Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2017

Alamat Palsu

www.pixabay.com Kamu melangkah di bawah terik panas yang menyengat, peluh membanjiri tubuhmu. Bayi kecil dalam gendongan, menggeliat kepanasan. Tangan kananmu memegang secarik kertas, menoleh ke kanan ke kiri. Seorang lelaki separuh baya kamu temui, tanganmu bergerak menyodorkan secarik kertas. Kepala lelaki itu menggeleng kemudian melenggang pergi. Sepintas kepedihan terpancar di wajahmu. Namun, kakimu segera melangkah lagi. Di bawah pohon rindang langkahmu terhenti, menatap bayi di gendonganmu yang terlelap. Di kanan-kiri jalan, rumah-rumah berjejer rapi, nyaris sama bentuknya. Hanya warna cat yang membedakannya. Sepuluh langkah kakimu membawa ke sebuah rumah cat berwarna biru. Angka yang tertempel di dinding rumah itu menarik perhatianmu. Angka yang sama persis dengan yang tertulis di kertas kumal yang kamu pegang. Langkahmu terhenti, menatap bergantian angka di sana. Kemudian, kamu melangkah masuk ke halaman yang tak begitu luas, mengetuk pintu perlahan. Seorang peremp

Aku Rindu Kamu

sumber : google image Entah ini sudah malam yang ke berapa, aku tak tahu, malam-malam ketika aku tanpamu. Mungkin ini malam ke lima kamu mengabaikanku, aku tak tahu pasti. Malam tanpa kata-kata. Kulihat kamu membaringkan tubuh dan terlelap begitu saja hingga keesokan harinya. Malam itu, kuingat, terakhir saat kita bersama. Kita sama-sama mengeja kata, kata-kata cinta yang kamu cipta dengan sepenuh rasa. Kini, aku merindukannya. Ya, aku rindu kebersamaan kita. Malam ini masih seperti malam-malam sebelumnya. Kamu masih tak mengacuhkanku, sama sekali tak melirikku, apalagi mendatangiku. Kupandang dari kejauhan, kamu hanya melenggang, mengambil buku bersampul biru yang judulnya tak terlihat oleh mataku. Kamu membaringkan tubuh di atas kasur beralas seprai berwarna biru langit, kesukaanmu. Ingin berteriak memanggilmu, tetapi aku tak berdaya. Aku selalu bertanya, kapankah kamu akan menyentuhku lagi? Aku rindu kamu! Kini, aku bertanya-bertanya. Sesungguhnya, ada apa dengan diri

PLANET KRANZNOTI

sumber : www.dream.co.id “Cepat, kembalikan putaran waktu ini!” Aku meraung di depan Kranz.  Ujicoba mesin waktu yang di lakukan di Lab Masa Depan ini telah mengubah masa depan bumi, menjadi bumi dengan usia limapuluh tahun ke depan. Kranz tetap bergeming mendengar raunganku. Matanya asyik menatap layar monitor. “Kranz, tolong kembalikan putaran waktu ini ke masa yang sebenarnya!” aku kembali meraung di depan Kranz. “Diam, Noti! Bukankah kita telah membuat kesepakatan bersama di awal. Jika kita akan melakukan penelitian untuk mengetahui keadaan bumi limapuluh tahun yang akan datang?” jawab Kranz dengan tatapan garang. “Tapi, aku tak ingin kehilangan orang-orang yang kucintai lebih cepat Kranz. Ketika besok pesawat luar angkasa kita meluncur ke bumi. Mereka pasti tak akan mengenaliku lagi,” ungkapku perih. Kranz masih menatapku tajam. wajahnya menyiratkan jawaban jika dia tidak akan mengabulkan permohonanku. “Siapa yang membuatmu menangis karena tak mengenalmu? Chris? Be

