![]() |
google search |
Ruangan
sempit ini terasa hitam pekat, gelap. Tak ada setitik sinarpun yang kuijinkan
masuk. Bahkan aku selalu menyembunyikannya dari lirikan mata siapapun. Tak pernah
kuijinkan mereka barang sejenak untuk sekedar mendekat, meneranginya sekejap
dengan cahaya lilin.
Belasan
tahun tak terasa, hingga kemudian tiba-tiba sinar matahari menerobos ruang
gelap itu dari celah-celah atap yang rapuh. Ya, rapuh. Aku kalap, aku seperti
kecolongan. Aku silau menatap cahayanya. Atap rapuh tak pernah ku perhitungkan sebelumnya.
Sinar
matahari selalu hadir setiap hari, menerobos di antara celah-celah atap rapuh
yang semakin tak terhitung dengan jari.
Aku
cemas, hatiku bergemuruh tak beraturan. Melihat matahari semakin hari semakin
menelanjangi setiap sudut kamarku. Aku menggigil ketakutan di bagian sudut
kamar yang masih gelap. Namun hati nuraniku berkata, matahari telah membawaku
pada keindahan.
Diantara
celah rapuhnya kulihat keindahan diatas sana, awan putih yang menutupi birunya
langit, atau terkadang awan gelap pekat hingga kemudian rintik hujan membasahi ruang
sempit ini, basah tapi menyejukkan. Tapi aku begitu menikmatinya. Aku menari di
antara rintik hujan. Diantara tarianku, hatiku kembali pilu. Aku merindukan
matahari menyinari kamarku.
Kini
aku tak ingin menatap matahari hanya dari celah-celah atap rapuhku. Ku putuskan
untuk memperbaikinya, menggantinya dengan fiber bening. Hingga aku bisa
menyaksikan keindahan yang dibawa seiring kehadiran matahari. Sinar keemasan
dipagi dan sore hari, kehangatan di siang hari, yang selalu membuat bayang-bayang
tubuhku berubah setiap waktu.
Dan
kini, aku bisa menyaksikan bintang dan bulan yang menghiasi gelapnya malam. Aku
tak hanya merindui kehadiran matahari, namun aku juga merindui kepergiannya. Hidupku
indah karenanya. Didalam ruang sempit itu aku berharap suatu hari nanti bisa
berdampingan dengan matahari, selamanya.
Matahari
dan aku, jaraknya terpancar jutaan kilometer. Kuberanikan menatapnya suatu
hari, karena aku benar-benar menginginkannya. Namun mataku tak kuasa menahan
sinarnya. Kini kusadari, aku cukup dipeluk dengan hangat tatap matanya. Di beri
keindahan akan kehadiran dan kepergiannya. Semua itu cukup bagiku. Karena sesungguhnya
aku dan matahari selalu bersatu disetiap waktu.
Matahari sebagai sumber kehidupan...
ReplyDeleteSaya juga rindu matahari bund klo lg mblasuk ke hutan belantara... Rindu hangatnyaa...
tulisnnya hangat. Sehangat matahari muncul setelah hujan hehe
ReplyDeleteJudulnya bikin dag dig dug..
ReplyDeleteIsinya bikin hati hangat, mba. Ikut merasakan keindahannya. Ini Keren.
Berjemur yuk berjemur...
ReplyDeleteMatahari... Menyakitkan saat berada dekat dengannya, apalagi menyentuhnya. Itu mematikan. Namun, bahagia dan penuh syukur akan sangat terasa saat berada jauh darinya.
ReplyDelete