Skip to main content

Gang Bakti

www.ayeey.com
“Waw, cantik-cantik semua,” mulutku terganga, seperti tak percaya. Mataku terpesona pada deretan baju yang tergantung disana. Terpampang sebuah papan besar, bertuliskan beberapa angka. Yang pasti akan membuat hitungan di mesin meja kasir nanti manjadi lebih ringan. Satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya telah sukses mendarat di plastik belanja. “Ingat Yuna, jangan kesetanan,” sisi baikku mengingatkan.
          “Waw, cantik – cantik semua,” teriakmu ketika melihat semua baju yang tergantung disana. Kamu dengan riang mengambil potongan baju seperti kesetanan. Riang tanpa beban. Satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, kamu masukkan dalam kantong belanja. Matamu semakin berbinar ketika membaca sebuah papan kayu yang berderet beberapa angka. Katamu angka-angka itu akan membuatmu semakin sedikit mengeluarkan lembaran kertas biru dari tubuhku.
          Tawaku mengembang, melihat seorang gadis cantik diantara kerumunan. Tangan kanannya penuh tas belanjaan. Sebuah dompet warna pink dengan merk ternama terselempang di bahu sebelah kanan. Tugasku sekarang, membuat mereka berdua bersatu dan memborong baju seperti kesetanan. Hingga dompetnya sudah menjerit kesakitan.
##
          “Aduh, mana baju yang harus ku pakai?” ujarku kebingungan. Semua baju sudah kukeluarkan. Kini menumpuk di pembaringan. Aku terduduk, memandangi baju yang menggunung. Sedikit kecewa, tak kutemukan baju yang pantas dipakai kali ini. Limabelas menit lagi dari waktu yang disepakati. Akhirnya kuambil gaun warna merah hati. Ulangtahun Desti, teman sekelasku yang sangat baik hati. Sebuah Avanza putih masuk ke halaman. Aku melenggang dengan wajah tidak riang. Terlebih ketika mobil berbelok ke Gang Bakti diujung jalan.
          Kamu pergi dengan baju warna merah hati. Meski ada sedikit kecewa di hati, karena merasa tidak menemukan baju yang serasi.  Akhirnya kamu pergi. Wajahmu semakin tidak berseri melihat mobil Desti berbelok ke gang Bakti. Namun kamu mulai mengerti, arah perjalanan kali ini.
          Gadis itu sedikit memberengut ketika pergi. Tak lupa dompet selempang pink menemani. Aku tahu kemana mereka akan pergi, terlebih mobil berbelok ke Gang Bakti. Sebuah perkampungan kumuh, dimana anak-anak dengan penampilan sedikit ngeri akan mereka jumpai. Saatnya aku harus beraksi lagi. Menyirami hati gadis itu dengan rasa bosan agar tidak bisa menikmati ulang tahun Desti yang berbeda kali ini.
##
          “Kak bajunya cantik,” kata seorang gadis kecil yang menatapku sejak tadi. Aku hanya tersenyum kecil, terpaksa. Aku tidak suka tempat ini, kotor dan bau. Meski didalam hati kecilku masih ada rasa kasihan. Mungkin baju mereka jarang berganti. Bajunya terlihat dekil dan tentunya tidak wangi. Aku tidak tahu, kenapa Desti mau merayakan ulang tahunnya di tempat ini. Dengan sedikit terpaksa kuulurkan selembar uang berwarna biru untuk gadis kecil yang menatapku sejak tadi.
          Kamu hanya tersenyum kecil ketika mendengar gadis kecil itu berkata kepadamu jika bajumu cantik. Kamu semakin tidak menikmti ulang tahun Desti di tempat ini, tempat yang kotor dan bau sekali. Dipenuhi anak-anak yang bajunya terlihat jarang berganti, dekil dan tidak wangi. Namun aku tersenyum, ketika tanganmu membuka kancingku dan mengambil selembar kertas warna biru, kemudian kamu berikan kepada gadis yang terus memandangmu itu. Hal yang selalu kudoakan sejak tadi, agar kamu terbuka hatinya untuk memberikan seikit harta yang kamu titipkan padaku.
          Aku tersenyum menang. Gadis berbaju merah hati itu merasa bosan dan tidak menikmati acara itu. Tapi tunggu dulu, sepertinya doa dompet warna pink itu lebih manjur daripada bisikanku. Selembar kertas warna biru telah terulur dari tangan gadis berbaju merah hati untuk gadis kecil yang menatapnya tiada henti.
##
          Aku maasih teringat acara Desti di Gang Bakti. Membandingkan diriku ini, serba kecukupan dan selalu wangi. Bahkan baju yang kemarin kubeli masih teronggok di sudut ranjangku. Kutatap dua buah lemari kayu dengan masing masing empat pintu, yang tinggi menjulang menyentuh langit - langit kamarku. Sepertinya aku harus berbuat sesuatu. Kutatap dompet pinkku, ku lihat didalamnya. Berlembar-lembar kertas warna pink masih banyak terselip disana. Ya aku harus melakukan sesuatu.
          Kamu terlihat termenung semenjak pulang dari acara di Gang bakti. Merenungi dan membandingkan dirimu dengan penghuni ang Bakti. Kamu menatapku, senyummu membahagiakan hatiku terlebih niatmu yang baru terdengar jelas olehku. Kamu bawa aku ke suatu tempat, tempat dimana kamu membeli puluhan baju yang masih teronggok di sudut ranjangmu.
          “Kalian jangan pergi,” teriakku melihat mereka beranjak pergi ke tempat di mana gadis itu membeli puluhan baju yang masih teronggok di sudut ranjangnya. Tapi mereka seolah tak mendengarku. Niat baru gadis itu mulai mengkhawatirkanku. Terlebih dompet warna pink ikut bahagia mendengarnya. Mereka keluar dari toko dengan senyum bahagia. Dompet pink begitu bahagia, lembaran uang yang tersimpan di dalamnya telah digunakan untuk kebaikan.
##
          Aku bahagia melihat anak-anak di Gang Bakti bahagia menerima pemberianku, baju-baju baru.
          Kamu terlihat bahagia melihat anak-anak di Gang Bakti menerima pemberianmu, bulan depan aku akan terisi lagi. Semoga kamu akan membelanjakannnya untuk kebaikan.
          Kalian sudah tidak bisa kupengaruhi. Saatnya harus pergi. Mencari korban yang lain lagi.


(end)

Comments

  1. Saya belum bisa buat yang keren kayak gini. 😢

    ReplyDelete
  2. Nice cerpen mbak...ditungg cerpen lainnya...hehe
    Tpi mmng gx da lanjutannya nih??

    ReplyDelete
  3. Ini yang tantangan 3 POV bukan mbkyu?
    Saya masih nghutang, belum Ngeh dengan tantangan itu.

    ReplyDelete
  4. wahhh k Wid ternyata baik ya.. hehe :D

    ehh kk, ditunggu commentnya ya di blogku yg ini : https://goo.gl/cJCIN3

    aku mau donk dikasih gaunnya yg warna pink.. wihihihiw

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,