Skip to main content

Dariku Untukmu

        
source : www.pixabay.com
          Malam itu langit penuh bintang dan bulan yang bentuknya belum sempurna ikut menghiasnya, menyaksikan umat-Nya mengumandangkan takbir di setiap penjuru masjid. Namun, takbir itu tidak bisa mengubah hatiku yang kosong saat kata pamitmu bergemuruh di setiap rumah yang kamu singgahi. Aku hanya bisa mematung memandangmu. Takbir itu tidak bisa mengubah, rasanya masih sama seperti beberapa hari sebelumnya, kosong. Rasa yang akhirnya memenjarakan jemariku untuk merangkai cerita meskipun beribu-ribu kata berdesakan di kepala, seolah protes karena mengurungnya begitu lama.
          Kehilangan seseorang yang kita cintai menimbulkan rasa sakit yang serupa dengan ditusuk seribu jarum di bola mata. Rasa sakitnya begitu hebat, sampai kita tidak bisa bergerak, dan bahkan bernafas pun terasa sulit (1)
          Aku mengakui kebenaran kalimat itu, ketika akhirnyapun kamu tetap melangkah pergi. Jika aku seorang pencinta(2) mungkin aku terlihat seperti patah hati. Tetapi, ini lebih tepatnya seperti rasa kehilangan dari sebuah ikatan platonik yang terjalin. Mungkin seperti apa yang dirasakan Bus kepada Beliau. Jikalaupun tidak bisa disamakan, mungkin seperti itulah rasanya, tidak jauh berbeda. Jika belum jelas mungkin bisa bertanya kepada Bus yang bersangkutan.     Maka biarkan airmata mengalir untuk menghapus setoreh lara di dada atas kepergianmu, karena airmata Beliau pun mengalir deras berhari-hari memenuhi bumi atas ketiadaan Bus yang dimusnahkan Si Jahanam. Maka, untuk kami yang melankolis ini, airmata adalah salah satu pengejawantahan rasa meski terkadang bukan hanya untuk sebuah lara.
          Sehari setelah kepergianmu, sebuah surat nyasar di kotak suratku. Aku tak yakin surat itu ditujukan kepada siapa. Namun, rasa penasaran membuat jemariku menyobek sampulnya. Mataku tak lepas dari setiap deret hurufnya. Otakku bekerja sempurna, aku mengenali setiap untaian kata yang tertera di sana. Itu dari kamu. Isi surat itu menjelaskan kepergianmu.
          Setiap kamu bercerita tentang kecoa, aku selalu teringat sama si Nad. Si Nad yang tidak beliau ijinkan menjadi ikan. Si Nad yang beliau biarkan mati begitu saja, bahkan airlaut pun Beliau tidak mengiijinkan untuk menyentuhnya. Maka spontan saja sesaat setalah membaca suratmu, bayangan Si Nad menari-nari di kepala dan ingin kubilang padamu jika dia sudah mati tertimpa batu dan Beliau membiarkannya begitu saja. Aku hanya berharap tak ada kecoa-kecoa lain yang bernasib tragis seperti Nad, atau seperti kecoa dalam ceritamu, yang mati mengenaskan di sisa kuah lontongmu, atau mati kaku di sisa ampas kopimu. Ah, kecoa dalam ceritamu terlalu banyak maknanya dan otakku terlalu bebal untuk bisa mengartikannya.
          Oya, mungkin sebenarnya kamu sedang tidak bosan naik roller coaster, tetapi sesungguhnya memang sedang tidak naik roller coaster. Mungkin sebenarnya sedang naik bus tua yang hampir pensiun karena rodanya sering enggan di ajak bergerak apalagi ngebut seperti kesukaanmu yang suka dengan sensasi adrenalin. Itu hanya kemungkinan yang ingin aku sampaikan seperti yang kamu bilang dalam surat, jika sumbatan darah di balik batok kepala membuatmu susah mengingat. Meski begitu, aku akan bilang kepada penjaga roller coaster untuk segera mengecek kondisi roller coasternya, agar para penumpang yang duduk di sana masih bisa menikmati sensasi adreanlin yang ditimbulkan. Mungkin juga mereka harus melakukan inovasi lagi, agar kelak roller coaster bisa di nikmati tanpa sabuk pengaman. Itu saat kamu berjanji akan kembali menaiki roller coaster bukan?
          Aku pasti menunggumu kembali dengan suka cita. Aku akan memastikan penjaga roller coaster sudah menyampaikan ke tim engineering untuk melakukan inovasi, agar kelak jika kamu kembali tidak akan merasa kecewan lagi.  Kecewa karena ternyata roller coasternya masih sama, menggunakan sabuk pengaman. Tolong pastikan nyawa kecoa terselamatkan, kemudian kamu kembali dan tersenyum menaiki roller coaster tanpa sabuk pengaman. Aku menunggu saat itu terjadi. (end)

(1) Dikutip dari buku Semua Ikan di Langit karya Ziggi Z. Bus, Beliau, Si Jahanam dan Nad adalah nama-nama yang diambil dari buku tersebut dan beberapa kisahnya.

(2)Dikutip dari tulisan Ryan untu sahabatnya

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,