Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2017

Infinix Hot 3, Masih Setia Menemani

Koleksi pribadi Infinix Hot 3, gawai jadul sekitar satu setengah tahun yang lalu saya beli hingga kini masih setia menemani. Performanya masih juara, seperti mesin yang masih baru. Gawai yang mereknya mungkin masih dikalahkan dengan merek lainnya yang lebih ternama, tetapi performanya tidak kalah juara, sungguh memuaskan. Tidak menyesal saya memilihnya waktu itu. Dilengkapi dengan layar 5.5 inch, cukup memuaskan saya untuk membaca berita terutama saat blogwalking ke blog teman-teman. Baterai 3000 mAH juga sangat memanjakan saya dengan ketahanan baterai nya yang cukup lama. Untuk pemakaian biasa, hanya diperlukan sekali pengisian baterai  dan pengisian baterainya pun hanya memerlukan waktu kurang dari dua jam. Awal mula membeli gawai ini saya pribadi cukup cemas, mengingat saat itu merek ini masih tergolong baru diluncurkan di pasaran. Cemas jika kualitasnya tidak tahan lama atau kualitasnya tidak sesuai yang saya harapkan. Tetapi setelah menemani saya sekitar kurang lebih sat

Lulu dan Tahu

sumber: www.taopic.com Bolehkah kuceritakan sesuatu padamu, tentang perempuanku? Dia seorang kutu buku, penyuka tahu. Bukan lagi penyuka tahu, tetapi maniak tahu. Jangan kalian tanyakan bagaimana bisa dia jatuh cinta padaku, semuanya berlalu begitu saja seiring waktu, tahu-tahu kita berdua menyatu. Tapi baiklah mari kuberi tahu. Awal mula hati kita menyatu karena satu jenis makanan bernama tahu. Awalnya di hari minggu. Aku sering nongkrong di taman kotu untuk berjualan tahu, tahu buatan ibuku. Dia datang membawa buku, menghampiriku. Kemudian menyerahkan beberapa lembar uang seribu. Tanpa ba bi bu dia melahapnya satu persatu, tanpa sungkan dan malu. Tahu sebungkus di tangannya tandas dan dia masih ingin makan tahu. Tak lama dia sudah di depanku, menyerahkan uang berwana biru. Sepuluhribu, begitu ucapnya tanpa ragu. Tanganku dengan cekatan membungkus tahu yang masih hangat kedalam kotak kertas warna putih agak kelabu, menyerahkan padamu sekaligus uang sisa dua kali duapuluh rib

Goldenways

sumber:www.kartun.co Selalu ada goldenways setiap kita bersama. Kita duduk berdua, kemudian mulutmu berbuih menceritakan perjalananmu ke berbagai negara. Aku tak pernah menganggap sombong ketika kamu menceritaka setiap perjalananmu, karena justu dari kamulah aku bisa berjalan-jalan ke berbagai negara dan membayangkan betapa amazing nya andai kita bisa mengenal budaya dari berbagai negara secara langsung. “Kamu tahu berapa ukuran sewa tanah di negeri korea untuk tanah seluas bujur tubuh kita?”. 500 ribu, terkaku. Kamu menggeleng. Satu juta duaratus, terkaku lagi. Kamu menggeleng. Sepuluh juta, kamu menjawab sambil menatapku jenaka. Mulutku ternganga. Kamu mengangguk pasti. “Rencanakanlah perjalanan ke negeri-negeri orang. Kamu akan belajar banyak dari setiap perjalananmu,” nasehatmu kemudian. Travelling adalah impianku. Tapi membayangkan gajiku yang tidak seberapa, aku bisa menghitung uang tabunganku dalam setahun. “Mengenal budaya negara lain lewat bacaan itu bagus, tap

Hmmmm....Entah

www.id.aliexpress.com “Maukah kamu menikah denganku?”. Mungkin itu sebuah pertanyaan yang ingin kudengar dari bibirmu. Kemudian aku akan mengiyakan penuh suka cita, dan ketika kutanyakan kapan waktunya, kamu akan menjawab akan melamarku segera. Hari itu tiba, ketika kamu datang berombongan. Berpakaian istimewa, kemudian kita duduk disandingkan. Senyum bahagia menghiasai wajah kita, kemudian mimpi-mimpi indah terangkai dalam pikiran kita (pikiranku – lebih tepatnya). Setiap pagi kamu kecup keningku, kutengadah menatapmu. Binar cinta ada di sana. Kemudian kita sembahyang, berdoa, karena Tuhan Maha Menjaga. Akulah permaisurimu, yang akan berjalan di sisimu, menyulam cinta. Bukankah kita akan hidup bersama selamanya, hingga maut memisahkan raga? Biarkan anak-anak tertawa menikmati kemesraan kita, ketika kita berkejaran di antara deburan ombak, kemudian kamu bentangkan tangan menangkap tubuhku yang berlari menujumu. Mungkin anak-anak berfikir bahwa kita seperti remaja. Namun,

