![]() |
sumber : www.sigambar.com |
“Apakah dunia ini gelap?Mengapa pandanganku samar,
nanar?”
“Tidak, dunia tidak gelap.
Terang benderang dengan sejuk angin sepoi meniupkan daun-daun yang menghijau di
tepian jalan.” Jawabmu jelas terdengar di telingaku.
Aku terdiam. Dunia yang suram. Tak
kulihat cahaya terang menghias jalanan. Tak kulihat bayang-bayang perdu yang
kokoh tinggi menjulang. Yang ada hanya awan hitam berarak diiringi teriak gagak yang
menyayat hati perlahan.
“Kamu bohong, aku tak melihat
mentari terang menyapa. Dunia sedang gulita.” Jawabku akhirnya.
“Bukalah kacamata hitammu.
Tengok dunia dengan mata hatimu. Dunia yang menawarkan keindahan. Hatimu yang
sedang kelabu, sepertinya.” Jawabmu lagi dengan lembut namun tegas terdengar
di telingaku.
Aku kembali terdiam. Perlahan menghela
nafas yang tertahan. Mata terpejam. Ingin melepaskan kacamata hitam yang kukenakan.
Masih melekat erat. Tidak semudah berkata melepaskan.
Bibirkupun masih beku. Aku laksana
seonggok tulang yang sedang tergeletak lunglai tanpa nyawa.
“Lihatlah dunia sedang tertawa. Mari
kita nikmati dunia, dengan senyum dan semangat yang membara. Jangan selalu
berduka. Aku ada selamanya untukmu.” Bisikan lembutmu menghidupkan nadiku yang
sebelumnya melemah.
Aku mengangguk ragu dan
melangkah perlahan di sampingmu. Kita melangkah bersama, menuju mentari.
Mentari tersenyum dan berkata, "Aku selalu bercahaya, hati kalian saja yang terkadang gulita.". (end)
Comments
Post a Comment