![]() |
www.anginsenja55.blogspot.com |
Kamu menatap hujan
yang turun dari balik jendela kamar, hatimu merintih perih. Gelap di langit,
segelap hatimu mengingat dia.
Teringat ketika dia berkata
kepadamu, ”Say, aku sangat menyukai hujan. Aku tak tahu alasannya, tetapi aku
suka.” Pagi itu hujan turun dengan lebatnya, angin menggoyangkan daun mangga
yang berdiri kokoh di halaman. Mereka duduk di beranda, dia melipat kedua tangan
di dadanya. Mata redupnya menatap langit kehitaman. Sejuk semilir angin hujan
membelai pipinya yang putih pucat kedinginan. Entah kemana pikirannya melayang.
Hingga hujan menjadi sesuatu yang selalu dia rindukan jika tidak datang.
Waktu telah menggilas
detik detik yang berdetak. Berganti dengan
tahun-tahun yang penuh cerita. Begitu banyak mimpi yang dia coretkan di buku
agendanya. Dia sodorkan padamu, untuk meminta ijin dan pendapatmu. Kamu bergeming.
Beku. Ceramah panjang keluar dari mulutmu. Dia hanya tepekur mendengarkan,
wajahnya mulai berubah muram. Ada kesedihan. Namun, segera dia gantikan dengan
senyum dan anggukan penuh pengertian.
Ketika kamu pergi,
dia coret satu persatu mimpi yang dia tulis. Tak ada lagi agenda dalam buku
agenda. Namun, mimpi-mimpi itu masih tersimpan rapi di relung jiwanya. Kamu yang
tak pernah mencoba memahaminya. Emosimu membara ketika sarapan pagi terlambat
terhidang di meja. Dia hanya terdiam, rasa bersalah menerjang dinding batinnya
karena terbangun kesiangan. Tanpa sepengetahuanmu, dia habiskan beberapa jam
untuk membaca dan kemudian menuliskan sesuatu di dalam blognya, di dalam diarynya, di saat kamu tertidur dengan
pulasnya. Dia memakai satu-satunya leptop milikmu yang sering kamu bawa pergi
bekerja.
Pagi ini ketika
hujan lebat menyapa, kamu baru tersadar. Jika kamu tidak pernah membuatnya
bahagia. Ketaatannyalah yang membuat dia selalu diam, seperti yang di perintahkan
agama. Aku ingin tertawa, ketika batinmu berkata jika kamu ingin dia kembali
dan membiarkan dia mengejar semua mimpinya. Kamu terlambat, dia telah terbang
bersama mimpinya. Bukankah itu telah dia katakan saat dia meminta ijin padamu?
Hujan masih lebat diluar
sana. Airmata luruh membelah pipimu yang sudah mulai dipenuhi garis-garis
keriput, tanda usiamu mulai menua. Tubuh terguncang, penyesalan selalu ada di
kemudian hari. Kamu sadari kini, dia yang telah mengantarmu menjadi lelaki
sejati, lelaki yang di hormati.
Kamu kemudian
berlari menerjang hujan, menari didalamnya. Kamu teriakkan kepada hujan,
mengapa mengambilnya terlalu cepat. Pagi itu dia pergi menuju bandara diiringi
hujan lebat yang tidak pernah berhenti hingga keesokan harinya.
Diantara rinai hujan
kamu dekap erat diary biru, diary miliknya. Tulisan dilembar terakhir
membuatmu semakin meracau. Ketika kamu ingat, saat itu dia memintamu untuk
menemani, tetapi kamu lebih memilih menyelesaikan proyek baru yang selalu
menyita waktu kebersamaanmu dengan dia. Ketika kamu merasa begitu bodoh karena
tidak mengetahui, ternyata penyakit ganas itu telah bersemayam ditubuhnya dan menggerogoti
kecantikannya, kecantikan yang sebelumnya sangat kamu kagumi.
“Mimpi-mimpiku mungkin telah musnah. Aku tidak bisa
membiarkan kanker ini bersemayam di tubuhku. Kini, mimpi terakhirku adalah aku
ingin menemaninya seumur hidupku.”
Comments
Post a Comment