Setiap kedatangan kami matanya
selalu berbinar, kemudian mulutnya akan berteriak-teriak. Itu bukan karena dia takut.
Itu adalah ekspresi kebahagiannya menyambut kami datang. Kemudian kami, aku dan
anak-anak, mendekat, menyapanya dengan riang,”Mas Reza.”
Reza adalah keponakanku.
Sepanjang usia dia habiskan hanya di atas tempat tidur, 23 tahun. Tubuhnya
hanya sebatas kulit pembalut tulang. Bukan karena dia tidak diasupi makanan.
Dia seperti kita, makan 3 kali sehari, satu porsi piring penuh. Nasi lembut, semacam
nasi yang disuapkan untuk bayi berusia setahun.
Melihat sejarah ke belakang,
Kakak sempat mengalami demam tinggi saat sedang mengandung Reza. 23 tahun yang lalu mungkin peralatan rumah
sakit belum secanggih saat ini. Pertumbuhan bayi tidak bisa terdeteksi sejak
dini di dalam kandungan. Namun, Reza dilahirkan normal. Saat menatap fisiknya,
tidak ada yang aneh sama sekali, fisiknya terlahir sempurna. Beberapa hari
setelahnya, keaehan terjadi. Bagian
pusar reza waktu itu terlihat bengkak sebesar buah salak. Mamak yang selalu
memandikannya merasa cemas. Tanda bengkak itu terjawab setelahnya. Reza tidak
tumbuh seperti anak-anak bayi pada umumnya. Tubuhnya tidak bisa di gerakkan,
dia hanya bisa menangis. Kalau orang jawa bilang nama penyakitnya ”Saraf kejepit.”
Berbagai usaha telah dilakukan, tetapi hasilnya masih nihil.
Aku salut sama kakak, tidak ada
rasa mengeluh saat merawatnya. Andai aku dalam posisinya, apakah aku bisa
merawatnya dengan sukacita? Ah, Tuhan selalu memberikan cobaan sesuai dengan
kadar kesanggupan hamba-Nya.
#30DWC #OneDayOnePost #Day21
Comments
Post a Comment