Skip to main content

CATATAN CINTA KITA

www.pixabay.cm

Malam semakin larut. Tamu-tamu sudah beranjak pergi. Begitu juga dengan panitia Walimatul Ursy. Halaman sudah terlihat rapi dan bersih. Hanya tinggal tenda yang masih berdiri dan meja kursi yang sudah tertumpuk rapi.

Tak ada yang mewah. Walimatul ursy kali ini hanya diisi dengan pengajian ustadz dan berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yatim disekitarku.

Aku masuk ke kamar. Kau sedang duduk disana. Tersenyum melihatku. Aku juga membalas senyummu.

 Rasanya kikuk. Seolah ada orang asing yang melihatku.

            “Mas aku bebersih dulu ya,” ucapku segan sambil beranjak ke luar menuju kamar mandi.

            “Ya dik, jangan lupa setelahnya wudhu sekalian. Kita nanti berjamaah melakukan sholat sunah bersama,” ujarmu.

            Aku hanya mengangguk. Kau sedang membaca buku, ketika aku kembali. Sejurus matamu memandangku, kau seolah menertawakan penampilanku. Aku memang memakai baju gamis dan kerudung lebar seperti yang biasa ku pakai ketika bepergian atau bekerja. Aku hanya tersipu malu.

            “Tunggu saya ya dik, Mas bebersih dulu. Habis itu kita sholat bersama,” ujarmu kemudian melenggang ke kamar mandi.
            Aku menunggumu sambil membaca AlQur’an. Menghilangkan rasa yang tak biasa. Entah apa rasanya, aku sendiri tidak bisa menerjemahkannya.

            Kau kembali dengan celana selutut dan kaos oblong warna putih. Tanganmu menggapai lemari, mengambil sarung dan gamismu. Lalu membentangkan sajadah di lantai.

            “Ayo Dik, sudah siap?” tanyamu saMbil menoleh ke arahku.

            “Iya Mas,” jawabku pelan. Aku mengikuti setiap gerakan sholatmu dengan seksama. Rasa aneh, rasa yang tak biasa kembali hadir. Aku justru benar-benar merasa tidak khusyu bermakmum di belakangmu.

Ketika salam diucapkan, kau berbalik menghadapku. Memegang ubun-ubun kepalaku seraya berdoa “Ya Allah aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau berikan padanya, dan aku berlindung kepada Mu dari keburukannya dan keburukan yang engkau berikan kepadanya”.

Setelah itu kau pandang wajahku. Segera ku raih tanganmu dengan seksama dan kucium punggung tanganmu dengan takdzim. Seketika ada desir aneh menjalar di tubuhku. Tapi tanganku tidak kau lepaskan. Kau genggam erat dan kemudian kau tatap wajahku. Aku tak berkutik dan merasa salah tingkah. Mungkin pipiku sudah memerah. Dan kau hanya tersenyum. Kemudian perlahan kau lepaskan tanganku.

Aku pun beranjak, tak ku lepaskan kerudung besar yang membalut tubuhku.

“Adik baring duluan ya Mas,” aku berpamitan padamu. Kau pun mengangguk, dan kemudian kau raih Alqur’an yang ada diatas meja disampingmu.

Aku tertidur diiringi indahnya suaramu melantunkan ayat-ayat suci Alqur’an.
##
Flashback satu tahun yang lalu

 “Ratri, kamu sudah dengar berita terbaru tentang Rian?” tanya Wulan hati-hati padaku. Ketika kami sedang makan berdua di meja pantry. Pantry ini terletak disudut ruangan kerjaku. Berukuran sekitar 2x3 meter. Tetapi tidak banyak yang makan di ruangan ini. Teman-teman yang lain biasanya akan menghabiskan makan di kantin perusahaan.

“Berita apa, Lan?” aku bertanya seolah tidak tahu apa-apa. Aku dan Wulan adalah sahabat baik. Kami bersahabat sejak sama-sama berada di jalan hijrah, Saat sedang bersemangat memperbaiki ilmu agama. Berhijrah mengganti segala macam baju ketat dan mboys menjadi baju gamis dan kerudung lebar. Mengejar ilmu agama dari ta’lim satu ke ta’lim lainnya.

