![]() |
sumber:www.kartun.co |
Selalu ada goldenways setiap kita bersama. Kita duduk
berdua, kemudian mulutmu berbuih menceritakan perjalananmu ke berbagai negara. Aku
tak pernah menganggap sombong ketika kamu menceritaka setiap perjalananmu,
karena justu dari kamulah aku bisa berjalan-jalan ke berbagai negara dan
membayangkan betapa amazingnya andai kita bisa mengenal budaya dari berbagai
negara secara langsung.
“Kamu tahu berapa ukuran
sewa tanah di negeri korea untuk tanah seluas bujur tubuh kita?”. 500 ribu,
terkaku. Kamu menggeleng. Satu juta duaratus, terkaku lagi. Kamu menggeleng. Sepuluh
juta, kamu menjawab sambil menatapku jenaka. Mulutku ternganga. Kamu mengangguk
pasti.
“Rencanakanlah
perjalanan ke negeri-negeri orang. Kamu akan belajar banyak dari setiap
perjalananmu,” nasehatmu kemudian.
Travelling adalah impianku. Tapi membayangkan gajiku yang tidak seberapa,
aku bisa menghitung uang tabunganku dalam setahun.
“Mengenal budaya
negara lain lewat bacaan itu bagus, tapi akan lebih bagus lagi ketika kamu bisa
mengenal budaya mereka secara langsung, mengenal karakter mereka yang terkadang
membuat kita kesal,” nasehatmu lagi. Aku hanya mengangguk dan semangatku tumbuh
untuk bisa bepergian ke berbagai negara suatu hari nanti.
Kemudian suatu hari
aku mengadukan padamu tentang kegagalan karirku. Seperti biasa nasehatmu
selalu menguatkanku. Kamu dengan santai berkata, ”Mungin kamu saat ini merasa
menjadi yang terburuk, tetapi percayalah masih ada orang yang nasibnya lebih
buruk dari kamu, meski masih banyak juga orang yang nasibnya lebih baik darimu. Kita
syukuri dan kita perbaiki agar semuanya lebih baik dari saat ini.”
Itulah nasehat
terakhirmu yang kuingat hingga kini. Nasehat yang tak pernah kulupa. Tahukah kamu
jika yang kamu nasehatkan itu benar adanya? Kemarin seorang teman datang
padaku, tiba-tiba dia memelukku dan menyandarkan tangisnya di pundakku. Aku tertegun
saat itu. Setelah isaknya reda, dia bercerita jika rumahtangga yang dibangunnya
sudah tidak seindah istana. Lelakinya bermain api. Ini bukan sekalinya dia
bercerita. Sudah lebih dari hitungan jari tangan kananku. Coba kamu bayangkan bagaimana perasaanmu jika selain
bermain api, pasangan juga menjelek-jelekkan dirimu di hadapan khalayak
ramai? Di akun grup alumni sekolah pasangan hidupmu? Kemudian teman-teman
pasangan hidupmu itu menanyakan langsung kepadamu tentang kebenaran dari berita
yang dibawa pasangan hidupmu, bagaimana perasaanmu? Bahkan aku yang
mendengarnya saja murka. Ingin kubawa martil ataupun golok untuk mencincangnya.
Sungguh tega.
Akupun terdiam
mendengar ceritanya, betapa perih apa yang dialaminya, kemudian
pikiranku melayang pada nasehatmu, melayang pada kehidupanku. Betapa aku harus
mensyukuri segala apa yang dititipkan Tuhan kepadaku. Lelaki yang mencintaiku apa
adanya, anak-anak yang selalu membuatku tertawa, pekerjaan yang begitu kusuka,
teman-teman yang mencintaiku sepenuh jiwa. Tak perlu bukan aku mengeluhkan apa
yang tidak kupunya?
Kini aku rindu padamu lagi, rindu dengan segala goldenwaysmu
dan juga cerita dalam setiap perjalananmu -terakhir kabarmu, kamu sedang
melakukan perjalanan ke Phuket, Thailand-. Kutunggu ceritamu. (end)
Comments
Post a Comment