Skip to main content

FIRST LOVE STORY

www.pixabay.com

Sosok bayangmu mendekat dari kejauhan. Tingi menjulang dengan berat badan proposional, warna kulit sawo muda dengan wajah yang cukup manis  di pandang, khas lelaki Indonesia. Jika di perbolehkan menatapmu selamanya, rasanya tidak akan ada bosannya.

Di tanganmu tergenggam sebuah majalah nasional remaja. Kamu tersenyum padaku. Telponmu tadi cukup mengejutkanku, yang tiba-tiba mengatakan jika akan berkunjung ke rumah. Dan kamu sedang dalam perjalanan ketika mengatakannya. Padahal hari baru menunjuk jam setengah delapan pagi. Memang aku tidak bekerja di hari ini, Sabtu. Dan aku ingin bersantai menikmati beberapa novel yang kubeli secara online dan baru datang malam tadi.



Kupersilahkan duduk di kursi teras ketika kamu sampai dan mengucapkan salam. Aroma parfum “quess” lembut menyeruak di hidungku. Aku pamit ke dalam untuk memanggil ibu yang sedang memasak di dapur untuk menemuimu, sekalian membuatkan secangkir kopi untuk menghangatkan pagi yang masih meredup karena langit masih tertutup awan.

Diangsurkannya Majalah Nasional Remaja tadi ke hadapanku. Majalahnya tak asing lagi ku lihat. Sebulan yang lalu aku mendapatkannya dari redaksi majalah ini.

“Maaf, aku baru baca,” ujarmu tanpa menatapku.

“Aku hanya perlu dengar dari mu langsung. Aku tahu dan merasa jika cerita yang kamu ukir disitu begitu hidup dan menjiwai. Aku yakin jika itu bukan hanya khayalanmu.” Jeda bicaramu membuat sunyi. Hanya riuh detak jantungku yang tidak menentu.

“Siapa dia?” tanyamu sambil menatapku, seolah mencari kejujuran di mataku.

Aku gelagapan. Tak pernah menyangka akan ditanyai seorang laki-laki yang bukan siapa-siapaku.  Meski kita berteman sejak SMP. Dan pertemanan itu terukir hingga kini, ketika kita sudah bekerja.

“Dia bukan siapa-siapa. Hanya sebuah cerita yang ku poles sedemikian rupa,” aku menjawab dengan santai.

“Tidak mungkin, ceritamu begitu hidup, begitu menghanyutkan. Kamu bisa menceritakannya secara detail, sehingga cerita itu begitu bernyawa,” kamu berargumentasi mencari pembenaran.

Aku terdiam. Sebenarnya tebakannya benar. Kisah itu tentang sebuah kisah nyata, meski yang ku ceritakan telah dipoles sedemikian rupa.

“Kenapa sih, pentingkah bagimu? Hingga pagi-pagi begini datang ke sini hanya untuk menanyakan hal itu?” tanyaku mencoba mengelak.

Kamu hanya terdiam, tanpa menjawab tanyaku. Aku pun terdiam.

“Hmmm, baiklah. Dia bukan siapa-siapaku. Hanya seseorang yang hadir pertama kali dan terasa istimewa di hatiku. Membuat aku saat itu, anak kelas dua SMP begitu puitis. Aku tak banyak berharap. Karena kita saling diam, meski aku begitu merasa besar kepala dengan sikapnya yang terasa istimewa kepadaku. Aku hanya bisa mencintainya dengan diam. Hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Dan segera berlari kedepan rumah jika aku mendengar suara deru motor yang mirip dengan suara deru motornya. Hanya karena aku ingin menatap sosoknya. Dia bukan siapa-siapa ku. Meski hingga kini aku masih mengingatnya. Aku bahkan tak tahu apakah dia mempunyai rasa yang sama.”

“Apakah aku mengenalnya?” tanyamu kemudian.

“Seharusnya kamu mengenalnya, jauh lebih baik dariku,”

“Anak kelas berapa?”.

“Satu kelas denganku.” Dahimu mengkerut, seolah mengingat-ingat hal yang berat. Aku begitu heran dengan sikapmu hari ini, datang pagi-pagi. Kemudian menginterogasi tanpa jeda, tanpa basa basi. Sungguh hal yang aneh.

“Berarti satu kelas denganku juga dong.” Namun aku hanya terdiam.

“Siapa sih?” tatapmu penuh ingin tahu.

“Ah sudahlah, itu sudah terjadi. Tak perlu dibahas lagi,” kataku ingin menutup pembahasan itu.

“Bagiku perlu, aku ingin memastikan jika kamu sedang benar-benar tidak mencintai seseorang. karena bebeberapa hari ke depan aku akan melamarmu,” kamu berkata ringan namun tegas. Bahkan nada bicaramu seolah yakin jika aku pasti menerima lamaranmu.

Aku hanya melongo, bibirku terkunci. Aku menatapmu mencari kesungguhan dari apa yang ku dengarkan. Namun tidak kutemukan keraguan sedikitpun. Hingga kamu berpamitan dan punggung tegapmu mulai menjauh meninggalkanku.

Andai kamu tahu, bahwa kamu sangat mengenal sosok dalam ceritaku itu. Karena dia adalah kamu.

#Tantangancintapertamaodop
#cerpencinta

Comments

  1. Aaaaaaahhhhhh.... Mau tidur, kenapa harus baper dulu sihh... Kebawa mimpi nih...

    ReplyDelete
  2. Ini jadi ngetwist endingnya, pembaca diajak naek roller coaster dulu sebelum masuk ke tema utamanya. Cerdas banget yang nulis

    ReplyDelete
  3. Ini jadi ngetwist endingnya, pembaca diajak naek roller coaster dulu sebelum masuk ke tema utamanya. Cerdas banget yang nulis

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,