sumber :www.pixabay.com |
“Berhenti!”
suaramu menghentikanku.
Aku tertegun.
Padahal baru saja kamu mengatakan kepadaku untuk menuangkan semua rasa itu.
“Kenapa?” tanyaku
tak mengerti.
Kamu terdiam
kemudian tergugu. Aku hanya bisa memandangmu. Meski aliran darah begitu kuat ditubuhku
seakan tidak mau berhenti untuk menggoreskan segala yang kamu rasa.
“Aku tidak ingin
membuat yang lain berduka. Cukup aku saja yang merasakannya,” ujarmu lirih
diantara isak tangismu.
Aku mengerti. Tulisan-tulisanmu
beberapa waktu terakhir ini berubah lara. Semua diksinya menggoreskan luka.
Aku bisa mendengar
setiap jiwamu bercerita. Cerita tentang dia yang telah kamu lepas pergi. luka
lara, kesepian, kehilangan. Aku tahu saat matamu meredup, melepas sosok
punggung kokoh yang melangkah menjauh darimu. Redupan matamu berubah menjadi
rintik hujan, menetes perlahan. Hatimu yang tersayat, saat punggung tegap yang
selalu kamu rindu menghilang jauh ditelan awan.
Aku bisa mendengar
ketika kamu berkata kepadanya jika kamu adalah orang pertama yang akan bersorak
gembira ketika dia meraih mimpinya. Meski saat itu kamu bersusah payah membendung
airmata yang akan membanjiri kelopak mata besarmu.
“Bagaimana aku
bisa menangis perih dihadapannya, ketika dia menceritakan dengan gegap gempita
impian yang selama ini dinantinya telah berada dihadapannya?” lirih kamu
berkata padaku ketika dia beranjak pergi. Aku mengerti. Karena dia pergi dengan
bibir merekah, kaki ringan melangkah menuju mimpi yang dia gantung di awan
tinggi.
“Bukankah ia
berjanji untuk tetap bersamamu apapun yang terjadi?” tanyaku padamu. Kamu menggeleng.
Mendesah perlahan, seolah ingin melepaskan apa yang kamu rasakan.
“Mungkin genre
yang kujalani kali ini adalah sebuah melodrama menyedihkan. Tulislah. Aku mengijinkanmu
sekarang,” katamu akhirnya. Aku diantara bimbang dan ragu, ingin menuliskan
melodrama menyedihkan yang kamu lalui. Tetapi ketika hati dan pikiranmu
menyatu, entah itu kesedihan dan kegembiraan, tubuhku tak bisa berhenti di
gerakkan. Ya, karena aku adalah jemari-jemarimu yang selalu menari lincah di atas
keyboard leptop abu-abu milikmu hingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang
indah meski sendu. (end)
#tulisan ini
untukmu
Comments
Post a Comment