“Kata Dodi, dia akan menikah bulan depan,” Wulan masih mengucapkan hati-hati berita itu. Dia adalah Rian, seseorang yang menjadi ketua majelis ta’lim di Perusahaan tempat kerja kami.

“Ya syukur alhamdulillah  ya Lan, saudara kita menyempurnakan agamanya,” kutata suara hatiku agar terdengar biasa. Padahal ada hati yang bergemuruh di dalamnya.

“Kamu beneran nggak apa-apa kan?” Wulan menatapku penuh kekhawatiran.

“Tenang Wulan aku nggak apa-apa. Udahlah, yuk kita ke mushola. Sudah mau masuk dzuhur ni.

Wulan mengangguk dan kami segera bergegas ke mushola pabrik. Dalam perjalanan ke Mushola Wulan lebih banyak bercerita. Aku terdiam dan parahnya aku tak sepenuhnya mendengarkan ceritanya. Pikiranku melayang entah kemana.

Wulan tahu jika akulah wanita terdekatnya hingga kini. Meski kemudian ketika aku dan Rian sama-sama mengenal islam, interaksi kami semakin berkurang. Namun perhatian-perhatian kecilnya masih tertangkap mata. Hanya Wulan yang jeli melihat hubunganku dan Rian.

Memang seharusnya tidak ada hubungan istimewa antar dua orang yang belum terikat pernikahan suci. Aku mengerti itu, meski tetap ada sakit yang tergores di hati.

Flashback end.
##
4 bulan yang lalu

Pagi itu aku ditemani Wulan berangkat ke Tiban, beberapa hari lalu Ustadz Jamal yang biasa mengisi kajian rutin majeis ta’lim meneleponku untuk segera menemuinya. Aku sudah akrab dengan Ustadz Jamal. Sebagai humas Majelis ta’lim aku terbiasa menghubungi atau pun sowan ke rumah ustadz untuk menyampaikan undangan. Undangan agar bisa mengisi ceramah di setiap acara majelis ta’lim yang kami adakan.

Sesampainya disana, Ustadz sedang asyik membersihkan Aquarium. Selembar biodata diberikan kepadaku, sesaata setelah belisu selesai. Satu bulan Ustadz memberikan waktu padaku untuk memberi jawaban. Sebenarnya terlalu lama waktu sebulan yang diberikannya. Tapi Ustadz tahu itu mendadak bagiku.

Sepanjang perjalanan pulang aku tak pernah lepas dari biodata itu dan entah mengapa tiba-tiba kau teringat Rian. Ku baca dengan seksama.
Nama : Wawan Iryawan
TTL       : Padang, 26 Oktober 1986
Hobi    : travelling
           Kriteria Calon :  Pandai mengaji dan siap di ajak membangun istana disurga

            Berkali ku eja tahun lahirnya, 1986. Itu berarti dia lebih muda dariku  lima tahun. Ya robbi. Aku memejamkan mata. Usiaku duapuluh delapan tahun saat ini. Tak ada alasan untuk menolak laki-laki yang baik, begitu ilmu yang ku dengar.
##
            3 bulan yang lalu

Seorang laki-laki muda berkulit coklat, mempunyai tinggi sedang, berambut cepak dan berpakaian koko putih duduk didepan rumah Ustadz Jamal. Dia segera beranjak ketika aku dan Wulan datang dari kejauhan. Pagi itu aku mengiyakan tawaran ustadz Jamal untuk bertemu dengannya. Sebulan setelah aku menerima lembaran biodata, hatiku memantapkan untuk menerimanya. Kuserahkan biodata dengan segala kriteria yang kuinginkan disana. Dan meskipun usiaku lima tahun lebih tua darinya, lelaki  itu tidak memeprmasalahkannya.

            “Eh jangan-jangan itu tadi calonmu Trista. Semoga tadi nggak melihat kita ya. Nanti dikiranya akulah calonnya,” seloroh Wulan yang membuat aku tertawa.

