![]() |
www.pixabay.com |
Kamu berkata padaku suatu hari,
hari di saat rintik hujan menetes perlahan membasahi bumi. Saat itu hatiku
gersang, jiwaku resah, mendung menggelayut wajah.
“Apa yang terjadi denganmu,
akhir akhir ini?”. Matamu menatapku menanti jawaban yang bisa meyakinkan
hatimu. Aku hanya terdiam membisu. Berputar bentangan waktu yang telah berlalu.
Aku sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
Cinta
Benci
Keraguan
Semua menghantui hatiku. Aku seperti
patung yang membisu. Tidak bisa melakukan sesuatu, tidak ada yang bisa
kuhasilkan selain hanya menggerogoti waktu yang berlalu dengan melamun
memandang tembok yang berdiri kokoh di hadapanku.
“Apa yang terjadi denganmu,
akhir akhir ini?” tanyamu lagi.
“Aku juga tak mengerti,” jawabku akhirnya, leirih nyaris tak terdengar telingaku sendiri.
“Aku juga tak mengerti,” jawabku akhirnya, leirih nyaris tak terdengar telingaku sendiri.
Kini matamu tajam menatapku,
seakan ingin menumpahkan segala rasa yang bergejolak di hatimu tentangku.
“Sini kuberi tahu. Hilangkan
semua energi negatif dari hatimu. Kamu istimewa. Lakukan semuanya dengan
sepenuh hati, sepenuh rasa, sepenuh cinta. Jangan buang waktumu percuma. Sekali
lagi, kamu istimewa.”
Aku hanya menghela nafas
dalam-dalam. Bulir airmata menetes perlahan mendengar tutur katamu. Hatiku lirih
berkata, ”Mungkin benar aku istimewa, seistimewa dicintai olehmu. Mungkin jiwaku
sedang lelah, namun ternyata aku tak pernah lelah mencintaimu, lelaki istimewa.”
(end)
Comments
Post a Comment