Skip to main content

Segumpal Daging

www.rumahjurnalku.blogspot.com

“Mengapa kamu menangis?” bentakku pada mata yang airnya tidak berhenti mengalir. Indera penciumannya mulai penuh sesak, sulit bernafas.
“Aku tidak sedang bersedih, maka jangan menangis!” ujarku lagi menyuruh mata untuk berhenti menangis. Aku tidak tahu apa yang di tangisinya, mudah sekali matanya mengeluarkan airmata. Terkadang hanya membaca sebuah tulisan, atau mendengar sebuah cerita. Air mata akan merembes perlahan di tepi-tepi kelopak matanya. Telapak tangan kanannya akan segera beringsut menghapusnya, sebelum ia mengalir ke pipinya yang ranum. Terkadang ujung kaosnya sebagai korban. Sungguh cengeng, pikirku.
“Itu semua karenamu. Seharusnya kamu yang lebih tahu alasanku menangis.” Ucapannya sedikit mengagetkanku. Tuduhannya semakin membuatku geram. Aku yang sejak tadi merasa porak-poranda semakin merasa tidak terima tuduhannya.
“Kenapa aku?” aku tak kuasa menahan keingintahuanku.
“Kamu benar-benar sudah tidak tahu? Mungkin kamu perlu membersihkan dirimu.”
“Tetapi aku tidak sedang sedih. Kenapa justru airmatamu mengalir deras?” tanyaku masih belum mengerti.
Kemudian mengalirlah penjelasanmu. Katamu aku kotor, karena setitik kedengkian yang bersemayam dalam ragaku. Kamu menangis karena kamu memikirkanku. Bagaimana kelak bisa mempertanggungjawabkan kedengkianku, meski hanya setitik ini? Kamu coba membantuku, dengan mengalirkan airmata penyesalan. Katamu, penyesalan bisa menghapus dosa kecil yang telah kubuat.
Kemudian aku merenung, perkataanmu memang benar. Bahwa kamu, mata, lebih sering mengekspresikan apa yang kurasa. Sedih, marah, bahagia, bohong dan apa yang kurasa dalam ragaku bisa terlihat disana. Meski mulut tidak berkata-kata. Semua apa yang bergejolak di dalam ragaku, dimatalah bisa ditemukan jawabannya.
Ah kedengkian itu, karena aku tidak suka takdir itu melekat pada seseorang disana. Namun mulutku kaku untuk meminta maaf pada penciptaku.
Mata berkata, “Ikhlaskanlah. Engkau akan merasa lapang. Aku bersedia membantumu.”
Kemudian kamu menangis lagi. Tangis penyesalan. Kali ini aku tidak membentakmu. Aku hanya segumpal darah yang hina, yang tinggal diruang sempit di dalam rongga dada. Dimana segala kebaikan dan keburukan berasal dariku. Aku harus berterimakasih kepadamu yang selalu membantuku. 
Kini perlahan rumahku yang sempit menjelma menjadi lautan luas yang tak bertepi.


#Maafkan aku hati, untuk hari-hari dalam kedengkian.

Comments

  1. Huaaaa.... Dalem ini bund, hiks....

    ReplyDelete
  2. #Maafkan aku hati, untuk hari-hari dalam kedengkian.

    "Maaf", satu kata yang mampu menyesapkan gelap hingga terlihatlah terang....

    ReplyDelete
  3. This is simple but still deep, very deep....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat...

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bi...

Teman Baru

        www.parents.mu        Dengan ter gesa kuucapkan salam . Hari ini sungguh terik sekali. A ku menuju dapur untuk mecari minuman dingin di kulkas. Tidak kulihat ibu di  sana , tetapi meja makan sudah penuh dengan beberapa lauk yang menggugah selera . Segera kuganti baju seragam , kemudian kucuci tangan dan kaki. Kulangkahkan kaki menuju kamar ibu. T erlihat ibu sedang menyusun buku-bukunya yang biasanya tertata rapi di lemari ke dalam kardus “Ibu, kenapa buku-bukunya dimasukkan ke dalam kardus? Memangnya mau dibawa kemana?” tanyaku penasaran. “Ini ibu mencicil mengepak barang-barang. Sebulan lagi ayahmu pindah kerja ke luar kota.” “Apa Bu, pindah? T erus bagaimana dengan sekolahku, B u?” “Nanti sekolah kamu ibu urus kepindahannya. Mengenai teman-teman, nanti disana  kamu juga akan punya teman baru yang banyak." “Ah malas , B u . P aling mereka tidak sepandai teman-temanku disini. Main Play Statio...