Mengenal Sosok Pemateri Kelas Fiksi ODOP

Uncle Ik in Sketsa Quo Vadis ODOP? Kalimat itu diungkapkan oleh sosok yang menjadi panutan di keluarga ODOP. Dialah penggerak program ODOP sekaligus pengisi materi kelas fiksi ODOP. Siapa sangka sosok pemateri ODOP ini adalah seorang pengajar. Dari penampilannya yang agak “semau gue” tentu jauh dari bayangan sosok pengajar yang biasanya terlihat begitu rapi dan necis. Beruntung sekali saya bisa mengenalnya, meskipun masih belum diberi kesempatan untuk bersua secara langsung. Namun dari setiap komunikasi di grup kepenulisan, saya bisa menangkap karakternya yang cerdas, pelindung, humoris meski dibalut dengan kesan sebagai sosok yang misterius tetapi tidak merenggangkan keakraban di antara sesama anggota ODOP. Perjalanan hidupnya hingga sekarang ini, menjadi Chief sebuah bimbel; itulah mengapa rambutnya diijinkan gondrong; karena bimbel itu miliknya; yang menurut dia adalah sebuah karma, karena profesi pengajar adalah sebuah profesi yang tidak disukainya waktu masih menjadi pel

A War

www.pixabay.com What do you think about war? Usually we will imagine a gun, a bomb, bombardment, blood, rubble house or anything related to anger, tears and suffering. One day, me and my team were in a war room. From 08.00 am till 08.00 pm. Sitting there, focusing one task to provide perfect report to customer, a big yearly quotation.  Focusing one thing…one thing…one thing, can’t do other thing. The other thing was pending to response. Actually, we were not enjoying all the thing that we were doing on that day. We were in anger, but the thing that we could do was only following our manager direction. War room was named by my manager. He said that maybe on that days we were in suffering, but that’s only the best way we could do. Yes, he was right. We were more suffer to hear my managers always grumble and complain. More suffer that we know finally those report didn’t accept as a final quotation by customer, need a revision. Seems that we were doing nothing.   Suffering an

Kamu dan Ikan-Ikan Berenang

www.id.aliexpress.com Sudah beberapa minggu ini rumah bisu membeku, tetapi terasa panas di dalam. Tidak setiap hari tepatnya, hanya di akhir-akhir minggu. Kebisuan akan terus menyelimuti rumah ini. Semuanya disebabkan hanya karena aku merasa kesal karena kamu tidak mau mendengar perkataanku. Jumat pagi, pertengkaran itu selalu dimulai. Sabtu pagi rumah ini sepi. Namun, hawa panas menyelimuti.  Kamu memang lelaki keras kepala. Sudah beberapa kali dibilang, jika tidak perlu pergi memancing lagi. Ikan sudah tidak ada. Mereka semua sudah terbang ke langit. Kamu mengataiku gila. “Mana ada ikan terbang ke langit?” katamu sambil mendengus kesal, kemudian menyeruput segelas kopi hitam sebelum pergi berangkat memancing pagi itu. Aku tinggalkan dirimu melangkah ke kamar. Kudengar pintu depan dibanting dengan keras. Kamu pergi, mungkin dengan dada yang mendidih. Pada suatu petang, ketika aku menyembelih ikan yang kamu bawa pulang. Ikan dengan mata lebar, menatapku tajam. Besarnya lebi

Tukang Reparasi yang Mati Tanpa Diadili

www.pixabay.com Lelaki itu diguyur bensin tanpa ampun, kemudian seseorang menjentikkan korek api. Kobaran api membalut tubuhnya hingga tak bergerak lagi. Semua berawal dari amplifier rongsokan yang dibawa si lelaki, Muhammad Aljahra. Dari sebuah teriakan orang-orang yang berteriak maling, massa menggila dan membiarkan si lelaki di hakimi tanpa sidang perkara. Massa gelap mata dan menghakimi sendiri segala kecurigaan dengan membunuh seorang ayah yang belum tentu bersalah. Siapa sebenarnya yang pencuri? Mengapa main hakim sendiri? Mungkin kita telah membaca peristiwa tragis yang menimpa Zoya alias Muhamad Aljahra, seorang tukang reparasi yang dipanggang mati oleh warga karena dituduh mencuri amplifier masjid. Sungguh tragis, mengapakah masyarakat kita sering main hakim sendiri? Fenomena main hakim sendiri sudah marak dikalangan maysrakat kita. Bisa jadi hal itu disebabkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum yang semakin menipis, ataupun mungkin kekecewaan yang t

