Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2016

SEPOTONG CERITA Bag.3

             www.pixabay.com            Aku sudah mati rasa. Hatiku sudah tidak bisa merasakan sedih, marah dan bahagia. Dan kamu masih saja tidak berubah. Tidak pernah menganggapku ada. Aku sebenarnya ingin mengabaiknmu. Tetapi tetap saja cinta yang mengalir di darahku tidak bisa mengabaikanmu begitu saja.             “Jika kau memang serius dengannya, bawa dia padaku!” ucapku padanya di lain waktu.             “Aku masih belum memikirkan pernikahan dengannya,” Jawabmu ringan.             “Jadi hubungan apa yang kalian jalin sejauh ini?”             Kamu terdiam tanpa jawaban.             “Apakah kamu tidak takut pada Tuhan?”             Kamu masih saja terdiam tanpa jawaban. Aku menarik nafas. Mencoba bersabar. Tetapi kebenaran harus tetap ku sampaikan. Aku tidak ingin kamu larut dalam dosa.             “Jika kamu menemukan seseorang, aku berharap dia orang yang taat dalam agamanya. Dan kini ketika kau mau saja berduaan di kamar meski aku tak ta

SEPOTONG CERITA Bag.2

               www.pixabay.com           Aku tak bisa mengenalnya lagi.   Sosoknya luar biasa berubah. Kelembutan setiap tutur kata yang selalu diikuti kelembutan dalam setiap geriknya, membuatku selalu berkaca waktu itu. Aku yang lebih mudah naik darah, berbicara kasar dan jauh dari kesan orang jogja yang terkenal lemah lembut.   Sangat kontras dengan perangainya.             “Aku ingin bicara,” ucapku siang itu di depanmu. Tetapi kamu tak memandang sebelah matapun padaku. Hanya dehemanmu yang ku dengar samar, seolah menandakan setengah hatimu mendengarkan perkataanku. Sebenarnya hatiku nelangsa. Kau anggap apa sih aku ini? suara batinku berucap. Tetapi aku harus menguatkan hati. Aku tak boleh mengalah hanya karena perlakuanmu yang tidak mengenakkan hatiku.             “Mengapa itu harus terjadi?” ku coba memulai lagi percakapan.

SEPOTONG CERITA Bag.1

          www.pixabay.com        Kakiku melangkah menuju rumah kecil malam itu, ah belum malam benar untuk kota Batam yang selalu hidup 24 jam. Jarum jam pendek baru menunjukkan angka 9. Ku ketuk pintu rumah bercat putih itu. Tiada orang menyahut. Kuputar pintu anak kunci. Ya, aku memang memiliki kunci rumah mungil ini. Dua tahun yang lalu aku sempat menempatinya.           Rumah sepi, dua pintu kamar sama-sama tertutup. Namun terdengar suara berisik di dalam kamar. Tangan kananku sudah siap mengetuk, namun ku urungkan. Aku hanya berdiri tegak mematung di depan kamar. Entah apa yang terlintas di kepalaku saat itu. Aku pun tidak tahu tujuanku ke rumah mungil ini, hati kecilku yang membawa kakiku melangkah ke sini.          Aku masih mematung ketika kamar pintu terbuka untuk beberapa saat. Pemandangan di depan mataku membuatku ingin menjerit seketika. Namun entah mengapa justru hatiku terasa sakit dan nelangsa, semua menjadi satu. Tatapan matanya yang seolah menyiratkan ra

WIN DAN HUJAN Bag.8 (Tamat)

www.pixabay.com Hujan di luar turun dengan lebatnya di sore itu. Win di dapur mengaduk dua gelas teh panas dan sepiring kue brownies di sampingnya. Bram yang baru bangun dari tidurnya masuk ke dapur memperhatikan Win. “Untuk siapa?” Win menoleh dan berhenti mengaduknya.

WIN DAN HUJAN Bag.7

www.pixabay.com “Aku harus mengihlaskannya dan aku harus ke sana hari ini,” batin Bram sore itu berkata pada dirinya sendiri. Kakinya kemudian mantap melangkah menuju parkiran kantor. Menghidupkan Aylanya dan kemudian meluncur ke suatu tempat yang sekian lama Bram tidak berani mengunjunginya. "Aku senang akhirnya kau datang juga Bram,” sambut perempuan tua yang beberapa waktu lalu sempat menemui Bram. Bram memeluk erat perempuan itu, seolah meminta penguatan. “Kamu tidak salah. Hanya saja takdir itu terjadi saat engkau bersamanaya,” nasehat perempuan tua itu seolah tahu apa yang di rasakan Bram selama ini.

