![]() |
www.id.wikipedia.org |
Aku
tidak tahu bagaimana caranya kamu bisa menemukanku. Rasanya dunia sudah kukunci
untukmu, agar kamu tidak bisa masuk lagi ke dalam duniaku. Tak ada lagi kontak
mu di hapeku, di semua akun medsos.
Hanya namamu tersimpan di sini, di dalam hati. Namun, sudah lama kucoba
menguburnya. Mengikuti berbagai macam komunitas, aktif di dalamnya. Hingga tak ada
waktu lagi untuk memikirkanmu barang sesaat.
Tapi
nyatanya, sosokmu pagi ini berdiri tegap di depan kamar kostku. Sesungging
senyum hadir di wajahmu yang teduh. Pancaran binar bola matamu masih seperti
dulu, menatapku hangat dengan kilatan cahaya penuh kasih dan keriduan. Sosok
tinggi dengan potongan rambut tipis, lesung pipit yang menghias pipi jika kamu
tersenyum, kaos oblong dibalut kemeja yang kancingnya kamu biarkan terbuka,
celana jeans warna biru dan tas ransel warna hitam menghias punggungnmu. Aku
terhenyak dan terpaku. Hingga aku lupa mempersilahkanmu duduk di beranda kamar
kostku.
“Kenapa
menghilang dariku?” tanyamu penuh rasa ingin tahu. Ada nada lara terdengar di
sana, sedang iris matamu menghujam kearahku.
Aku
bisu, tiada kata yang bisa mewakili perasaanku untuk menjawab pertanyaanmu yang
terdengar sederhana. Aku lebih memilih menjawab soal Pythagoras dibandingkan
menjawab pertanyaanmu ini. Aku hanya tertunduk, kuremas-remas jemariku
bergantian.
“Aku
kesini ingin memberikan ini padamu,” katamu sambil menyodorkan sebuah buku.
Mataku menangkap namamu dan sebuah nama yang lain disana.
“Buku
pertamamu?” tanyaku akhirnya, perlahan.
Kamu
mengangguk.
“Selamat
ya,” ucapku getir. Kamu hanya tersenyum dan memandangku.
Sunyi
sejenak. Hanya terdengar deru mesin motor yang lalu lalang di di depan rumah kost.
“Rim,
kenapa kamu menghilang dariku? Bersyukur aku masih menyimpan alamat rumah yang
pernah kamu berikan padaku dulu. Aku kemarin ke Yogja, dan kucari rumahmu.
Ketemu sama ibu di sana.”
Aku
hanya terdiam, kutimang-timang novel karyamu. Pikiranku mengembara mengingat persahabatan
kita dulu yang begitu sempurna. Hingga kemudian sosok lain datang bagaikan
sembilu yang setiap saat mampu merobek-robek hatiku. Aku terjatuh dan terjatuh.
Sosokmu masih menawan di hatiku, namun kusembunyikan luka ini dari tatapanmu. Akhirnya
hatiku memutuskan, aku tak mau sakit berulang kali. Kutinggalkan dirimu
perlahan saat kamu sibuk menggarap sebuah proyek kepenulisan bersama dia yang
juga ambil bagian.
Aku
hanya menggeleng perlahan.
“Rima,
aku akan menikah,” ujarmu tegas, tanpa ada nada ragu terdengar.
Kata-katamu tiba-tiba membuat hatiku remuk redam. Aku
mendongak, mencari sebuah kebenaran dari sorot matamu. Kamu senyum dan mengangguk.
“Selamat
Ryan!” ucapku perlahan. Kusembunyikan beningan kristal yang hampir luruh
menggenangi mataku. Mengalihkan pendangan dari wajahmu.
“Oya
Rim, aku pamit ya. Suatu saat kita akan bertemu dan bersama lagi.”
Hatiku
benar-benar terguncang. Jadi maksud kedatanganmu ini? Memberikanku sebuah
novel, novel duetnya dengan seseorang yang sosoknya menggoreskan luka di hati.
Dan mengabarkan rencana pernikahannya? Dengan wanita yang tertulis disampul
novelnya kah? Sempurna sudah kisah hidupku dengannya.
Aku
hanya bisa menatap punggungmu yang beranjak perlahan meninggalkan teras dengan
pilu. Kisah kita mungkin harus berakhir. Namun, tiba-tiba kamu berbalik dan
berdiri di depanku. Tatapan matamu bagai elang yang menggetarkan dadaku.
“Rima
aku akan menikah denganmu. Ibu sudah memberi restu. Jangan pernah tinggalkan
aku lagi. Karena aku akan menemukanmu! (end)
Comments
Post a Comment