Perkara Rumit Dyah Yuukita

google search Review tulisan  Perkara Rumit  karya DyahYuukita Ini sebenar-benarnya masalah rumit, ketika bertemu sebuah tulisan Perkara Rumit , diharuskan mereview dan pada akhirnya benar-benar menjadi perkara rumit. Tulisan yang diharapkan sedikit banyak menyerupai gaya penulis yang menginspirasi penulis yaitu Bang Tere Liye membuat pikiran saya lebih rumit lagi karena belum sekalipun menyelesaikan tulisan Bang Tere yang buku-bukunya selalu menjadi best seller . Jadi saya pribadi mohon maaf, tidak ada alat ukur perbandingan apakah tulisan ini sudah cukup menyerupai gaya penulisan Tere Liye. Tulisan Perkara Rumit yang idenya diambil dari potongan sederhana dari sebuah kejadian sehari-hari ketika turun hujan ini, menceritakan kerumitan si tokoh yang ingin menyelamatkan laptop dan buku-bukunya dari guyuran hujan. Tulisan yang mengalir ringan ini membuat pembaca bisa menikmati dan membayangkan tempat kejadian dan kerumitan apa yang di hadapi penulis waktu itu. Sebenarnya plot

Siapakah Pembunuh Bapak Sesungguhnya?

www.pixabay.com Malam semakin mencekam. Mamak masih saja tepekur di atas dipan tua yang memanjang di dapur. Tangannya telaten membungkus bubur nasi yang akan dijual esok hari. Aku masih menatapnya dari kejauhan, tempat tidurku yang masih satu ruangan dengan dapur. Wajah mamak yang kelelahan, di hiasi dengan gurat-gurat penuaan. Rambut tipisnya yang sudah rontok, dia gelung, hanya sebesar lingkaran jari telunjuk dan jari jempol jika keduanya bertemu membentuk huruf O. Andai saja bapakku tidak gila, Mamak seharusnya sudah membaringkan tubuhnya yang sudah mulai renta untuk lebih banyak beristirahat setiap malamnya. Ketika kutanya Mamak mengapa masih saja betah tinggal dengan lelaki gila? Mamak hanya tersenyum. Aku sungguh tak mengerti dengan jawaban Mamak, hingga kini. Jika Mamak cinta dengan lelaki gila itu, kenapa Mamak tidak pernah menanyakan apakah ia mencintainya juga? Sungguh aku tak mengerti cinta seperti apa yang ditawarkan Mamak kepada Ia. Ia, lelaki gila; begitu aku me

How Should I Love You?

How should I love you, man? I also don't know if you are asking I still look for the way; how should I love you softly How should I love you, man? I still not know the answer I'm still standing here alone to find the correct way Lonely, lonely, lonely In the loneliness I think the time which has passing by When your words flowing soround me Though sometimes it sound like thunder But sometimes I feel it was an oases for me How should I love you, man? Please help me to find the answer When your eyes keeping star me When your voice spur my heartbeart very badly Please answer me, do you really love me?

Menuntaskan Rindu yang Tak Pernah Tuntas

Koleksi Pribadi Judul Buku    : Menuntaskan Rindu Penulis            : Nyckhen Gilang Setiawan dan Ciani Limaran Penerbit          : Penerbit Harasi Tebal buku     : 125 hal Cetakan          : Pertama 2017 Yakinkah kamu jika sedang menanggung rindu, rindu itu akan tuntas jika kamu sudah bertemu? Yakin deh, tidak akan tuntas rindu itu meskipun kamu sudah bertemu dengan yang kamu rindu. Rindu itu justru semakin menggunung dan terus menggunung. Namun, ada cara dua sejoli yang tergabung di grup kepenulisan ODOP untuk menuntaskan rindu mereka. Oleh karena sebuah rasa yang berjarak, mereka simpulkan dalam satu buku yang berjudul Menuntaskan Rindu. Membaca Menuntaskan Rindu, saya tak yakin jika rindu akan tuntas dengan usaha menuntaskan rindu. Meskipun pada awalnya sudah membaca tulisan Menuntaskan Rindu di blog Aa' dan Cili, namun, ketika membaca kembali dalam satu paket buku, cerita itu justru lebih hidup, emosi yang di tawarkan mengusik hati dan tentunya ciri kh