WIN DAN HUJAN Bag.6

www.pixabay.com "Mobil remote control saja," Ucap Bapak sore itu di sebuah toko mainan. “Sudah berhari-hari Bapak memikirkan kado yang tepat untuk ulangtahun pernikahanmu yang pertama,”  Hari itu sehari setelah ulang tahun pernikahan Win dengan Bram yang pertama. Win yang menemaninya merasa tidak yakin. "Kenapa mobil remote control pak?” Bapak tidak menjawab, kakinya kemudian melangkah menuju kasir. Di luar mendung menggumpal. Sejenak Bapak menatap mendung itu. Bibirnya merekah sejenak. Bapak menyerahkan kotak mobil remote itu. Win menerimanya dengan diam. "Mobil itu utuk anakmu kelak, Bapak tidak tahu bisa menimang anakmu atau tidak".

WIN DAN HUJAN Bag.5

www.pixabay.com "Kau boleh menghinaku, tetapi jangan bawa-bawa nama Win". Suara itu membangunkan Win dari tidur siang nya. Setelah pulih Win menyadari jika ada suara gaduh terdengar dari arah halaman rumahnya. Win segera berlari menuju halaman. Terlihat Bapak sedang bertengkar dengan salah seorang tetangga yang Win tahu Bapak berhubungan baik dengannya. Beberapa tetangga menengahi. Win mendekati Bapak. "Ada apa pak?”. Win sangat mengenal Bapak, selama bersamanya bapak tidak pernah berkelahi dengan orang. Bapak akan selalu mengalah. "Lemparan batu itu belum seberapa sakitnya dengan penghinaan yang dilontarkan padamu Win". Win semakin tak mengerti. Tapi kenapa? Pikiran Win terus berputar mencari jawaban, menghubungkan semua clue-clue kemungkinan yang dia tahu untuk mendapatkan jawaban yang mendekati ketepatan. "Biarkan saja, nanti juga ada balasannya sendiri," ucap Bapak setiap Win bertanya mengapa selalu membiarkan oranglain berbuat

WIN DAN HUJAN Bag.4

www.pixabay.com Bagian sebelumnya Win Dan Hujan Bag.1 Win Dan Hujan Bag.2 Win Dan Hujan Bag.3 "Bapak sangat suka akan hujan Win" ujar ketika Bapak dan Win duduk diteras menikmati hujan yang seolah tidak akan reda senja itu. Dua gelas wedang jahe panas dan sepiring kue brownies menemani mereka. Selalu hujan mengakrabkan Win dan Bapak. Terkadang ditemani sepiring pisang goreng dan teh panas, atau sepiring ubi jalar goreng dan teh panas. Bapak dan Win akan duduk terdiam meski sesekali di iringi percakapan singkat hingga hujan reda atau kumandang adzan yang menyadarkan mereka.  Pohon jati di kebun seberang jalan meliuk-liuk diterpa angin dan hujan. Kata Bapak usia pohon jati itu jauh lebih tua dari umur Win saat itu. Padahal Win sudah semester empat di salah satu fakultas ekonomi di perguruan tinggi ternama di kotanya. Pohon jati itu juga saksi kebersamaan Win dan Bapak menikmati hujan. Bagi bapak hujan itu membahagiakan. Membawa kesejukan dan bisa membawa perg

WIN DAN HUJAN Bag.3

www.pixabay.com Bagian sebelumnya: WIN DAN HUJAN Bag.1 WIN DAN HUJAN Bag.2 Aroma hujan masih menusuk hidung sore itu. Saat Ayla Bram memasuki halaman rumahnya, seorang perempuan tua duduk di teras sedang menunggunya. Seingat Bram dia tidak pernah memberikan alamat rumah barunya kepada perempuan itu. Belum sempurna Bram menutup pintu Aylanya, perempuan tua itu tiba- tiba sudah memeluknya. Bram terpaku, kemudian rasa kerinduan mencair dihatinya membuat kedua tangannya membalas pelukan perempuan itu dengan penuh kasih. "Aku rindu kamu Bram, ini oleh-oleh untukmu," sambil diserahkannya sebuah kotak seukuran bungkus mi instant. "Datanglah besok malam ini ke rumah. Ikhlaskanlah".

