![]() |
www.pinterest.com |
Aku
tak pernah tahu, mengapa tak pernah habis waktu menceritakan tentangmu. Ketika
sunyi menyapa, desir angin yang berhembus membawa berita tentangmu, selalu.
Sepertinya baru hitungan satu purnama berlalu, ketika kita memutuskan tak
bersama lagi. Kulihat kamu tersenyum bersamanya. Sinar wajahmu terlihat
bahagia. Ketika dia membisikkan sesuatu di telingamu, kamu tergelak dan
kemudian berlalu meninggalkan kafe kecil; kafe tempat biasa kita bertemu
setelah minggu-minggu yang sesak dengan jadwal kita yang tak menentu. Di kafe
itu biasanya kita memesan dua minuman yang berbeda, kamu pesan satu cangkir
kopi hitam dengan sedikit gula dan aku memesan secangkir teh melati tanpa gula.
Sepiring pisang keju menemani kita hingga hari telah larut dan penjaga kafe
memandang kita dengan senyum bahagia.
Kuteringat
lagi senyummu yang terlihat lebih lebar dari biasanya, seperti saat kita
bersama dulu. Hatiku terasa ngilu, sesak menjalar ke dalam ronga dada yang
terasa semakin sempit. Ah, pasti
penggantiku bisa menjagamu lebih baik. Tiba-tiba hatiku menggigil mengingat itu
semua. Kemudian sebuah sayatan mengiris perih, ketika kusadari desir hati ini
masih untukmu dan aku yakin tak ada yang bisa mencintaimu, sebesar diriku
mencintaimu.
“Tapi
cinta yang seperti apa ketika kamu melepas dia pergi begitu saja?” gelas kaca
di depanku menatap tajam penuh tanya. Kini batinku yang berkata dan semakin membuat
dadaku sesak, merana. Oh Tuhan, andai bisa aku ingin membawamu kembali, di
sini, di sisiku selamanya.
Aku
masih duduk di sudut kafe ini, mengenangmu dalam derai airmata yang kutahan.
Aku hanya bisa tersedu dan menghela nafas dalam-dalam. Mendekap bayangmu dalam
rindu yang meremas dadaku.
“Minumnya
mau tambah, Nona?” suara lembut dari sosok yang berdiri dihadapanku. Kualihkan
inderaku menatapnya. Berharap itu kamu. Tapi tidak, aku tahu itu bukan suaramu.
Sosok itu, pelayan dengan pantalon warna kunyit
dan hitam, selalu menghadiahi ketika aku dan kamu meninggalkan kafe ini. Aku
menggeleng lemah. Pelayan itu kemudian berlalu. Di tepi meja pemesanan, pelayan
itu masih menatapku. Wajahnya penuh tanya. Aku tahu tanda tanya yang bersemayam
dalam hatinya karena aku menghabiskan waktu denganmu bukan hanya hitungan jam
saja, tetapi sudah puluhan purnama. Tentu dia menanyakan kesendirianku,
tanpamu.
Sungguh
ini semua terasa sakit dan rumit. (end)
#Day14
#OneDayOnePost
Comments
Post a Comment