![]() |
Source : www.kanisiusmedia.com |
Tolong pergilah dariku. Mengapa kamu masih saja mengikutiku?
Kamu yang selalu menyelinap di ruang sempit. Hanya diriku seorang bisa merasai
kehadiranmu, meski mungkin masih banyak orang orang yang merasaimu sepertiku.
Tolong! Tolong bantu aku! Enyah dari hidupku. Kehadiranmu
telah menghancurkanku. Bahkan dia yang menyintaiku kini menjauh dariku,
karenamu.
Kamu adalah pembunuh hatiku yang baru tumbuh. Menyelinap,
menyusup, menyesap darah yang mengalir dan membekukan semua indera.
Karenamu, kini aku harus mencari cinta. Cinta di manakah
cinta? Lihatlah engkau datang menghapuskannya. Sedangkan dunia ini butuh begitu
banyak cinta. Cinta yang tulus hadir dari dalam jiwa. Maka aku berharap kamu
menjauh dariku dan lenyap seketika seolah tak pernah ada.
Nurani kecilku menangis menyebutmu, menyesali keberadanmu. Sosokmu
begitu kokoh mencengkeram ulu hati, menggerakan seluruh sendi untuk mengikuti
apa yang kamu mau. Kamu kasat mata tapi aksimu nyata. Karenamu, aroma darah
anyir yang mengalir bak sungai yang sedang banjir. Sukma-sukma yang melayang
dari raganya sambil menatap puluhan mata yang menangis perih.
Kamu tertawa terbahak melihatku merana. Merana karena tak bisa
melawanmu yang bersemayam di dalam dada. Kamu berkata, ”Tak perlu kamu melihat
dunia yang sudah kubuat pora poranda. Lihatlah dirimu sendiri! Aku bisa pergi,
tapi aku hanya ingin melihat seberapa besar usahamu menghalauku pergi.”
Gema tawamu semakin menggema, memperolok-olok diriku yang semakin
tak berkutik lagi. Aku lunglai, mengingat waktu yang telah berlalu. Aku yang telah membunuh diriku sendiri. Semuanya karenamu, kebencian. Ya tak salah lagi,
semua ini karenamu, kebencian. Maka, aku harus segera menghalaumu pergi. (end)
Comments
Post a Comment