WIN DAN HUJAN Bag.2

www.pixabay.com Bagian Sebelumnya  Win dan Hujan Bag.1 Pagi masih merintik. Tapi gemuruh hati Bram masih tersisa. Disambarnya kunci Aylanya. Kebiasaanya setiap pagi, Namun selalu berbeda setiap melewati malam yang dihiasi hujan. Bram selalu berharap hatinya ikut perlahan menghangat seperti mesin Aylanya yang perlahan-lahan menghangat, kemudian panas dan siap untuk diajak menyusuri jalanan yang lebih sering membutuhkan keasabaran ekstra karena padatnya.

LELAKI BERAROMA MIE Bag 8.Tamat

babe.news.co.id Mata Rindang menatap layar komputer yang masih putih bersih. Pikirannya melayang entah kemana. Meski Rindang tahu berita tentang liputan nya di Lampung harus segera di selesaikannya segera untuk segera naik cetak. Ketika lelaki beraroma mie itu telah menamatkan ceritanya, sesaat kemudian Rindang dengan segera memencet no hape dan menuliskan sesuatu, “ Pak Mohon maaf saya belum bisa menerima perjodohan itu, masih banyak hal ingin ku raih. Dua atau tiga tahun lagi, mungkin bapak bisa mencarikan jodoh untukku.”

WIN DAN HUJAN Bag.1

www.pixabay.com "Win, masuklah. Udara semakin dingin". Win tetap bergeming. Suara suaminya seolah angin lalu. Seolah suara guntur yang menggelegar dan kilat yang menyambar-nyambar lebih indah didengar oleh telinganya. Angin kencang menerobos masuk ke dalam menerbangkan  gorden jendela yang tergerai. "Win masuklah, ayo kita nikmati hujan ini dari dalam" suara Bram kembali membujuk Win yang tak bergeming dari panggilan pertamanya. Kali ini Bram mendekat sambil merengkuh pundak Win mencoba membawanya masuk ke ruang tamu. Sambil tidak mengalihkan pandangan dari hujan yang diiringi angin kencang, Win menyeret langkahnya ke dalam. Sambil bibirnya bergumam lirih seolah tidak memerlukan jawaban, "Mas, Bapak sebentar lagi sampai bukan?"

LELAKI BERAROMA MIE Bag.7

babe.new.co.id Matanya sendu. Menerawang menatap langit di angkasa yang berhiaskan ribuan bintang. Mereka saling membisu. Rindang memainkan sendok di mangkok yang telah tandas isinya. Rindang mengerti. Mengemas hati dengan rapi sebelum hati itu benar-benar terpaku pada lelaki itu. Kalimat-kalimat itu terus terngiang dan Rindang benar-benar mengerti sekarang. “Apakah kamu sudah mendapatkan jawabannya?” tanya Pak Ridwan kepada Rindang memecah kesunyian. Hanya tinggal Rindang berdua dan beberapa staff yang sedang sibuk membersihkan warung lesehan malam itu. Rindang hanya menggeleng.

LELAKI BERAROMA MIE Bag.6

                           Sebuah pesan masuk di layar handphonen Rindang, pagi itu. “Kapan ada libur. Lusa liburkah? Lusa saya ada rencana mau menengok ibu dan Bapak. Jika ada waktu, Rindang bisa ikut saya. Perjalanan ke kampung saya pasti menyenangkan. Banyak pemandangan indah yang bisa kamu jadikan tulisan. Dan tentunya akan ada jawaban dari pertanyaanmu kemarin. Jika bersedia ikut saya tunggu konfirmasinya sore ini. Biar saya sekalian pesankan tiket, ” Senyum tipis tersungging di bibir Rindang. Rindang segera menatap kalender. Tetapi lusa bukan hari liburnya. Rindnag memutar otak untuk mencari alasan agar bisa mengikuti Ridwan menuju kampungnya. Rindang sungguh ingin mengetahui keluarga seperti apa hingga bisa menjadikan lelaki setangguh itu. Paling tidak lelaki tangguh yang baru pertama kali dijumpai dalam hidupnya.

LELAKI BERAROMA MIE Bag.5

news.babe.co.id Menikmati pagi yang cerah di selimuti hawa yang dingin, Rindang menyusuri jalanan desa menuju ladang singkong, Seharusnya Rindang tidak bersembunyi disini. Ah, aku tidak bersembunyi di sini, Rindang berdalih dalam hati.   Rindang hanya terlalu cepat menerima tawaran dari bossnya untuk meliput kegiatan pembinaan kewirausahaan di salah satu dusun terpencil di Propinsi Lampung yang di adakan oleh salah satu perusahaan Mie dari Jakarta. Dusun ini belum tersentuh oleh arus perindustrian dalam pengolahan Singkong hingga bisa bernilai jual tinggi. Padahal hasil bumi singkongnya sangat melimpah. Diujung jalan terlihat sebuah gubug kecil berukuran 3x3 m, seorang ibu berjualan jajanan pasar disana. Rindang masuk dan duduk memesan segelas teh hangat kepada seorang  ibu paruh baya si pemilik warung.