            “Eeh iya ya, nanti pas ketemuan ternyata kok calonnya bukan kamu. Ah kecewa deh. Dan ternyata tua lagi,” Aku dan Wulan kemudian tertawa bersama. Wulan memang lebih muda dariku, sebaya dengan lelaki itu.

            Kak Ummu, Istri ustadz Jamal menemaniku menemui lelaki itu. Sedang Ustadz Jamal sebagi penghubung diantara kami berdua. Aku hanya berani menatapnya sekali saja, sepertinya lelaki itu pun begitu. Lelaki yang terlihat biasa saja.

            ##
Malam kedua setelah pernikahan

“Hmm enak…,” pujimu malam itu, ketika kita makan malam bersama. Tempe dan terung penyet dengan lalap timun dan kemangi. Malam kedua bersamamu.

Kau duduk di depan tivi ketika aku mencuci piring dan gelas yang kotor. Ketika selesai dan sekalian membersihkan diri, aku masuk ke kamar. Kau pun mengikutiku. Namun segera berbalik dan berkata “Aku ke kamar mandi dulu dik.” Aku hanya mengangguk.

Matamu tertegun menatapku, kemudian kau hempaskan badanmu di sampingku.

“Apakah aku tidak boleh melihat rambut indahmu Dik?” kau menatapku. Kedua tanganmu memegang telapak tanganku. Aku hanya menunduk.

“Malu Mas,” kataku pelan.

Ujung jarinya menyentuh daguku. Membawa mataku untuk menatap matamu. Ku coba  menatapmu tetapi tak kuasa menatap matamu yang penuh binar cinta. 

“Dik kamu kan istriku sekarang, kita sudah halal kok,” ujarmu lembut.

Aku kembali menunduk. Benar-benar tidak berani menatap mata teduhmu.

Pelan-pelan kau memegang ujung kerudungku bagian depan, kau singkapkan ke atas. Aku menahannya. “Jangan Mas, aku malu,” ucapku lirih.

Kau hanya tersenyum. “Kerudungnya saja dibuka, adik masih boleh memakai gamis jika bersamaku. Hingga adik terbiasa kelak.”

Aku membiarkanmu membuka kerudungku. Setelah terbuka sempurna, matamu tanpa kedip menatapku. Kemudian kau beranjak sejenak mengambil sisir di meja rias. Menyisirkan rambutku yang kemudian kau urai memanjang. Rambutku memang sepanjang pinggang.

“Rambutmu harum Dik,” ucapmu sambil mencium bagian rambutku. Aku hanya terdiam membisu.

“Ok adik boleh tidur, Mas akan tilawah dulu,” ujarmu sambil beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Malam kedua ini aku kembali terlelap diiringi lantunan tilawahmu yang indah.

Jam tiga dini hari aku terbangun. Dan mendapati tanganmu melingkar di pinggangku. Ku tatap wajahmu yang damai. “Maafkan aku mas, belum bisa menjadi istrimu yang baik,” bisikku

 (end) 

Comments

  1. Pernah baca to mbak e rasanya...

    ReplyDelete
  2. Pernah baca to mbak e rasanya...

    ReplyDelete
  3. Membacanya membuat ku semakin mantabuntuk berhijrah

    ReplyDelete
  4. Hadooohh kemaren mak vinny posting cerpen tentang pengantin.. hari ne mbak wid.. #adek baper bang 😂😂😂

    ReplyDelete
  5. Wahh bagussssss. Bacanya jdi senyum-senyum sendiri wkwk

    ReplyDelete
  6. Jadi baper. Soalnya kemaren Vinny yg manten, sekarang Wiwid... heheheh

    ReplyDelete
  7. waaaaaahhhhh ,,,, kakwiiiid ,,,
    jadi bapeeer pingin dinikahin hahaha

    ReplyDelete
  8. Duhhh ini mah ilmu nulisnya tingkat dewa

    ReplyDelete
  9. Keren mb wiwid. Menginspirasi n buat baper

    ReplyDelete
  10. Serasa ada arus listrik yang menjalar di dalam diriku, mba #speechless

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,