Skip to main content

Kamu dan Ikan-Ikan Berenang

www.id.aliexpress.com
Sudah beberapa minggu ini rumah bisu membeku, tetapi terasa panas di dalam. Tidak setiap hari tepatnya, hanya di akhir-akhir minggu. Kebisuan akan terus menyelimuti rumah ini. Semuanya disebabkan hanya karena aku merasa kesal karena kamu tidak mau mendengar perkataanku. Jumat pagi, pertengkaran itu selalu dimulai. Sabtu pagi rumah ini sepi. Namun, hawa panas menyelimuti. 
Kamu memang lelaki keras kepala. Sudah beberapa kali dibilang, jika tidak perlu pergi memancing lagi. Ikan sudah tidak ada. Mereka semua sudah terbang ke langit. Kamu mengataiku gila. “Mana ada ikan terbang ke langit?” katamu sambil mendengus kesal, kemudian menyeruput segelas kopi hitam sebelum pergi berangkat memancing pagi itu. Aku tinggalkan dirimu melangkah ke kamar. Kudengar pintu depan dibanting dengan keras. Kamu pergi, mungkin dengan dada yang mendidih.
Pada suatu petang, ketika aku menyembelih ikan yang kamu bawa pulang. Ikan dengan mata lebar, menatapku tajam. Besarnya lebih dari seluas telapak tangan, mungkin sekitar satu kilo. Mulutnya yang tebal bergerak, siripnya bergoyang. Seketika tanganku terdiam. Kuperhatikan dengan seksama. Mulutnya benar-benar bergerak. Ini mungkin fantasiku belaka, karena baru saja menonton film Finding Nemo. Tapi, kudengar sebuah suara, “Mungkin ini terakhir kalinya suamimu mendapatkan ikan ketika memancing. Kami, ikan-ikan akan pindah ke langit. Aku mematung. Kutanya, "Mengapa?" Ikan hanya terdiam, melotot tajam, tapi tak bergerak lagi, pun siripnya. Akhirnya kubelah ikan, kugoreng, kemudian menjadi santapan makan malam. Kulupakan tentang ikan. Kunikmati gurih daging lezat yang dia tawarkan, hingga hanya tinggal tulang-belulang yang kusisihkan untuk si belang yang sudah mengeong-ngeong di depan tak karuan.
Aku selalu terngiang-ngiang dengan ucapan ikan. Meski aku bimbang itu khayalan atau benar-benar sebuah pesan yang ingin disampaikan olehnya. Mengapa mereka akan pindah ke langit? Mungkin perairan sudah tak bersahabat lagi dengan mereka? Atau mungkin manusia terlalu serakah menguasai hasil laut yang tenyata tidak hanya ikan saja? Kenapa? Kini kekesalanku kepadamu terkikis oleh rasa penasaran. Aku ingin kamu segera pulang dan benar-benar membawa hasil pancingan. Mungkinkah ikan yang akan kamu bawa pulang juga akan membawa pesan?
Sore menjelang magrib, kamu pulang. Wajah merah terbakar matahari dihias kelelahan. Aku menyambutmu dalam diam, segelas kopi sudah terhidang di atas meja makan.  Kita duduk berseberangan, kupandang wajahmu yang terdiam menikmati kopi hitam; asapnya yang masih mengepul; kamu sesap perlahan. Kita masih terdiam, tapi tersimpul satu jawaban jika kamu mengiyakan apa yang telah kukatakan. Kali ini hanya satu ekor ikan kamu bawa pulang, mungkin ikan pembawa pesan bagi pemancing seperti lelakiku. Kuharap begitu, agar aku dan kamu tahu kepastian akan berita kepindahan ikan-ikan ke langit.
Kupandang satu ekor ikan yang kamu bawa pulang, jenis ikan yang sama, yang kamu bawa pulang beberapa waktu lalu. Mata besarnya seolah melotot ke arahku. Kubiarkan, aku menunggu, andai dia ingin menyampaikan sesuatu. Beberapa saat berlalu, aku menyimpulkan jika ikan itu tidak akan mengatakan sesuatu. Kuayunkan pisau untuk memotong mulut besarnya, sebelum membelah dan membersihkan kotoran di dalam tubuhnya. Namun, sebuah suara kembali menghentikanku. “Tunggu! Aku ikan terakhir. Esok lagi tak akan ada ikan di perairan”. “Kenapa?” tanyaku. “Kami akan pindah ke langit, mungkin juga ke bulan. Dimana tidak akan ada lagi manusia yang suka mengkambinghitamkan garam di mana kami selau berenang di dalamnya.”
Duabulan sudah kamu tidak pernah memancing. Ikan telah menghilang dari perairan. Gelisah sikapmu karena harus kehilangan sebuah kemenangan ketika bisa medapatkan ikan dari joran yang kamu jatuhkan ke lautan atau ke dalam kolam ikan. Hingga pagi ini kamu memutuskan untuk pergi ke kolam pemancingan. Ada rindu di matamu. Aku hanya mengangguk mengiyakan ketika kamu berpamitan, dan memandangmu yang pergi dengan tas berisi joran di punggung bidangmu.
Kutunggu kepulanganmu dengan penuh kecemasan. Larut, hari hampir tengah malam. Namun, wajahmu penuh kebahagiaan. Tak ada cerita apapun yang keluar dari mulutmu. Setelah membersihkan diri, kamu kecup keningku dan tertidur pulas di sampingku. Wajahmu kembali ceria seperti dulu, saat hari ikan-ikan masih berenang di perairan.
Sore di hari berikutnya kamu berkemas. Menceritakan padaku akan sebuah perjalanan ke bulan. kamu bilang malam ini akan akan ada kereta uap yang pergi ke sana. Kamu ingin menumpang di dalamnya hingga bertemu ikan-ikan yang telah berpindah ke langit dan mungkin juga ke bulan seperti pesan terakhir ikan yang kamu tangkap beberapa waktu lalu. Aku tercengang. Kini kubilang kamu yang gila. Kamu menggeleng dan meyakinkan diriku jika akan ada kereta uap yang berhenti malam ini di depan rumah dan membawanya pergi ke langit. Aku akhirnya hanya terdiam mengiyakan, melihat apakah kamu meracau atau ini akan menjadi kenyataan.
Tepat jam duabelas malam, benda yang kamu tunggu datang. Mataku terbelalak tak percaya. Aku seperti tersihir menatapmu bergegas menapakkan kaki menaikinya. Bibir dingin yang tak asing mengecup kedua pipiku sebelumnya, dalam samar kudengar kamu berkata,”Jika rindu aku, tataplah langit! Aku akan berenang bersama ikan-ikan. Kamu pasti akan menemukanku di antaranya.” Aku masih terpaku ketika gerbong-gerbong berwarna pekat saling bertautan itu bergerak perlahan meninggalkan halaman. Merangkak naik menuju langit. Tanganmu melambai ke arahku diiringi pancaran mata bahagia. Cerobong asap terlihat mengepulkanan uap panas dan semangkin melesat meninggalkanku yang masih terpana.

Sejak hari itu aku sendiri, sepi. Aku mulai merinduimu. Kutatap langit. Kulihat ikan-ikan berenang di atas sana.  Mungkin kamu di antaranya. Pesawat terbang perlahan membelah kerumunan ikan dilangit. Kini aku seperti tinggal di seaworld. Setiap kutatap langit, ikan-ikan hilir mudik berenang dilangit. Mungkin kamu di antaranya, menatapku yang mencarimu dan melihat pancaran kerinduanku akan hadirmu di sini, di sisiku. (end)

#Tantangan ODOP materi 10

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,