Skip to main content

Semangkuk Soto untuk Mamak

www.kuliner123.com

Dering telepon menggetarkan samsung putih milik Ramdhan. Esih yang sedang asyik menyetrika hanya menatap sekilas, kemudian memanggil nama suaminya.  Lelaki kurus, berkulit gelap dengan tinggi tubuh menghampirinya riang.
       Dengan nada gembira Ramdhan menerima panggilan telepon tersebut.  Esih masih sibuk menyelesaikan pekerjaan ketika Ramdhan mendekat dan berkata jika Mamak mertuanya akan berkunjung sore ini.
Rasa cemas menggelora di hati Esih. Berita itu seperti guruh yang menggelegar, terdengar begitu menakutkan. Segera dicabutnya colokan setrika. Menata kembali baju-baju yang menggunung ke dalam keranjang cucian. Diedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
“Mamak ingin soto, Sih,” ujar Ramdhan pelan.
       Esih hanya melongo. Soto. Makanan yang paling dihindarinya. Terakhir kali Esih makan soto ketika SMA. Namun, beberapa jam setelah Esih makan soto tersebut dia harus di rawat inap selama tiga hari di rumah sakit. Perutnya mulas, diare dan akhirnya dehidrasi. Sejak saat itu Esih trauma makan Soto. Hingga seumur pernikahannya yang sudah menginjak usia 5 tahun, Esih tidak pernah sekalipun memasak makanan yang bernama soto.
“Bagaimana nih Bang, aku nggak bisa masak soto,” ujar Esih cemas.
Ramdhan terdiam. Wajahnya menyiratkan kebingungan.
“Sudahlah, kita nanti cari warung yang jual soto Sih,” jawab Ramdhan akhirnya. “Atau Esih masak saja, kan bisa tanya sama Om Goggle resepnya,” ujar Ramdhan tiba-tiba.
“Aduh Bang, mana sempat lagi? Satu jam lagi Mamak sampai. Lagian kan aku nggak bisa masak soto. Kasihan kalau nggak enak.”
“Iya sih, tapi apa ada ya warung Soto yang buka di hari raya gini?” pertanyaan Ramdhan semakin membuat Esih gusar.
“Kenapa sih Bang, Mamak nggak makan rendang dan opor? Kan itu masih banyak dikuali,”tanya Esih mencoba bernegosiasi.
“Mamak bosan makan rendang dan opor, Sih. Kan Mamak juga masak itu di sana,” Ramdhan mencoba menjelaskan.
Mereka kemudian saling terdiam. Memutar otak, mencari memori dimana bisa mengingat warung soto yang pernah mereka lewati. Kemudian mereka berdua beranjak keluar, menstater motor dan melaju berputar-putar mencari warung soto yang buka. Namun, nihil. Tak ada satupun warung yang buka di hari kedua lebaran ini.
“Bagaimana nih Bang? Sebentar lagi Mamak sampai,” Esih semakin cemas, tidak bisa mengabulkan permintaan mertuanya.
Ramdhan menekan beberapa nomor di keyboard gawainya. Kepalanya terlihat mengangguk-angguk. Bibirnya sedari tadi hanya mengucap kata”Baik Mak” berulang kali.
“Mamak terlambat sampai sini, Sih. Mungkin tiga atau empat jam lagi Mamak sampai,” ujar Ramdhan ketika Samsung putihnya sudah dia matikan. Kembali mereka saling terdiam.
“Ya sudah Bang, aku masakkan Mamak soto,” ujar Esih akhirnya. Ramdhan menatap Esih tidak percaya.
“Tidak ada pilihan. Kita tanya Om Google,” ujar Esih menjawab ketidakpercayaan Ramdhan. Esih dan Ramdhan saling bertatapan, senyum mengalir dari wajah dan bibir mereka.
***
Mamak datang tepat pukul lima sore. Wajahnya masih menampakkan kegembiraan. Sekantung kresek hitam besar dia angsurkan ke Esih. Kerupuk ikan Tuna, oleh-oleh khas dari Natuna. Setelah Mamak istirahat sejenak, Esih mengajaknya ke ruang makan.
Hidangan soto telah terhampar di meja. Kol, tauge, wortel dan mi soon yang telah direbus, diletakkan di atas piring bulat besar. Potongan seledri dan sambal cabe rawit hijau masing-masing Esih letakkan di mangkuk kecil. Daging ayam goreng yang telah di kerat, diletakkan Esih di atas mangkuk bening. Kerupuk udang bersesakan di dalam toples besar. Kuah soto yang menguning di letakkan Esih di mangkuk tupperewere berwana hijau.
Mamak menyendok sedikit nasi, menaburinya dengan potongan kol, seledri, tauge, Mi soon dan sesendok kecil sambal cabe rawit. Esih menahan nafas. Degub jantungnya bertalu-talu, keringat dingin mengalir deras dari baju yang dikenakannya.
Sesendok soto telah berpindah ke lidah Mamak. Esih masih menahan nafas. Di lihatnya mamak terdiam.  Keringat dingin semakin membanjiri baju Esih.
“Enak, lezat,” ujar Mamak akhirnya.
Esih hanya tersenyum.
“Siapa yang masak Sih?” tanya Mamak.
“Esih Mak,” jawabnya pelan.
“Enak, lezat Sih. Kamu pintar memasak. Ayo kita makan bersama-sama!” ujar Mamak. Ramdhan menatap Esih penuh arti dan hanya dia yang tahu arti dari tatapan itu. Kemudian tangannya menyendok nasi putih, menaburinya dengan kol putih, wortel, tauge, suwiran ayam goreng. Sesendok soto masuk ke mulut dan kuahnya mengalir di tenggorokan.
Esih hanya mengangguk angguk. Wajahnya terlihat bahagia. Kedatangan Mamak kali ini membawa berkah bagi Esih. Karena untuk pertamakalinya Esih kembali bisa menikmati masakan bernama soto dan itu dibuat dari tangan Esih sendiri. (end)


Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,