Skip to main content

Surat Aira

www.id.gofreedownload,com

“Ma, aku mencintainya,” Aira menangis di pangkuan mama. Gadis kecilnya yang sudah tidak kecil lagi. Baru kemarin mama merasa mendampinginya mengenakan toga hitam. Mama membelai rambutnya yang panjang menghitam. Ada perih yang bisa mama dari isak tangisnya.
Tidak ada yang salah dengan perasaannya. Usianya sudah duapuluhempat tahun. Usia yang sudah cukup matang untuk bersiap menuju jenjang pernikahan.
Aira masih terisak. Mama membiarkan Aira terisak hingga puas. Kepada siapa lagi dia bisa mengadu setelah mengadu kepada tuhannya selain kepada mamanya? Mama pun lebih bahagia Aira melakukan itu padanya.
***
“Sudah kamu pikirkan masak-masak keputusanmu ini Aira?” tanya mama pada Aira.
Dia hanya mengangguk. Kemudian lirih dia berucap,”Ma, jika papa ada di sini apakah dia menyetujui keputusanku ini?”
Mama terdiam. Papa Aira, seorang dokter yang sedang dalam masa penugasan ke daerah yang tidak ada jaringan sinyal. Tidak mudah untuk dihubungi setiap waktu, apalagi ngobrol berjam-jam.
“Tenanglah, papamu pasti akan setuju dengan keputusanmu ini. Karena alasannya adalah untuk kebaikanmu, kebaikan agamamu.” Ujar mama berusaha menenangkan Aira.  Mama pun memang tahu sifat Papa Aira, jika ada alasan kebaikan dalam melakukan sesuatu pasti akan disetujuinya.
“Baik Ma, Aira berangkat dulu ya. Doakan yang terbaik Ma.” Aira mencium tangan mama sebelum langkahnya meninggalkan pintu rumah. Sepeda motor matic segera dinyalakannya. Kerudung besarnya berkibar ditiup angin. Mama merapal doa dalam hati demi kebaikan Aira.

***
Seorang lelaki muda dengan kulit sawo mentah menatap sebuah amplop berwarna putih. Sebuah nama di bagian sampul belakang menunjukkan nama pengirimnya.  Keningnya berkerut. Kemudian segera di simpan surat itu di dalam ransel hitamnya. Hatinya bertanya-tanya. Ingin segera laju motornya sampai di halaman rumahnya.
Terduduk di lantai, dengan pintu kamar yang terbuka, lelaki itu segera meraih amplop putih dengan sedikit tergesa. Menyobek sampulnya dan membuka lipatan kertas di dalamnya segera. Raut wajahnya memerah, sesungging senyum dibibirnya. Namun hati kecilnya bertanya-tanya, apakah surat ini benar untuknya? Segera dibaca ulang nama yang tertera di sampul depan, benar itu namanya. Alamat rumahnya juga benar. Tak ragu lagi, surat itu memang untuknya.
***
“Bagaimana Aira, ada kabar terbaru?” tanya mama pada Aira yang semakin pendiam sejak beberapa hari yang lalu. Aira hanya menggeleng, dan kembali tepekur menekuni novel dihadapannya.
“Tidak pernah bertemu lagi dengannya?” tanya mama lagi semakin penasaran.
Aira mengangguk. Waktu sudah berlalu hampir dua minggu. Tak ada kabar terbaru.
“Baiklah, biar Tuhan yang menjawab semuanya Aira.” Kata mama mencoba menenangkannya
Aira hanya mengangguk.
***
Tiga bulan berlalu, tetapi Aira terasa tidak ada tanda-tanda akan mendapatkan jawaban. Aira sudah mencoba sesekali menanyakan jawaban atas surat itu, tetapi lelaki di ujung sana bergeming seolah tidak pernah menerima apapun dari Aira.
Aira pasrah dan kembali fokus menyibukkan diri dengan mengikuti seminar kesana - kemari, tentu salah satu tujuannya untuk meningkatkan wawasan, terlebih Aira adalah seorang dosen muda yang memang dituntut untuk memiliki wawasan yang luas.
Malam itu, pintu rumah Aira diketuk. Papa yang baru dua hari pulang dari pedalaman segera menuju pintu. Seorang pemuda tak dikenal, dan sepasang orang tua di belakangnya membuat papa Aira termangu, heran.
“Maaf, mencari siapa ya?” tanya Papa Aira masih dalam keheranan.
“Benarkah ini rumah Aira? Bapak mungkin tidak mengenal saya, tetapi anak Bapak sangat mengenal saya,” jawab lelaki muda dihadapannya dengan nada tegas dan penuh percaya diri.
Masih dalam wajah keheranan papa Aira memersilahkan ketiga tamunya masuk. Papa Aira memanggil Aira di kamarnya. Aira, Papa Aira dan mamanya kembali ke ruang tamu. Aira sungguh terkejut. Lelaki itu mencoba tersenyum pada Aira. Namun Aira segera menundukkan wajahnya.
“Maksud kedatangan kami ke sini, menindak lanjuti surat Aira beberapa waktu yang lalu. Menjawab niat baik Aira. Saya memohon restu Bapak untuk menjadikan Aira istri saya.” Ucap lelaki itu setelah semuanya duduk terdiam.
Gemuruh suara hati Aira mendengar ucapan lelaki tersebut. Hal yang sudah nyaris diikhlaskannya, kini menjadi kenyataan. Surat itu, surat proposal yang dia berikan kepada lelaki itu.
“Dan saya minta maaf Aira, tak sekalipun merespon setiap pesanmu yang menanyakan jawaban atas surat yang kamu sampaikan. Saya hanya butuh waktu meyakinkan diri. Maaf.”
Kata-kata lelaki itu sudah tidak terdengar di telinga Aira. Yang ada hanyalah nyanyian bintang yang turut bahagia di atas sana. Dalam gemuruh nyanyian bintang, Aira berbisik, “Fabiayyi alaa’i rabbikumaa tukadzzibaan, maka nikmat Tuhan manalagikah yang aku dustakan?”.


#Terinspirasi dari kisah nyata seorang teman

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,