LELAKI BERAROMA MIE Bag.4

Sebuah pesan masuk. Dari lelaki kurus tetapi berwajah tampan. Mengundang Rindang dalam acara pembukaan cabang nya yang ke empat. Nanti malam jam delapan di Jalan Senopati. Rindang pun tidak paham, mengapa mereka kini terasa lebih akrab. Mungkin karena umur mereka yang tidak jauh berbeda, energi dan semangat yang ada di dada mempunyai gelora yang sama. Jarum jam menunjukkan angka tujuh lebih empat puluh menit ketika Rindang menemukan alamat itu. Sebuah halaman rumah di tepi jalan utama yang berubah menjadi arena lesehan telah di penuhi sesak oleh para undangan. Rindang masih berdiri, mengamati setiap sudut. Tanpa sadar kakinya bergegas menuju dapur. Bau harum semerbak yang amat menggoda selera menyeruak hidung Rindang. Lelaki kurus tampan ikut sibuk di sana dan sejurus menoleh dan tersenyum kepadanya.

LELAKI BERAROMA MIE Bag.3

news.babe.co.id “Maaf Mbak, mbak mencari Pak Ridwan bukan?” tiba-tiba lelaki kurus tampan tadi mendekat. “Ya,” Rindang menjawab dengan dingin tanpa menoleh sedikitpun, asyik memainkan gadgetnya. Lelaki kurus itu menyebutkan nama. Tiba-tiba telinga Rindang panas bagai di sengat lebah. Wajahnya pun ikut memerah. Lelaki kurus tampan itu hanya tersenyum, sorot matanya menyiratkan rasa maaf. Membuat Rindang semakin merasa bersalah.

LELAKI BERAROMA MIE Bag.2

news.babe.co.id Rumah makan yang terletak di sudut dari deretan pertokoan padat di jalan utama itu terlihat berbeda dari resto makanan lainya.   Cat dinding berwarna orange menambah kesegaran mata yang memandangnya. Meja kayu dengan kursi empat tertata rapi di dalamnya. Jam tepat menunjukkan angka delapan, tetapi kesibukan di rumah makan itu belum terlihat. Rindang merasa ragu untuk melangkah masuk, meski ini bukan pertama kalinya Rindang melakukan wawancara. Didalam resto hanya terlihat seorang pemuda kurus jangkung, berusia sekitar dua puluh tujuh berpakaian Tshirt di padu celana jeans berwarna hitam sedang merapikan kursi. Rindang kembali mengamati resto itu lagi. Papan nama bertuliskan Resto Mie ayam “JAMBUL” dengan tulisan warna-warni memikat perhatian. Beberapa menu yang di antaranya berakhiran jambul tertera di papan nama itu. “Ada yang bisa saya bantu” sebuah suara mengejutkan Rindang yang sedang asyik memainkan kameranya. Mengambil beberapa gambar sebagai baha

LELAKI BERAROMA MIE Bag.1

  news.babe.co.id Jarum jam terasa berdetak semakin cepat. Jemari Rindang masih asyik menari diatas keyboard. Laporan tulisan tentang usaha rumahan yang sedang naik daun harus di selesaikannya dan segera di kriim ke pemrednya paling lambat jam sebelas malam ini. Tet. Tidak boleh lebih. Atau Rindang akan kehilangan kesempatan selama sebulan untuk mengisi rubrik usahawan muda di majalah ini. Terlintas sejenak dalam pikirannya sosok lelaki berwajah dingin –Rendi- yang akan menggantikannya. Lelaki yang seolah tidak pernah cacat tulisannya. Jarum jam berdetak semakin cepat. Seolah berkejaran dengan jemari Rindang yang masih menari di atas keyboard. Deadline tinggal beberapa menit lagi. Suara Adele bernyanyi tiba-tiba sedikit membuyarkan konsentrasi Rindang. Rindang mendengus kesal. Shit, rutuknya dalam hati. Bunyi suara Adele kali ini mengganggunya. Segera di diraihnya Samsung galaxinya ketika nama yang muncul adalah Big Boss .