Lidah Api

sumber:www.sofyandiary.blogspot.com “Cepat kalian mandi, sarapan dan bapak antar ke sekolah! Kalau terlambat, jalan sendiri!” teriaknya dari depan pintu kamar. Wajah anak-anak seketika berubah menjadi ketakutan. Kaki si sulung segera berlari ke kamar mandi. Si tengah beranjak mengambil sarapan sembari menunggu kakaknya mandi. Mataku nyalang menatapnya dari pintu penghubung dapur. Mulutnya tak henti dengan hisapan batang sepanjang sembilan centi, asap mengepul membaurkan aroma sesak. Tangan kanannya sibuk memainkan gadget. Rutinitasnya setiap pagi. Membaurkan lidah yang membakar pagi dengan semburan api. “Oi lelaki, aku juga bisa jika kerjaanya hanya makan, ngepul dan memarahi anak istri,” Batinku menjerit. Tercium aroma gurih dari ikan lele yang ku goreng. “Kenapa kamu belum juga mandi?” suara menggelegar terdengar dari pintu depan. Dia menatap si tengah dengan garang. Mulutnya mengomel. Aku segera mengintip  dari balik pintu, amarah mulai menguasai tubuhku. Kugeng

Review Buku "30 Menit"

Koleksi Pribadi Judul buku     : 30 Menit Penulis            : Hiday Nur Penerbit         : Gong Publisher Genre            : Kumpulan Puisi ISBN                : 978-602-6663-02-3 Cetakan ke   : Pertama, April 2017 Apakah yang anda bisa lakukan dalam waktu 30 menit? Mungkin waktu 30 menit biasanya kita habiskan di perjalanan, entah kita sedang menuju tempat kerja ataupun sedang menuju tempat kita menuntut ilmu. Bersama buku yang yang berjudul 30 menit ini, kita diajak untuk menelusuri fragmen-fragmen kehidupan  yang terjadi pada masyarakat kita pada umumnya. Puisi-puisi yang di tulis dalam buku ini terasa jika ditulis dan diramu dengan sepenuh jiwa. Penulis begitu peka membaca alam sekitar kemudian menyajikannya dengan diksi yang memikat. Hingga 30 menit ini kita merasa diajak untuk menyusuri alam, menyelami perasaan setiap tokoh yang ditampilkan dalam buku ini. Judul tiap bagian dari buku ini sangat unik, merupakan potongan menit yang jika ke empatny

27 Tahun, Masa Yang Telah Berlalu.

www.pixabay.com Usia duapuluh tujuh tahun, bagi saya usia itu sudah lama berlalu. Tapi masih banyak impian yang belum tercapai. Tidak apa-apa, tidak boleh menyerah. Kata orang-orang, tidak ada istilah terlambat untuk melangkah mencapai sebuah impian. Usia duapuluh tujuh tahun, sepertinya tidak jauh berbeda dengan mbak Sabrina. Usia disaat saya sedang belajar untuk menjadi ibu yang baik untuk anak sulung yang waktu itu sudah berusia 2 tahun. Ternyata menjadi seorang ibu itu tidak mudah. Meskipun sudah puluhan kali membaca buku parenting, mengikuti workshop-worksop parenting tetap saja ilmu yang di miliki masih saja kurang. Menjadi ibu dan sekaligus istri memang tidak semudah yang kita bayangkan. Apalagi mungkin ibu-ibu pekerja yang menghabiskan hampir sebagian besar waktunya habis di kantor atau pabrik. belum lagi perjalanan pulang pergi yang juga sering memakan waktu cukup lama. Meski menjadi ibu yang fulltime di rumah juga tidak kalah ribetnya, capek, membosankan karena

MBELGEDES

“ Pancene mbelgedes tenan kok mantumu kuwi Pak,” Bu Ratmi datang-datang ngomel. Mulutnya mengerucut. Wajahnya tegang, auranya terasa berapi-api. Kedua tangannya mengepal, seolah-olah bersiap meninju lawan bicaranya. Pak Danu yang sedang duduk membaca koran segera menatap Bu Ratmi. “Ada apa tho Bune, kok datang-datang marah-marah.” Tanya Pak Danu sambil meletakkan korannya di atas meja dan melipatnya begitu saja. “Itu Pak, mantumu itu, memang mbelgedes tenan kok.” Napas Bu Ratmi kembang kempis menahan amarah. Pak Danu semakin tidak mengerti. Sudah seminggu ini Bu Ratmi nginap di tempat anak perempuannya yang tinggal di pusat kota. Katanya kangen dengan cucunya. “ Sik-sik bune.  Sini duduk sebentar. Sabar. Coba jelaskan sama bapak. Ada apa dengan menantu kita yang katamu mbelgedes itu?” kata Pak Danu menenangkan amarah istrinya yang sudah nyaris sampai ubun-ubun. Masih dengan dada kembang-kempis menahan amarah, Bu Ratmi menuruti kata suaminya. Dia duduk perlahan di ku

