![]() |
sumber : google image |
Entah ini sudah malam yang ke
berapa, aku tak tahu, malam-malam ketika aku tanpamu. Mungkin ini malam ke lima
kamu mengabaikanku, aku tak tahu pasti. Malam tanpa kata-kata. Kulihat kamu membaringkan
tubuh dan terlelap begitu saja hingga keesokan harinya. Malam itu, kuingat,
terakhir saat kita bersama. Kita sama-sama mengeja kata, kata-kata cinta yang
kamu cipta dengan sepenuh rasa. Kini, aku merindukannya. Ya, aku rindu
kebersamaan kita.
Malam ini masih seperti malam-malam
sebelumnya. Kamu masih tak mengacuhkanku, sama sekali tak melirikku, apalagi mendatangiku.
Kupandang dari kejauhan, kamu hanya melenggang, mengambil buku bersampul biru
yang judulnya tak terlihat oleh mataku. Kamu membaringkan tubuh di atas kasur
beralas seprai berwarna biru langit, kesukaanmu. Ingin berteriak memanggilmu, tetapi
aku tak berdaya. Aku selalu bertanya, kapankah kamu akan menyentuhku lagi? Aku
rindu kamu!
Kini, aku bertanya-bertanya. Sesungguhnya,
ada apa dengan dirimu? Mengapa kamu mengabaikanku begitu saja? Wajahmu muram,
tak kurasakan semangatmu yang membara seperti biasa. Tidak inginkah mengungkapkan
apa yang sedang kamu rasai? Ya, mengungkapkan seperti biasa hingga hatimu
menjadi sedikit lega. Kemarilah! Ungkapkan yang kamu rasa. Kita menyatu dalam
rasa hingga hatimu menjadi lapang. Kemudian, kan kulihat senyummu mengembang.
Kemarilah, sungguh, aku rindu kamu yang dahulu.
Seperti malam kemarin yang
telah berlalu, di antara detak jarum jam yang bertengger di atas lemari kamar, kamu
mendatangiku. Hatiku membuncah, kudengar detak jantungmu makin mendekat. Aku yakin
bahwa malam ini kita akan mengulang kemesraan seperti biasa, menyatu dalam rasa,
menggelora. Puncak bahagia tercipta ketika kamu menyampaikan kata-kata yang
membangkitkan jiwa dan menguarkan semangat membara. Namun, ternyata, kamu hanya
menyentuh sesaat lalu memandangku lama. Meskipun kamu ada di depanku dan
memandangku, aku tahu bahwa pikiranmu melayang, kosong. Kemudian, kamu
berpaling. Membiarkan mataku berkedip-kedip hingga pagi, menatap punggungmu
yang terlelap. Sunyi. Lirih kuberkata, “Aku rindu kamu yang dulu.”
Malam ini, kamu mendatangiku
lagi, mengajakku bercengkerama. Jemarimu perlahan menyentuhku. Sentuhan jemari
yang sudah lama kurindu, kini kembali membuat semangatku menggebu. Namun,
tiba-tiba, kamu lepas jemarimu dariku. Iris matamu menatapku kosong. Aku
berbisik, “Jangan mengabaikanku lagi malam ini. Mari kita satukan jiwa. Jiwa
kita melanglang buana, melintasi batas pandangan mata, bersama merangkai kata.
Kamu dan aku seperti dahulu, yang selalu menyatu di malam-malam senyap. Aku
rindu kamu!
Kamu mungkin mendengar apa
yang kubisikkan. Tubuhmu perlahan maju. Jemarimu kembali menari di atas tubuhku,
menarik jiwaku untuk membersamaimu. Kita luruh bersama. Pikiran kita melintas batas,
menyibak tabir kehidupan. Detik waktu berlalu. Kini, aku kembali menemukanmu.
Kulihat senyum kepuasan di wajahmu. Kita telah menghasilkan rangkaian aksara
yang kamu yakin akan menyihir jiwa dan menggelorakan semangat.
Kamu bangkit dan berkata kepadaku,
“Kamu istirahat dulu, ya! Aku pun sama. Besok, temani aku lagi merangkai
kata.” Kemudian, hati kecil berbisik mesra, “Jangan pernah tinggalkanku terlalu
lama hingga membuatku merindumu lagi.”
Malam ini, aku merasa bahagia
Kamu telah kembali. Aku, sebuah laptop hitam yang selalu membersamaimu
merangkai kata. Semoga bisa menemanimu hingga akhir masa. (end)
Comments
Post a Comment