Skip to main content

Anjing-Anjing Mbah Surip

sumber : www.myspaceandstory.blosgspot.co.id

“Anjing keparat,” umpatku menahan kantuk yang masih mendera. Kesal rasanya. Suara gonggongan anjing itu mengganggu tidur lelapku. Kucoba menutup telinga dengan kedua bantal. Namun, gonggongannya semakin menusuk telinga. Aku terduduk dengan kepala terhuyung, menahan pusing. Kulangkahkan kaki ke kamar belakang, kamar adikku, berharap suara gonggongannya tak terdengar lagi.
Sejak kepindahan Mbah Surip di depan rumahku dengan empat atau lima anjingnya, aku tiba-tiba mengidap sakit kepala.  Setiap jam 4 pagi, anjing-anjingnya akan menyalak mengantar kepergian mbah Surip ke pasar. Aku yang terbiasa tidur dini hari tentu saja sangat terganggu, sebab setelah aku terbangun karena salak anjing yang tak henti, aku tidak bisa memejamkan mata lagi meski begitu lelah.
Pagi ini kepalaku terasa berat. Setiap akan bangkit, bumi terasa berputar kemudian semua isi perut keluar. Ibu memintaku untuk istirahat. Tubuhku pun terasa lemah dan aku pasrah. Hari ini aku bolos masuk kerja. Bosan berbaring di kamar, aku berbaring di bangku panjang yang berada di teras. Menatap anjing-anjing mbah Surip yang tertidur nyenyak di bawah bangku tempat mbah Surip duduk sambil menyedot lintingan rokok.
“Kok nggak kerja, Le?” tanya mbah Surip yang kini duduk di depanku.
“Pusing, Mbah,” jawabku malas. “Ini semua gara-gara anjingmu yang bising itu, Mbah,” batinku kesal.
“Mbah tahu obatnya ni, besok tak bikinin sop, Le.  Sop spesial hangat yang membuat aliran darah semakin lancar. Tubuhmu akan semakin enak.” Aku hanya terdiam. “Yo uwis, istirahat sana, Le.” Mbah Surip meninggalkan teras, anjing-anjingnya yang berjumlah lima terbangun dari tidur dan menyambut mbah Surip yang kemudian duduk di atas bangku bambu. Menerawang menatap langit sambil menyedot tembakau linting di sela-sela jemarinya. 

***
“Ada sup dari Mbah Surip untukmu, Nang.” Ibu masuk sambil menenteng rantang yang di dalamnya berisi sup daging. Tiga hari berturut-turut, setiap pagi mbah Surip mengantarkan sup yang sama. Meski masakan mbah Surip terasa aneh, namun aku mencoba sedikit. Merica dan bawang putih terasa kuat di dalam kuahnya. Itu yang mungkin membuat tubuhku menghangat dan ada semangat baru setelah menyantapnya.
***
Nyalak anjing pagi ini tidak terdengar ramai seperti biasanya. Namun, tentu saja masih membuatku terbangun dan sedikit pusing kepala. Kali ini kuisi waktu menunggu pagi sambil jogging di halaman. Anjing-anjing mbah Surip terduduk dan menyalak setiap ada orang lewat . Tapi tunggu dulu! Satu…dua…tiga, anjing mbah Surip tinggal 3.
“Bu, anjing mbah Surip kok tinggal tiga. Kemana yang dua?” tanyaku pada ibu yang kebetulan berdiri di sampingku menunggu adzan subuh berkumandang.
“Mungkin dijual, Nang. Kemarin mbah Surip mau pinjam uang sama Ibu. Tapi Ibu belum bisa pinjamin. Bapakmu kan belum gajian.” Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan ibu. 
***
Kutenteng rantang sop milik mbah Surip setelah Ibu berteriak untuk mengembalikannya. Anjing-anjing mbah Surip tertidur di sudut halaman. Mereka tak akan gusar dengan kedatanganku. Mereka sudah kenal baik dengan bau tubuhku. Pintu yang terbuka sedikit kudorong perlahan. Kupanggil nama mbah Surip berulang. Namun, tiada sahutan. Kulangkahkan kakiku ke belakang, bermaksud menaruh rantang di dapur. Kudengar suara sedikit berisik di halaman belakang. Sepertinya mbah Surip ada di sana. Kupastikan kakiku melangkah dan sebelum kupanggil nama mbah Surip, aku begitu terpana.

Seketika perutku diaduk-aduk. Kepalaku berputar-putar. Rantang di tangan terjatuh begitu saja dan sepertinya mengejutkan mbah Surip. Dia menoleh kepadaku. Namun, sebelum isi perutku mengotori lantai, aku segera berlari menuju rumah. Aku sudah tak kuat lagi menahan mual. Tubuhku terhuyung. Di halaman, isi perut membuar hampir tidak ada yang tersisa. Ibu tergopoh-gopoh mendatangiku. “Ada apa ini?Kenapa, Nang?" ucap ibu panik. Samar-samar kulihat Mbah surip berdiri di depan pintu dan parang yang masih ada di genggamannya. Masih dalam samar kulihat dua anjingnya mendekati Mbah Surip. Tunggu. Tinggal dua? kutajamkan penglihatanku di antara mual yang menusuk, mencari kepastian. Ya, tak salah lagi anjingnya tinggal dua. Seketika perutku kembali mual. Teringat ayunan parang mbah Surip memenggal binatang di halaman belakang. Dan sup itu…? Oh, Tuhan. Aku terhuyung dan gelap. (Sekian)

#30DWC
#Day5
#OneDayOnePost

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,