Skip to main content

TAMPAR SAJA

www.quotesgram.com

Jika saya ditanya sama orang, mana yang lebih saya takuti antara Tuhan dengan boss saya? Tentu saya akan menjawab dengan lantang dan mungkin dengan dada membusung kemudian mulut saya akan berteriak dengan lantang dan berkata, Tuhan.

Benarkah begitu? Ya dong. Berani sekali orang yang menduakan Tuhannya, begitu mungkin batin saya berkata.

Hmm benarkah, yakinkah? Sekali lagi dia bertanya.

Benar, yakin. Tuhan itu nomor satu yang wajib kita patuhi. Dia yang menciptakan kita, bisa kualat orang yang menduakan Tuhannya. Mungkin saya akan menjawab begitu dengan yakin.

Namun tanpa saya sadari, saya sering menduakannya.

Ketika hari hari saya disibukkan dengan pekerjaan kantor dan tumpukan tugas yang padat, tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Istirahat siang yang kemudian seharusnya bisa dilanjutkan dengan sholat dhuhur, lebih sering tertunda. Dengan alasan perut masih kenyang setelah menghabiskan makan siang, di perparah dengan flesibelnya kami bisa sholat kapanpun dikarenakan pekerjaan kami yang tidak terikat satu sama lain. Maka penundaan sholat tepat waktu lebih sering dilakukan.

Begitu juga dengan sholat ashar, lebih sering mengakhirkan waktu dari pada sholat diawal waktu, karena waktu sholat ashar hampir mendekati waktu jam pulang kerja.

Lebih sering berlari-lari menuju punchcard ketika melihat bel tanda masuk akan segera berbunyi karena merasa takut kehilangan bonus uang kerajinan dan takut terkena teguran dari boss. Sedangkan panggilan adzan sering saya lalaikan.

Sedangkan Allah tetap menyayangi saya, selalu memberikan jalan keluar setiap masalah yang saya hadapi dengan jalan dipermudah dan jalan yang tidak saya sangka-sangka. Bagaimana dengan bossmu? Bukankah lebih sering dia akan marah-marah jika kita melakukan kesalahan dan tidak bisa menyelesaikan suatu masalah? Bahkan terkadang tanpa solusi. Sedang Tuhan begitu penyayang dan pemaaf. Selalu memberikan jalan keluar tanpa kita sangka-sangka.

Jadi jika setiap hari kelakuan saya dalam menduakan Tuhan selalu terulang, apakah pantas jika saya masih di sebut lebih takut sama Tuhan dari pada boss? Seharusnya saya malu mengingat bahwa dengan lantangnya saya mengatakan jika saya lebih mencintai Tuhan daripada boss.

Tampar saja mulut saya jika masih mengatakannya..

Comments

  1. Hiks... Iya bund, sama... Sok sibuk sendiri.. Jadi manusia aja guayaa, hikss

    ReplyDelete
  2. owhh makasih mba wid atas tamparannya

    ReplyDelete
  3. ditampar manusia masih lebih mending dari pada ditampar Allah langsung

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat...

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bi...

KUN, AKU SEKARAT

www.pixabay.com “Tulisan macam apa itu, semua orang juga bisa membuatnya?” ujar Kunkun dingin, sambil melempar bundelan kertas ke depannku. Kemudian jemarinya sibuk memencet tombol keyboard di ponsel. Meski suaranya menggelegar dan terdengar menyakitkan, wajahnya tidak menyiratkan kemarahan. “Jadi salahnya dimana?” tanyaku pelan, takut mengganggu konsentrasinya. “Cari ide lain, ide dan cara penuturanmu tak akan laku kalau di kirim ke media,” jawabnya tanpa menatapku. Jemarinya masih asyik bermain layar ponsel. Aku lunglai sejujurnya. Tapi Kun benar. “Jangan kau jadi penulis. Jika masukan dari orang lain membuatmu putus asa. Terlebih dariku yang sudah mengenalmu belasan tahun.” Pesannya sebelum aku beringsut meninggalkan tempat kost tempat dia bersarang selama ini. Cambuk yang dilontarkannya kepadaku terkadang membuat kepercayaan diriku jatuh terurai. Bahkan lima hari setelah pertemuan dengannya, aku tidak bisa menghasilkan satu cerpen pun. Ideku telah di bunu...