ENYAHLAH DARIKU!

Source : www.kanisiusmedia.com Tolong pergilah dariku. Mengapa kamu masih saja mengikutiku? Kamu yang selalu menyelinap di ruang sempit. Hanya diriku seorang bisa merasai kehadiranmu, meski mungkin masih banyak orang orang yang merasaimu sepertiku. Tolong! Tolong bantu aku! Enyah dari hidupku. Kehadiranmu telah menghancurkanku. Bahkan dia yang menyintaiku kini menjauh dariku, karenamu. Kamu adalah pembunuh hatiku yang baru tumbuh. Menyelinap, menyusup, menyesap darah yang mengalir dan membekukan semua indera. Karenamu, kini aku harus mencari cinta. Cinta di manakah cinta? Lihatlah engkau datang menghapuskannya. Sedangkan dunia ini butuh begitu banyak cinta. Cinta yang tulus hadir dari dalam jiwa. Maka aku berharap kamu menjauh dariku dan lenyap seketika seolah tak pernah ada. Nurani kecilku menangis menyebutmu, menyesali keberadanmu. Sosokmu begitu kokoh mencengkeram ulu hati, menggerakan seluruh sendi untuk mengikuti apa yang kamu mau. Kamu kasat mata tapi aksimu nyata.

SAYAP PATAH

sumber: www.pixabay.com Aku ingin terbang, mengitari bumi. Dengan begini, sayapku akan semakin kuat dan aku bisa terbang lebih jauh dari yang biasa ku tempuh. Angin sejuk semilir. Kucoba kepakkan sayap. Tetapi…oh tidak. Sayap kananku patah. Tubuhku lunglai, perih hati ini. Kuraih sayapku perlahan. Mataku yang nanar menatap sayap yang patah. Apa yang harus kulakukan? Kini aku hanya bisa terdiam, menatap awan yang melambaikan tangannya, memanggilku untuk bersamanya terbang ke awang-awang. *** Aku berjalan terseok. Sayap patah di tangan kananku, kuseret perlahan. Sudah beberapa kilometer jarak kutempuh. Namun, aku tidak menemukan apa yang kucari. Aku juga tidak menemui seorangpun yang bisa kutanyai, padahal biasanya jalan ini ramai tak pernah sepi. Kuseka peluh yang menjalar di wajahku, dalam hati aku bertanya pada diri sendiri, “Berapa lama lagi jarak yang harus kutempuh?” Aku berhenti dan duduk di sebuah halte bus yang sepi. Benar-benar sepi, tdak ada yang lalu lalang sa

Dia dan dia

Google Search Melihatmu mendatangiku pada tiap akhir waktu Tergesa menciumku Diiringi bau busuk yang menyergap indera penciumanku Kemudian aku bertanya? Begitukah kamu menyintai-Nya? Apa yang kamu persembahkan untuk Dia? Tahukah kamu, jika aku tak rela? Kamu menghadap-Nya hanya sebatas raga Mana jiwa dan rasa cintamu untuk-Nya? Kini kupertanyakan lagi padamu Bagaimana kamu mencintai dia? Apakah kamu akan tergesa meninggalkannya? Atau kamu ingin mendekap dia selamanya? Aroma yang kau tebarkan ketika bersama dia Sungguh berbeda Sekarang kutanyakan sekali lagi Sesungguhnya siapa yang lebih kamu cinta? Dia atau dia Jika kamu menjawab padaku Jika Dia itu lebih kamu cinta Aku akan tertawa Tertawa terbahak mendengar kebohonganmu belaka Bahwa pada kenyataannya, kamu saja enggan untuk berlama-lama dengan-Nya Sedang dengan dia, kamu lupa segalanya Dia dan dia memang berbeda Dia tidak nyata, sedang dia tidak kasat mata Tapi bu

