Malam
itu aku mendengarkan acara radio kesukaanku. Sebuah talkshow mengenai
dunia cinta dan rumahtangga di sebuah radio islam swasta di kotaku.
Ketika jawaban dari sebuah pertanyaan menyentakku. “Ustadz mengapa
kini rumah tangga yang saya bangun begitu jauh dari impian? Ternyata
suamiku kini ringan tangan dan tak bertanggung jawab dengan nafkah
keluarga.Sebenarnya saya tidak tahan ustadz, tapi mohon nasehatnya”,
begitu kira-kira sang penyiar menyampaikan sebuah pertanyaan dari
seorang ummahat. Dan jawaban dari pertanyaan itu cukup singkat tapi
mengena,”Coba ibu koreksi ke belakang, mungkin dulu cara ta'aruf
sebelum menikahnya ada yang salah tidak sesuai dengan kehendakNya.”
Jawaban
itu kembali mengingatkanku akan bentangan masa lalu, ketika aku ingin
menyempurnakan dienku. Saat itu begitu inginnya aku segera
menyempurnakan sunnah itu. Hatiku sudah siap namun dengan siapa aku
hendak menyempurnakannya? Aku tidak punya gambaran sedikitpun
tentangnya. Mungkin Allah mendengar galauku. Seorang sahabat
menyampaikan padaku jika ada seorang ustadz yang di kenalnya mencari
seorang akhwat untuk di taarufkan dengan seorang ikhwan. Aku langsung
mengiyakannya. Aku pun semakin bersemangat. Terlebih ketika aku
membaca buku NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN karya Salim
Alfillah. Tulisan di sampul belakang bukunya membuatku tersipu-sipu.
Gambaran tentang rumahtangga yang indah yang akan aku bangun kelak
seolah terbentang di hadapkan.
Alangkah seringnya
mentergesai kenikmatan tanpa ikatan
membuat detik-detik
di depan terasa hambar
belajar dari ahli
puasa, ada dua kebahagiaan baginya
saat berbuka dan
saat Allah menyapa lembut memberikan pahala
Inilah puasa
panjang syahwatku, kekuatatan ada pada menahan
dan rasa nikmat itu
terasa, di waktu buka yang penuh kejutan
coba saja kalau
Allah yang telah menghalalkan, setitis cicipan surga
kan menjadi
shadaqah berpahala
Ya,
semoga dengan itikadku untuk mencari seorang pendamping hidup yang
akan mendampingiku seumur hidup dengan jalan ta'aruf mendapat
ganjaran seperti yang di sampaikan Akhi Salim dalam bukunya itu. Aku
akan mencicipi setitis cicipan surga yang aku sendiri tidak bisa
membayangkan seperti apa nikmatnya.
Taaruf yang pertama
dan kedua sudah kami lalui. Tinggal taaruf yang ketiga yang akan
menentukan hari pernikahan kami. Ketika pertama bertemu dengan ikhwan
itu ingin sekali ku urungkan niat itu, karena Allah menciptakan
tampilan fisik sang ikhwan itu mendapat nilai 5 bagi penilaian
manusia. Tapi aku segera beristigfar, ku perbaharui lagi niatku
berta'aruf. Jika Allah memberikan kekurangan pada tampilan fisiknya,
pasti Allah memberikan kelebihan pada yang lainnya batinku saat itu.
Yang aku ketahui sekarang tentang sang ikhwan itu ialah yang
mengantar dan menjemput ustadz ketika akan mengisi kajian di masjid
dekat bengkelnya. Pun dengan beberapa hartanya yang sempat di
sampaikannya waktu taaruf sedikit banyak mempengaruhiku untuk
meyakinkan diri membangun hidup bersamanya kelak.
Namun
tiba-tiba dering telepon mengganggu lamunanku. Sebuah nomor tak
bernama muncul di sana. Ketika ku jawab ternyata dia-sang ikhwan-.
Dia hanya menanyakan kabarku. Namun setelah itu telepon dan sms
selalu muncul setiap harinya menanti pertemuan ketiga. Tak jarang ku
acuhkan saja namun terkadang hatiku tergoda jua. Aku antara bimbang
meladeni telepon dan smsnya, bahkan terkadang dia mengajakku jalan
keluar. Ada apa gerangan dengan dia? Akhirnya kebimbanganku ku
sampaikan ustadz penghubung ta'arufku. Ketika dia di ingatkan
jawabannya mengejutkanku. Dia menyatakan ingin menjalani ta'aruf
sendiri, tanpa penghubung lagi. Ustadzpun angkat tangan dari masalah
ini.
