Sumber:Google |
Sudah
jam sebelas lewat 20 menit, tapi tulisan belum juga ada endingnya. Akhirnya
putar haluan untuk menulis kisah 12 tahun lalu.
Honeymoon?
Jika kita mendengar kata honeymoon pasti kita akan langsung teringat dengan
pasangan pengantin baru. Sebenarnya kenapa orang menyebutnya sebagai honeymoon
itu saya kurang paham dan juga belum tanya mbah google, apalagi melakukan
penelitian. Honey= madu, moon=bulan. Jadi apakah setelah menikah itu terus ke
bulan untuk mengambil madu atau bulan itu jadi serasa sarang madu, saya belum
paham. Ataukah rumah mereka seperti sarang madu? Berarti pengantin barunya
lebah ya? Embuhlah, sepertinya nggak perlu di bahas ini.
Selain
saya nggak mengerti kenapa di sebut bulan madu, saya mungkin ingin memberikan
usulan kalau diganti saja istilahnya menjadi bulan malu-malu kucing. Apalagi
itu? Ah artikan sendiri aja ya.
Langsung
saja ya ke inti tulisan. Bulan ke dua di tahun 2004, saya memutuskan untuk
mengakhiri masa lajang saya. Pesta sederhana di adakan di rumah saya daerah
kaki Gunung Merapi. Keluarga besar suami yang berasal dari Riau juga
menyempatkan hadir untuk mengantarkan anak laki-lakinya menikahi gadis dusun
seperti saya. Singkat cerita acara berjalan sesuai rencana dan saatnya saya
ikut suami dan keluarga besarnya untuk kembali ke Riau.
Dari
Jogja kami naik kereta api Taksaka Malam. untuk pertama kalinya saya naik
kereta api eksekutif dengan status sebagai seorang istri. Kami berencana
bermain sejenak di Jakarta dan kebetulan kakak Ipar waktu itu sedang ada tugas
kerja di Jakarta. Menyempatkan mencicipi kuliner kereta api dengan
memesan nasi goring special. Meski rasanya biasa saja dan tidak se special
namanya, tetapi karena di nikmati dengan suasana yang berbeda maka Nasi goreng
itu terasa nikmat.
Jam 4 pagi,kami sampai di Stasiun Gambir. Kemudian menuju rumah kakak ipar di
daerah Jakarta Selatan. Setelah istirahat sejenak sekitar 3 jam, kakak ipar
mengajak kami jalan-jalan mengunjungi Ancol. Kata kakak saya anggap saja
sebagai hadiah Honeymoon alias bulan madu. Seingat saya dari rumah kami naik
angkot menuju Blok M, kemudian naik Transjakarta. Itu juga untuk pertama
kalinya saya naik Transjakarta yang terbilang masih termasuk transportasi baru
waktu itu.
Di
Ancol, seperti biasa bermain sepuasnya di setiap arena permainan. Yang paling
membuat jantungan adalah halilintar dan kapal berayun. Asli jantung saya mau
copot. Dan karenanya saya berjanji tidak ingin menaiki permainan ini lagi.
Selain itu tidak lupa kami sempatkan untuk foto-foto di setiap sudut permainan.
Juga menyempatkan foto sama Mickey Mouse. Tentunya sebagai dokumentasi kenangan
honeymoon kami. Tahun 2004 smartphone belum secanggih saat ini. Waktu itu masih
menggunakan roll kamera otomatis merk Fujifilm.
Hari
berlalu setelah kami sampai Pekanbaru. Tentu kami ingin mengenang kembali masa
“Honeymoon” dengan ingin menikmati foto-foto hasil jepretan di Ancol. Namun
betapa kecewanya hati kami, ketika kakak ipar mengabarkan jika satu roll film
itu tidak menghasilkan foto satu pun alias terbakar( istilah jaman itu jika
foto tidak bisa menghasilkan gambar). Walhasil Honeymoon itu tanpa kenangan,
hanya dalam ingatan kenangan itu terpatri.
#ODOP
Mengejar deadline
#ketahuan
kalau berasal dari jaman baheula
Yaaah....sayang ya fotonya hangus. Padahal pengen lihat...hehe
ReplyDeleteCie cie....yg lagi honeymoon sweet memories...
ReplyDeleteGa papa mbak, meski ga punya picture selfienya....yg utama kan hal itu tepatri kuat dan jelas dlm benak mbak.wiwid sekeluarga....
Dan itu pigura foto terindah yg terpampang dalam dinding hati
(#ngomong opo toh aq iki...hehehhe)
walah mb wid,,,ko yo bisa kebakar
ReplyDeletesabar mba yang penting orangnya masih ada kan? hehehhe..
ReplyDeletesy masih ngerasain sensasix berfoto pake 'tustel'itu waktu SD..😁 1 roll film itu amat berarti..haha..
ReplyDelete