![]() |
www.thefriendshipblog.com |
Ruanganku ini penghuninya
cantik-cantik, pun wangi. Merekapun hanya keluar rumah untuk acara-acara tertentu.
Pintunya jarang terbuka, eh tidak, pintunya sering terbuka. Bukan karena
penghuninya pergi melihat dunia luar, tetapi karena satu dua penghuni bertambah
dan menjejali ruanganku ini.
Seperti hari ini, penghuni
baru mengambil tempat kosong. Setiap penghuni lama di sana saling melirik,
lirikan sinis. Tanda tak suka dengan penghuni baru. Tak suka melihat binar keceriaan
yang di bawanya.
“Jangan berbahagia
dulu, kamu masuk tempat ini. Setahun sekalipun, belum tentu kamu memiliki
kesempatan keluar dari tempat ini.” Salah satu penghuni lama berkata
dengan sinis kepada si penghuni baru.
Kebahagiaan yang
dirasakan si penghuni baru menguap seketika. Bayangan ketika dia dipilih, untuk
kemudian dibawa ke suatu tempat yang diharapnya lebih istimewa dan tentu
dengan label kepemilikan yang pasti, disambut bahagia oleh saudara-saudara
lainnya ditempat baru, hilang musnah. Sunyi, sesak, meski aroma harum memenuhi
tempat tinggal barunya.
Penghuni baru mulai
nelangsa, merasakan setiap asa yang diutarakan para penghuni lama. Asa untuk
menghirup dunia luar, bertemu dengan orang-orang di luarsana yang mungkin
mempunyai berbagai rasa, suka atau duka.
Ruanganku ini
semakin terasa sesak dibuatnya. Meskipun penghuninya terlihat cantik jelita. Namun,
terasa tiada guna, jika hanya terkurung di tempat yang sama terlalu lama. Dalam
benak mereka, ingin rasanya menjadi penghuni ruangan sebelah, yang sering
diajak pemilik tempat ini beraktivitas sehari-hari. Menghirup pagi, menghirup
aroma sarapan pagi, menonton berita di tv, atau sekedar menghabiskan weekend dengan anak-anaknya. Penghuni ruanganku
terkadang ingin tuli sekalian saja, agar tak mendengar bisik-bisik mereka.
Pagi ini terdengar
hiruk pikuk di luar sana. Sepertinya pemilik rumah ada acara. Kudengar percakapan
sang pemilik rumah dengan lelakinya, jika dia akan menerima tamu yang dikenal
dari sebuah komunitas yang diikutinya. Pun, sekalian ada acara pengajian
dirumah ini.
Para penghuni ruanganku telah bersiap, siapa
yang kelak akan diajak pemilik rumah menemui sang tamu. Waktu bergulir berlalu,
waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Pemilik rumah membuka pintu ruanganku,
mengamati satu-persatu penghuninya. Namun tak satupun yang membuatnya jatuh
cinta. Kembali dia menutup pintu dan berbalik menuju ruangan di sebelahku. Tak perlu
terlalu lama tertegun memandangi satu-persatu, akhirnya dia menemukannya. Wajah
riang tersirat, dan sebuah tarikan nafas tanda lega.
Aku merungut kesal,
semoga penghuni ruanganku tidak mendengar ketika pemilik rumah bergumam saat
dia menutup pintu ruangan, “Yang tinggal di sini terlalu cantik-cantik, tak
pantas jika mereka terlihat oleh seorang teman yang baru kukenal dan dilihat
oleh ibu-ibu pengajian di kompleks ini.”
Suara hiruk pikuk
diluar semakin terdengar begitu riuh, hingga kemudian hening. Yang terdengar
adalah sebuah lantunan ayat-ayat alquran, dan seseorang yang berkata-kata dalam
waktu yang cukup lama, mungkin itu penceramah agama.
***
Malam telah larut,
pintu ruanganku terbuka lebar. Pemilik rumah menatap penghuni ruanganku satu persatu
dari atas ranjang mewahnya. Aku dengar, ada yang bergejolak dari dalam hatinya.
Mungkin karena tausiyah dari ustadzah di pengajian tadi, atau mungkin dari
cerita teman baru yang dijumpainya tadi? Aku pun tak mengerti.
Kini dia berdiri,
menatap satu persatu penghuni ruanganku. Mengeluarkannya, dan menatanya dengan
rapi.
“Ada apa Mi?” tanya
lelaki yang terbangun dari tidur lelapnya.
“Nggak ada apa-apa
Pi. Besok pagi, teman baru Mami yang tadi ke sini akan menjemput baju-baju Mami
yang jarang sekali Mami pakai ini. Katanya akan dia sumbangkan atau dilelang,
kemudian uangnya mau dipakai nyumbang
para korban longsor yang terjadi di Ponorogo dan Nganjuk. Besok dia akan balik
ke Surabaya.”
Si Papi
mengangguk-angguk, ”Iya Mi, itu lebih bermanfaat, daripada nangkring di lemari
gitu. Baju Mami itu, Papi yakin masih lumayan laku. Kan harganya mahal, limited edition lagi. Pun rata-rata kulihat,
Mami hanya memakainya sekali.”
Si pemilik rumah,
Mami, hanya mengangguk-angguk, mengiyakan dan menarik nafas panjang, lega.
Aku yang mendengar
percakapan mereka merasa bahagia. Meski aku tahu, itu artinya perpisahan akan
segera terjadi dengan penghuni ruanganku. Namun, tiadalah lebih bahagia melihat
asa mereka terkabul, yaitu melihat dunia
dan bermanfaat bagi sesama. Kini penghuni ruanganku hanya tinggal segelintir
saja.
Aku, si lemari kayu,
melihat senyum tawa bahagia penghuni ruanganku, sesaat sebelum dua kotak besar
itu ditutup rapat. Dua kotak besar penggantiku, yang akan membawa mereka ke
tempat baru. (end)
#tantangan ODOP
Besar, “Friendship”
Comments
Post a Comment