![]() |
www.pixabay.com |
“Kamu
mau jadi apa kalau seperti itu terus kelakuanmu?” teriakku padamu yang hanya
menatapku lesu. Meringkuk di sudut kamar kemudian kepalamu berpaling,
menjauhkan perhatian dari tatap mataku.
Kamu
bergeming. Aku sungguh risau. Sudah hampir sebulan tak ku dengar aumanmu. Kamu yang
dulu berdiri tegap, melangkah, menatap masa depan dan kamu ceritakan
mimpi-mimpimu padaku. Namun, semua kini lesu.
“Apa
yang bisa kubantu?” tanyaku padamu. Langkah kaki mendekat, tangan kuulur membelai
mesra kepalamu. Kata-kata manis berisi penyemangat kubisikkan. Namun, kamu
masih bergeming. Kamu abaikan keberadaanku. Darahku naik keubun-ubun. Kutatap wajahmu
yang masih muram dengan penuh kemarahan.
“Kamu
mau mati?” sengit teriakku. Namun, telingamu seperti tuli. Kamu tetap diam
membisu.
“Kamu
mau mati?” teriakku lagi. Kamu menoleh sejenak. Namun, lagi-lagi kamu palingkan
wajahmu ke arah lain. Aku terdiam menahan emosi yang hampir meluap.
Baiklah,
sepertinya kamu tak peduli lagi dengan masa depanmu sendiri.
Baiklah,
mungkin kamu tak butuh aku lagi. Namun, aku berharap kamu raih mimpi yang
pernah kamu katakan padaku di suatu malam yang sunyi.
Kakiku
melangkah pergi meninggalkan ruangan yang muram tanpa mimpi. Meninggalkanmu duduk
meringkuk melipat kaki. Kamu, mayat hidup yang hidup segan matipun seolah tak
mau. Semoga kamu tahu jika aku tak pernah bisa mengabaikanmu, karena aku
mencintaimu. (end)
Comments
Post a Comment