Kisah Sang Pangeran dan Sang Puteri Yang Saling Jatuh Cinta

sumber:www.kevinaprillo.blogspot.com Ini hanyalah kisah yang sudah biasa, tentang seorang Pangeran yang sedang mencari jati diri.  Setiap hari dia berkeliling dunia. Hingga kemudian menemukan sebuah benda yang terdapat disuatu tempat yang langka, ketika banyak orang jarang mengunjunginya. Benda itu membuatnya jatuh cinta seketika. Benda di mana Sang Pangeran bisa melanglang buana, bertamasya ke negeri-negeri impiannya. Setiap hari sebagian besar waktu Sang Pangeran dihabiskan bersamanya. Suatu hari Sang Pangeran berjumpa dengan seorang puteri, di tempat dia menemukan benda itu.  Sang Puteri membawa benda yang sama, yang telah membuatnya jatuh cinta. Kemudian Sang Pangeran bertanya,”Maaf nona, Apakah anda tahu siapakah pemilik benda seperti yang engkau bawa?” Sang Puteri tersenyum dan dengan lembut dia berkata,”Akulah pemiliknya.” Hati Sang Pangeran merebak. Dalam hati kecilnya berkata,”Dialah pendamping yang selama ini kucari.” Sang Pangeran tidak ingin kehilangan jejak San

Kamu Istimewa

www.pixabay.com Kamu berkata padaku suatu hari, hari di saat rintik hujan menetes perlahan membasahi bumi. Saat itu hatiku gersang, jiwaku resah, mendung menggelayut wajah. “Apa yang terjadi denganmu, akhir akhir ini?”. Matamu menatapku menanti jawaban yang bisa meyakinkan hatimu. Aku hanya terdiam membisu. Berputar bentangan waktu yang telah berlalu. Aku sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Cinta Benci Keraguan Semua menghantui hatiku. Aku seperti patung yang membisu. Tidak bisa melakukan sesuatu, tidak ada yang bisa kuhasilkan selain hanya menggerogoti waktu yang berlalu dengan melamun memandang tembok yang berdiri kokoh di hadapanku. “Apa yang terjadi denganmu, akhir akhir ini?” tanyamu lagi. “Aku juga tak mengerti,” jawabku akhirnya, leirih nyaris tak terdengar telingaku sendiri. Kini matamu tajam menatapku, seakan ingin menumpahkan segala rasa yang bergejolak di hatimu tentangku. “Sini kuberi tahu. Hilangkan semua energi negatif dari

Mimpi Di Seberang Sungai

www.forumdetik.com Pagi yang masih gulita meski langit terlihat cerah, penuh semangat kamu jejakkan langkah. Langkah dalam diam, namun wajahmu penuh riang membayang. Seragam sekolah yang sudah lusuh bersandang di tubuhmu yang berkulit legam. Gegap gempita menuju impian, cita-cita tinggi untuk masa depan penuh harapan. Kamu di antara dua temanmu, menyusuri pagi yang masih tertidur. Jalan setapak di antara kebun dan ilalang yang menghijau, gunung berbaris rapi membiru di kejauhan menyaksikan langkah kaki telanjangmu yang dibalut sepatu lusuh berdebu. Sepanjang dua jam perjalanan kamu hanya terdiam, sesekali suaramu terdengar ketika seorang teman bertanya ataupun melemparkan candaan. Namun, kamu dan mereka tak pernah melemahkan sedetikpun perjalanan panjang. Semua kamu lakukan demi satu cita-cita, menuntut ilmu. Kini di depanmu sungai luas membentang. Kamu dan kedua temanmu berdiri tegak, menarik nafas dalam-dalam. Kamu turunkan tas dari punggung. Jemarimu melepas kancing