![]() |
sumber : www.pixabay.com |
“Cepat ke ruanganku,
panggil juga Uky, Dewi dan Indah!” Skypeku berkedip-kedip. Nama boss tertera di
sana. Segera kupanggil Uky, Dewi dan Indah untuk segera bergegas ke ruangan Bos. Angka tigabelas dengan huruf kecil tertempel di daun pintu bagian atas.
Kami menamai ruangan berukuran 3x 3 M itu sebagai ruangan keramat. Seperti keyakinan
di masyarakat luas, jika angka tigabelas adalah angka keramat.
Kami berdiri di
hadapan boss dengan hati berdegub. Tatapan mata boss penuh selidik, serasa menguliti
kami tanpa ampun. Wajahnya tanpa senyum.
“Siapa yang nonton
saat kerja?” tanyanya garang. Kami terdiam. Hembusan angin dari AC yang
menempel di dinding, tepat di atas kepala Boss, mengelus pori-pori kulit. Bulu
kuduk kami terasa berdiri, dingin menelusup ketulang. Spontan tangan kami
bersedekap.
“Cepat pakai jaket,
biar tidak kedinginan! Sepertinya kita akan lama,” perintah bos sambil matanya
mengarah ke gantungan jaket yang biasanya di peruntukan untuk tamunya. Kaki
kami berempat hendak beranjak, tetapi ku urungkan. Meski dingin merasuk tulang,
tubuhku lebih besar di antara ke tiga temanku. Aku percaya masih bisa bertahan
di ruangan ini, meski harus semakin merapatkan tanganku dan sesekali
menggosokkan kedua telapak tangan.
“Jadi siapa yang
nonton film di saat jam kerja?” nyalang mata boss menatap kami, tapi sepertinya pikiran kami hanya tertuju pada gigil ruang ini yang mrbuat kami hampir membeku. (end)
#FF 18 derajat
Comments
Post a Comment