![]() |
www.pixabay.com |
Melihat logo yang
tergantung di langit-langit, kamu seperti kesurupan. Sedang tenagaku tiba-tiba seperti disedot habis olehmu.
“Kamu tunggu si sini
saja, Yang.” Ucapmu dengan ceria sambil mendorong kereta belanja. Kumainkan
gawai, menantimu yang pasti akan membuatku terkantuk-kantuk di sini, di bangku besi di depan pintu masuk departemen store ternama yang berada di dalam mall ternama di Jogja. Namun, kali
ini mataku beredar. Pintu kacanya tiba-tiba mengingatkanku pada dia. Padahal pada kenyataanya dia amat sangat jarang menginjakkan
kakinya ke bangunan tinggi yang bernama mall.
Kamu memang berbeda
dengan dia. Bahkan dulu, untuk mengajaknya harus ada alasan yang kuat agar dia
benar-benar mau keluar dari liang rumahnya.
Sedang kamu, tak perlu mengajak dengan susah payah. Bahkan kamu sudah menentukan
jadwalnya. Takdir memang tidak pernah bisa kita duga. Kita hanya perlu yakin
jika Tuhan telah menentukan yang terbaik untuk hidup kita.
Jika hatiku
bertanya, tidak akan pernah ada jawabnya. Bagaimana aku bisa jatuh cinta kepada
dua orang yang karakternya berbeda. Kamu yang selalu tergila-gila dengan dengan
plang harga bertuliskan diskon 70% yang bergelantungan di atas baju-baju wanita
atau sepatu-sepatu manis yang berjejer di etalase kaca. Sedang dia, matanya akan
berbinar-binar menatap buku-buku yang berjejer di toko buku Gramedia. Satu…dua
tiga...akhirnya enam buku dia
sodorkan di depan kasir yang tersenyum manis padanya. Ketika langkah dia
meninggalkan pintu kaca Gramedia, dia akan berkata,”Aduh, kalap aku.” Dan aku
hanya bisa tertawa menatapnya, lucu sekali raut wajahnya.
Dia kemudian
mengajakku ke sebuah rumah makan Jawa Timur yang menunya tak pernah bosan berulang
dia pesan. Ayam bakar taliwang dan semangkuk es campur, sedang dia pesankan
untukku semangkuk sup tulang plus air
jeruk hangat.
“Butuh berapa hari,
kamu habiskan enam buku itu?” tanyaku penasaran.
“Hmm, mungkin
seminggu.”
“Dan aku tak boleh
mengganggumu selama seminggu, begitu?” Dia menghentikan suapannya, menatapku. “Memang
nggak bosan apa menggangguku setiap hari?” tanyanya jenaka.
“Iya, kamu kan lebih
cinta buku daripada a…" Tak kulanjutkan kalimat itu.
“Apa? You know me well, right? Aku tak yakin
keluargamu akan menerimaku.”
Aku hanya terdiam. Tak
mau lagi berdebat dengan dia. Aku hanya mau mencintainya. Itu saja. Sederhana.
“Yang. Yang. Ngapain
sih? Ayo, aku lapar,” sebuah suara tak asing menganggu lamunku. Kamu berdiri di
depanku dengan segerobak barang belanjaan. Tak perlu mengeluh dengan hobi
belanjamu, bahwa pada kenyatannya ketika takdirku bersamamu, Tuhan memberiku
rejeki berlebih untuk membuatmu bahagia. Cukup itu saja. Sederhana. (tamat)
#30DWC
#Day6
#OneDayOnePost
Comments
Post a Comment