Skip to main content

Sejenak

www.tribunnews.com

Kutulis surat ini untukmu. Aku tahu kamu telah pamit padaku. Hmm...perpisahan yang membuatku mati,  karena tak mampu lagi merangkai kata dari jemari-jemariku. Apakah kamu tahu jika ini tak mudah? Tersuruk di sudut, menatapmu melangkah pergi dan tak tahu kapan kembali.

Mau kuapakan roller coaster yang kamu titipkan padaku? Aku tak tahu menahu tentang roller coaster. Bagaimana aku bisa mengoperasikan hingga menjadi sesuatu yang mengasyikkan bagi penumpangnya?

Tetapi akhirnya aku menyerah. Aku juga tak tahan jika hanya melihat roller coater itu membisu. Pasti jika aku biarkan dia tetap membisu, roller coaster itu akan menjadi berkarat dan akhirnya tidak bisa dimainkan. Padahal sebelumnya roller coater ini selalu ramai. Para penumpang selalu ketagihan setelah menaikinya. Mereka akan mengantri, mengantri, mengantri lagi untuk bisa menaiki roller coaster yang kamu jaga ini.

Maka setelah kepergianmu, kucari seseorang, eh lebih tepatnya beberapa orang untuk mengoperasikan roler coater ini. Tertatih-tatih mempelajari seluk beluknya, meski akhirnya hanya seujung kuku aku bisa mengerti bagaimana cara mengoperasikannya. Aku hanya ingin taman wahana ini bisa ramai kembali. Bahagia rasanya jika melihat wajah-wajah berseri setelah menikmati berbagai wahana yang ada di taman ini. Salah satunya aku mendengar ketika mereka membicarakan roller coastermu, yang katanya begitu menantang, membuat jantung mereka berdegup tak keruan ketika roller coaster meluncur dari ketinggian.

Namun, kini rollercoastermu sepertinya perlu lintasan baru yang lebih menantang, karena  penumpangnya sudah bosan. Maka, ketika tiba-tiba sosokmu datang, ini seperti sebuah jawaban atas keresahanku yang tak kunjung bisa menggantikan posisimu yang selalu bisa membuat roller coaster menjadi sebuah mainan candu. Maka ketika senyumu menyapaku, dengan berat hati kututitpkan lagi rollercccoaster ini kepadamu. Aku tahu kamu mampu mengembalikannya menjadi mainan no satu di wahana yang telah kita bangun secara bahu membahu.

Maka ijinkan aku pergi sejenak. Ya, sejenak. Aku mungkin hanya ingin menjauh dari rollercoastermu. Aku ingin mencari permainan baru, bermain air dan pasir di pantai atau mungkin sejenak menikmati anging gunung yang sejuk menyapa pipiku. Sekali lagi, kupasrahkan kembali rollercaostermu. Dan sekali lagi, alasanku hanya ingin menghirup udara baru, sejenak saja. (end)

#30DWC
#Day30
#OneDayOnePost

#Perpisahan/Goodbye

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,