Pada awalnya aku tidak
pernah menghiraukan sms dan telepon dari dia sejak dia memutuskan
untuk manjalani “taaruf” itu sendiri. Namun syetan memang
benar-benar pandai merasuki hatiku. Akhirnya aku terjatuh dalam
sebuah proses yang dinamakan pacaran. Aku dan dia sering berteleponan
dan ber sms. Bahkan kadang-kadang aku dan dia pergi jalan keluar
bersama. Hati kecilku berontak, tapi setan ternyata lebih kuat
menjeratku. Aku pun tak mau berlama-lama dengan kondisi seperti ini.
Dan akhirnya kami menikah setelah 3 bulan dari proses yang "diharamkan
" itu.
Namun kehidupan
rumahtanggaku tak seindah yang ku bayangkan. Baru dua bulan kami
mengecap manisnya berduaan terkuak kedok suamiku yang selama ini di
sembunyikan dariku. Hutangnya menumpuk di mana-mana. Satu persatu
hartanya di jual. Mobil, tiga buah sepeda motor, bengkel, rumah,
tanah, usaha rumah makannya habis sudah.
Sisa uang pesangon
yang sempat ku gunakan untuk uang muka membeli rumah dari tempatku
bekerja pun habis sudah. Aku sungguh lunglai, apalagi saat itu aku
sedang hamil muda anak pertama dan kondisiku tidak fit. Suamiku pun
semakin jauh dari masjid, sering marah-marah kepadaku dan bahkah
terkadang berani berbuat kasar padaku. Bahkan suamiku pernah
berurusan dengan polisi karena menjadi penadah barang curian.Setiap
malam air matakupun jatuh becucuran. Tuhan inikah bal
asanMu karena aku dulu mengingkari syariatmu. Hingga bukan setitis cicipan surga yang ku dapat tetapi setitis cicipan neraka?
asanMu karena aku dulu mengingkari syariatmu. Hingga bukan setitis cicipan surga yang ku dapat tetapi setitis cicipan neraka?
Setahun setelah
pernikahanku dalam tangis pernah ku telepon seorang sahabat yang
mengerti betul kisahku ini. Betapa aku ingin bercerai dari suamiku.
Namun beliau mengingatkan bahwa setiap rumahtangga memiliki ujian
tersendiri, walau perceraian di perbolehkan namun sangat dibenci
Allah. Mungkin juga apa yang menimpaku sekarang ini adalah adzab
dari perbuatanku sendiri. Karena niat awal suciku yang ku nodai
sendiri. Kini ku tertatih-tatih menjalani biduk rumahtangga ini.
Jalan yang telah ku pilih sendiri. Karena niat suciku yang telah ku
nodai sendiri. Ku tatap wajah ke dua anakku, merekalah pelipur
laraku. Semoga kesabaranku menjalaninya kan menjadi penghapus dosa
dan berbuah surga.
Alangkah seringnya
mentergesai kenikmatan tanpa ikatan
membuat detik-detik
di depan terasa hambar
belajar dari ahli
puasa, ada dua kebahagiaan baginya
saat berbuka dan
saat Allah menyapa lembut memberikan pahala
Inilah puasa
panjang syahwatku, kekuatatan ada pada menahan
dan rasa nikmat itu
terasa, di waktu buka yang penuh kejutan
coba saja kalau
Allah yang telah menghalalkan, setitis cicipan surga
kan
menjadi shadaqah berpahala
(Buku "Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan)
***
#Tulisan ini berdasarkan 90% kisah nyata dari sahabat saya yang saya tuliskan kembali dari sudut pandang aku. Pernah diikutsertakan dalam Lomba Kisah menggugah Pro u Media tahun 2010
#ODOP minggu ke 3 tentang buku
Bukunya Ust Salim A Fillah ini memang keren mbak Wiwid 👍.
ReplyDeleteDulu pertama kali bc thn 2011 di perpus sekolah.
Sekarang udah beli sendiri & udah dibaca berkali-kali.
Semoga benar-benar bisa mengaplikasikan isi buku ini.
JoSH (Jomblo Sampai Halal) 😊
Bukunya Ust Salim A Fillah ini memang keren mbak Wiwid 👍.
ReplyDeleteDulu pertama kali bc thn 2011 di perpus sekolah.
Sekarang udah beli sendiri & udah dibaca berkali-kali.
Semoga benar-benar bisa mengaplikasikan isi buku ini.
JoSH (Jomblo Sampai Halal) 😊
saya amiinkan mbak deasy
Delete