Skip to main content

Kereta Kencana

sumber : www.tokoantiekretro.blogspot.com

Kereta kencana menjemput, di depan gerbang rumah ia terhenti. Aku terdiam mendekat, sedikit ingin mengetahui karena warna keemasannya seolah menjadi magnet sendiri untuk dihampiri. Ini semua seperti mimpi, ketika tubuhku ringan melayang mendekati. Kemudian, menaiki kereta kencana tanpa ragu lagi, meski masih ada tanya kemanakah kereta kencana ini akan membawaku pergi?
Sang pengemudi hanya mematung di belakang kuda sembrani. Tanpa kata bahkan menoleh barang sejenak, menengok penumpang dan memastikannya telah nyaman di belakang kemudi. Mulutku bahkan enggan bertanya, meski hatiku bergejolak ingin tahu pasti.
Kereta kencana masih terdiam, ketika tiba-tiba ingatanku melayang. Aku belum berpamitan kepada ibu dan ayah tersayang. Mulutku tergerak untuk bertanya, mungkinkah masih ada kesempatan untuk berpamitan kepada orangtua tercinta. Kepala pengemudi menggeleng. Suaranya terdengar di telinga dan berkata jika tidak ada waktu lagi, kereta kencana harus segera pergi. Batinku berkata,” Tidak mengapa jika aku kali ini tidak berpamitan dengan mereka. Akan kuhubungi mereka dengan ponsel cerdas yang selalu kubawa.”
Oh tidak! Ponsel cerdas tidak terbawa. Mengapa aku begitu abai? Tengoklah, aku bahkan tidak membawa apa-apa, hanya baju rumah dan sandal jepit biasa. Baiklah, maka kukatakan pada pengemudi kereta kencana jika kita tidak boleh berlama-lama bertamasya mengelilingi kota. Namun, kini gelegar suaranya sedikit mengejutkan gendang telinga. Dia berkata,”Kita tidak sedang bertamasya, kita sedang menuju perjalanan ke langit tujuh di atas sana.”
Aku hanya tertawa mendengar kata-katanya. Lucu sekali, mana ada kereta kencana yang bisa terbang. Kereta mulai berjalan perlahan. Bibirku masih menyunggingkan senyum. Mana ada kereta kencana terbang, sedang tapak kaki kuda begitu mantap terdengar di telinga.
Di ujung gang rumah sebelum kelokan, kulihat teman-teman terlihat muram berjalan. Kubuka jendela kereta kencana, suaraku memanggil nama mereka. Maya, Krisna, Dwisa. Mereka bergeming, berjalan tepekur merunduk, wajah dengan beban pikiran menggelayut. Aku tak risau, mungkin mereka tak  menyadari jika ada kereta kencana lewat dan aku di dalamnya. Kereta kencana semakin melaju.
Ketika kereta sampai di jalan utama. Aku terpana. Tak ada lalu lalang mobil ataupun sepeda motor. Tak ada kemacetan. Kanan kiri jalan bukanlah deretan rumah, yang ada hanyalah hamparan hijau luas yang menyejukkan mata.  Tiba-tiba sebuah slide gambar terlihat jelas. Seorang wanita sedang menangisi waktu yang telah ditinggalkannya, dia menangis meraung. Waktu lima menit yang diabaikannya hingga dia harus ketinggalan kereta dan kehilangan kesempatan untuk ujian akhirnya.
Wanita itu begitu merasa merana. Pupus sudah harapannya untuk mengenakan toga dipertengahan tahun ini. Pupus sudah. Gulita. Dada menyesak, suram tak ada warna. Dia menaiki kereta yang datang tigapuluh menit berikutnya. Mencoba merangkai setitik asa. Namun sia-sia, watu tak bisa diputar percuma, lunglai. Berjalan tak tentu arah. Berhenti di atas rel kereta. Suara riuh yang memangilnya hanya seperti gnggongan anjing yang berlalu begitu saja. Kereta mendekat. Namun, sebuah tangan menyeretnya kuat, tubuhnya tersuruk, terbentur lempengan tepian rel kereta.
Sukma melayang-layang menjauhi raga. Menaiki langit, mencari tempat bernaung selamanya. Sia-sia, sukma kembali ke raga yang nafasnya kembang kempis meregang nyawa. Sebuah mahluk berpakaian hitam dengan tubuh kekar mendekat. Tak ada senyum di wajahnya. Menawarkan sebuah tempat yang mampu melelehkan segalanya, panas membara. Api berkobar, menjilat-jilat yang ada di sekitarnya. “Tak ada pilihan, kau pantas di sana. Hanya karena asa yang tidak terefleksi sempurna, kau gelap mata. Ituah tempatmu sebaik-baiknya.”
Gelegar suara mahluk berpakaian hitam menyadarkanku, jika aku sedang menaiki kereta kencana. Mahluk hitam itu seperti kukenal sebelumnya. Kupandang pengemudi kereta kencana. Batinku menggigil mengingat adegan slide yang membuatku terlena. Dadaku tiba-tiba bergemuruh hebat. Ada firasat yang tidak enak kurasa.
“Tolong hentikan atau kau bawa pulang lagi aku ke rumah!” jeritku kepada sang pengemudi kereta.
Dia bergeming. Mataku menatap pemandangan di luar kereta. Tak ada lagi hamparan hijau menyejukkan. Yang ada hanya gumpalan awan yng berarak perlahan. Apakah kereta kencana terbang?
“Tolong, bawa aku pulang!” jeritku tiada lagi tertahan.
Dia tetap bergeming. Tiba-tiba pintu kereta terbuka.
Aku tak ingin ikut dengannya. Aku berdiri di depan pintu kereta kencana. Dia hentikan kereta tanpa suara. Kumantapkan hati jika aku harus pergi.
“Tidaaaak,” jeritku ketika kusadari ternyata kereta kencana ada di awan, tubuhku melayang. Terjun bebas menuju bumi, ketika akhirnya aku tidak mengingat apa-apa lagi.
***
Mataku terbuka, ketika kudengar riuh isak di telinga.
“Syukurlah kau kembali Riska, syukurlah kau kembali,” isak ibu sambil memelukku erat.
Aku masih belum ingat apa yang terjadi, namun aku masih ingat dengan jelas slide yang tergambar saat perjalanan dengan kereta kencana. Karena akulah pemerannya. (end)


#Cerita embuh

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,