![]() |
sumber www.blogdivapress.com |
Membaca buku Hari Anjing-Anjing
Menghilang bagi saya seperti diingatkan ke masa perubahan ekonomi yang terjadi
pada tahun 1998. Saya benar-benar mengalami hal itu, ketika harga tiba-tiba
melambung tinggi. Ketika belanja ke pasar, harga seikat sawi yang biasanya
hanya RP 500,00 tetapai semenjak kejadian Mei 1998, uang limaratus perak tidak
mampu lagi dibelanjakan seikat sawi.
Itulah mengapa,
membaca Buku Anjing-Anjing Menghilang terbitan Divapress ini seolah membukakan mata saya atas apa
sesungguhnya yang terjadi pada hari itu. Saya menyukai semua sudut pandang yang
di sajikan dari enambelas cerpen dalam buku tersebut, dan
sungguh membuat saya tidak meragukan lagi bahwa otak manuisa itu bekerja sangat
unik. Enambelas cerpen dengan tema yang sama, tetapi tidak ada satupun cara penuturannya sama,
meski akhirnya saya bisa menarik kesimpulan dari setiap cerita bahwa sesungguhnya
tragedi Mei 1998 terjadi karena ditungganggi sebuah kepentingan pribadi atau
oknum. sehingga dari sini saya pun kembali menarik kesimpulan jika pelaku
kerusuhan Mei 1998 sungguh tidak mempunyai hati dan mereka mungkin penjelmaan
Iblis yang paling jahat dari yang terjahat. Bayangkan! Iblis yang paling jahat
dari yang terjahat.
Salah satu cerpen
yang saya suka adalah cerpen yang diceritakan dari sudut pandang sebuah jaket
almamater yang di kenakan seorang mahasiswi bermata sipit. Jaket itu bisa
menceritakan secara detil kejadian yang dialami tuannya tersebut. Jika boleh mengumpat mungkin saya akan bilang “Dasar Iblis neraka
jahanam” bagi pelaku yang merenggut kebahagiaan gadis pemilik jaket itu. Selain Cerpen yang diceritakan dari sudut
pandang jaket ini, saya juga menyukai cerpen yang berjudul Lengsernya Paman
Gober. Meskipun dengan gamblang saya bisa mengetahui siapa saja tokoh yang
diceritakan di dalam cerpen tersebut, tetapi penulis bisa menceritakannya
dengan manis.
Membaca ke enambelas
cerpen yang di tulis oleh enambelas cerpenis muda di dalam buku Hari Anjing-Anjing Menghilang ini, saya ingin menyimpulkan
bahwa sesungguhnya kejadian Mei 1998 tidak seharusnya terjadi sebrutal ini, kejadian ini seperti sebuah kejahatan dunia yang pada kenyataanya tidak bisa diadili. Penulis-penulis di sana
seolah ingin membukakan mata dunia bahwa kejadian itu bukan hanya murni terjadi
karena reformasi, di belakang reformasi orde baru ada banyak puluhan nyawa yang
tak berdosa yang menjadi tumbal atas perubahan kekuasaan yang ada. Mereka juga
ingin mengatakan jika semesta menangis melihat kejadian ini, manusia-manusia
yang mereka elu-elukan menjadi pelindung dunia, tetapi ternyata adalah manusia-manusia
biadab tak berhati nurani itu sendiri yang menghancurkannya.
Buku Hari-Hari
Anjing Menghilang sungguh membukakan mata saya atas peristiwa biadab yang terjadi
saat itu. Namun dari sisi dunia kepenulisan saya bisa mengambil pelajaran jika
sebuah cerita bisa disajikan dengan apik dari sudut cerita mana saja. Good job
untuk penulis buku Hari Anjing-Anjing Menghilang, (end)
Comments
Post a Comment