, maka tentu hidup mereka kelak lebih mudah dan hasilnya tentu
lebih menggembirakan. Saya hanya ingin berbagi semangat kepada mereka, berbagi
ilmu di luar ilmu wajib yang harus di selesaikan sesuai kurikulum, berbagi
inspirasi agar kelak mereka menjadi generasi bangsa yang peduli, cinta dan bisa
mengabdi kepada negara.
Namun
sepertinya mencapai impiansaya, ternyata tidak semudah yang saya kira, Saya
tidak lolos UMPTN (istilah saat itu)-Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri- saat
itu. Meski sedih namun saat itu saya bersabar mungkin Tuhan tahu jika orangtua
saya bukanlah orang mampu. Kemudian takdirpun membawa saya ke Batam, menjadi
buruh di sebuah PMA.
Apakah
impian saya sudah padam? Tidak impian saya untuk menjadi menjadi guru dan bisa
mengenyam bangku kuliah tidak padam. Di tahun ke 3 saya di Batam, saya
beranikan diri mendaftar di sebuah Sekolah Tinggi Bahasa Asing (Tahun 2000,
Universitas resmi belum ada di Batam). Meskipun saya merasa kuliah di sisa
waktu kerja akan sangat berbeda dengan jika kita hanya kuliah saja dan
kuliahnya di Universitas universitas ternama yang sudah ada, namun saya tetap
bersemangat dan bangga, bisa kuliah dengan uang hasil keringat sendiri. Saat
itu niat saya melanjutkan kuliah juga hanya satu menjadi guru Bahasa Inggris.
Selain
mimpi saya menjadi guru yang masih terpatri, mimpi saya yang lain adalah
menjadi seorang penulis. Berharap bisa menebarkan kebaikan lewat tulisan. Meski
saya belum pernah menerbitkan satu buku pun, tetapi mimpi itu terasa semakin
dekat. Berkenalan dan berteman dengan teman-teman sesama penulis membuat saya
semakin banyak belajar tentang dunia tulis menulis. Hanya perlu menata jadwal
keseharian dengan baik, membiasakan untuk terus menulis setiap hari, mencoba
mengikuti event-event kepenulisan yang diadakan berbagai lembaga. Yang tentunya
itu salah satu amunisi untuk menjadikan impian itu semakin dekat dengan
kenyataan.
Dilain
waktu saya juga bermimpi untuk menjadi orang yang siap menolong siapa
saja dan kapan saja. Setiap saya melewati lampu merah disaat saya berangkat
ataupun pulang kerja, terlihat anak-anak kecil di bawah umur yang menjajakan
koran. Sungguh nelangsa hati saya. Betapa kejamnya orangtua yang telah
memperalat mereka, merampas masa kecil mereka. Meski mungkin saya tidak boleh
menyalahkan orang tua mereka sepenuhnya tetapi anak-anak tetaplah menajdi
tanggung jawab orang tuanya.
Dengan
gambaran anak-anak kecil yang sudah berjuang mencari nafkah itu, di
situlah mengapa mimpi saya untuk menjadi
tenaga pengajar di depan kelas itu masih berkobar. Saya ingin menanamkan kepada
mereka bahwa masa depan hidup mereka harus mereka petakan sejak dini, agar
terinci dan mudah diraih. Agar kelak ketika mereka sudah siap untuk berumah
tangga mereka tidak hanya siap untuk melaksanakan pernikahan. Namun siap
mengemban tanggung jawab setelah prosesi akad itu diucapkan. Ah mungkin seharusnya tidak harus berdiri di depan kelas untuk mengajarkan kepada mereka akan pentingnya memetakan mimpi.
Kini
mimpi yang menaungi pikiran saya adalah, kelak saya ingin mempunyai rumah
pustaka, entah itu berbentuk ruko atau rumah tinggal yang telah di sulap
menjadi perpustakaan pribadi saya. Di rumah pustaka ini akan saya galakkan seperti
perpustakaan lainnya, pinjam meminjam buku. Selain itu akan saya adakan juga
kegiatan literasi, mengajarkan mereka “menulis” serta menerangkan berbagai
manfaat dari menulis itu sendiri.
Selain kegiatan pinjam meminjam buku dan
literasi, Rumah Pustaka ini rencananya akan saya buka juga untuk kegiatan bimbingan
belajar sekolah, mengaji ataupun
tahfidz. Namun siapa pun boleh belajar di sini, sesuai dengan kebutuhan mereka.
Rumah Pustaka ini akan saya buka dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam.
Rasanya
bahagia jika mimpi-mimpi ini menjadi nyata. Saya hanya ingin bermanfaat bagi
orang lain. Dan saya yakin jika impian saya yang lain seperti keliling
Indonesia, keliling dunia, pergi haji, memiliki harta benda lebih, dan mimpi-mimpi
saya yang lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu akan juga menjadi
kenyataan jika kita bisa bermanfaat bagi yang lain. Tak lupa meminta
pertolongan Tuhan selalu harus saya panjatkan. Amiin.
![]() |
http://romapakpahan.blogspot.com/2016/08/giveaway-aku-dan-impianku.html |
Tuisan ini di sertakan dalam Giveaway Aku dan Impianku
#Toples Aksara @Roma_Corner
Awie nggak cita2 jadi guru. Tapi, selalu mncari kesempatan untuk bisa mengajar. Mngkn impian yg tak trcetuskan lewat kata2 tapi lngsung di praktekan. Hehe
ReplyDeleteInspiratif banget, Mba
Ingin seperti awie.. Tp terkendala berbagai hal.
ReplyDeleteAh alasan aja ya wi
Ingin seperti awie.. Tp terkendala berbagai hal.
ReplyDeleteAh alasan aja ya wi
mantap mba dew, semoga bisa jadi guru yang bisa melahirkan anak bangsa yang berguna bagi nusa dan bangsa.
ReplyDeleteImpiannya mulia banget mbak wiwid... aku impiannya apa yah?
ReplyDeletetetap semangat mbak wiwid :)
ReplyDeleteSemangat meraih cita-cita ... :)
ReplyDelete