Skip to main content

Sepenggal Impian

www.goodreads.com

Sesungguhnya Engkau tahu, bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cinta-Mu
Bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan
Lapangkanlah dada kami, dengan karunia iman, dan indahnya tawakal pada-Mu
Kuatkanlah ikatannya, tegakkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya
Terangilah dengan cahya-Mu, yang tiada pernah pudar
Ya robbi bimbinglah kami
(Doa Rabithah, Izzis)

 Nasyid Izzis masih menggema memenuhi ruangan, kulihat dia tertidur di sofa. Wajahnya masih terlihat ayu, meski ada guratan kelelahan yang menghisainya. Aku tahu, bukan sengaja dia tertidur. Pasti nasyid itu -nasyid favorit kami- diputar berulang kali untuk menemani kebosananya menungguku  pulang. Waktu memang telah merangkak menuju pagi, jam dinding telah menunjukkannya. Jarum pendek dan jarum panjang yang bertemu diangka satu.
 Ku dekati dia, tanganku membelai wajahnya lembut. Wajah ayu yang kuambil dengan sebuah ikrar kepada Alloh, sebuah janji yang membuat dia harus patuh meninggalkan keluarganya, membersamaiku, seseorang yang belum begitu dikenalnya. Seseorang yang harus di sebutnya sebagai suami.
 Kutinggalkan dia yang masih tertidur pulas menuju kamar. Kulirik meja makan, sayur bening bayam, tempe dan tahu bacem, sambal tomat dan ayam goreng bumbu masih terhidang lengkap di meja. Dia pasti telah menyiapkannya dengan penuh suka cita. Kuhela nafas panjang. Ada rasa bersalah mengusik diriku. Segera ku percepat membersihkan diri, kembali menuju perempuanku yang masih tertidur di sofa. Kuangkat tubuhnya yang lumayan berat, namun rasa cinta di dada ini membuatku ringan melakukannya.
 “Mas sudah pulang, maaf Adik ketiduran?” tanyanya setelah sesaat dia berada di gendonganku.
 Aku hanya tersenyum dan menggeleng, memaafkan rasa bersalahnya karena tidak menyambutku saat pulang.
 “Mas sudah makan?” tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk.
 Kurebahkan dia perlahan di atas tempat tidur yang berbalut sprei warna biru harum.  Kerling matanya memancarkan rasa yang membuatku selalu bahagia menatapnya. Cinta.
“Adik ke kamar mandi dulu mas.” Aku hanya mengangguk dan menatap tubuhnya yang melenggang meninggalkan kamar. Kembali rasa bersalah mengalir memenuhi darah, janji untuk lebih sering menemaninya hingga kini masih mimpi.
***
Kulirik jam kulit yang melingkar di tangan kanan. Pukul setengah sebelas malam. Meski masih belum bisa memenuhi janji, tapi kali ini aku bisa lebih pulang lebih cepat dari biasanya. Aku bayangkan sebuah wajah ayu masih menyambutku dengan senyum manisnya.
Ketukan pintu yang langsung di sambut dengan ciumannya yang mendarat di punggung tanganku. Tapi tidak, kali ini wajahnya beku, tak ada bias cinta dan bahagia di bola matanya. Menemani makan malamku dengan diam. Aku segera menyelesaikan semua kegiatan dan kemudian masuk ke dalam kamar. Dia maih terdiam, kami berbaring dengan punggung yang saling membelakangi.
Aku mengalah, kurengkuh tubuhnya. Dia justru terisak. Kupeluk erat lagi.
“Maafkan Mas Dik. Silahkan Adik ungkapkan yang Adik rasa. Mas siap mendengarnya.” jeda diantara kami, sunyi. hanya isaknya semakin kuat terdengar.
“Kapan Mas ada waktu untukku. Adik hanya ingin sesekali kita memandangi senja di teras rumah. kemudian kita berbincang tentang banyak impian,” ucapnya terbata-bata di antara isak tangis yang mulai mereda.
“Maafkan aku Dik.” Tidak ada kalimat yang bisa mengatakan rasa bersalahku selain kata itu.
“Adik tahu, konsekwensi menerima lamaran Mas. Seorang aktifis dakwah yang lebih banyak waktunya di bagi untuk sesama. Tapi, Adik hanya minta waktu Mas, mungkin sehari saja dalam seminggu. Tak banyak,” kini suaranya sudah semakin jelas, isak tangisnya sudah reda.
Aku hanya mengangguk. “Maafkan Mas Dik, Mas janji akan mengatur jadwal lebih baik lagi. Mas janji.” Jawabku sungguh-sungguh, kurengkuh erat dia dipelukan. Malam ini terasa lebih panjang.
***
Bau obat-obatan memenuhi ruangan. Kupilih kamar VIP agar aku hanya bisa memandang dia dengan penuh ketenangan. Agar dia bisa mendapatkan perawatan terbaiknya. Kupandang wajahnya yang tertidur pulas. Ada sesak menghimpit jiwa. Berulangkali hatiku berbisik,”Maafkan aku Dik. Bangunlah! Jangan tinggalkan aku sendiri.”
Masih teringat tadi pagi sebelum aku meninggalkan rumah. Betapa dia memaksaku untuk tetap pergi, meski kondisi tubuhnya tidak sehat. Teringat lagi janjiku untuk membersamainya di akhir minggu yang hingga kini masih hanya tinggal janji yang masih belum bisa kutunaikan.
Pagi tadi wajahnya terlihat pucat, menggigigil di atas pembaringan. Aku resah, berulangkali kakiku melangkah keluar masuk kamar.
“Pergilah Mas, adik tidak apa-apa. Mungkin hanya kelelahan, nanti juga sembuh sendiri,” ujarnya menatapku sendu.
Aku hanya terdiam. Janji dengan customer dan malamnya ba’da isya, mengisi kajian di salah satu universitas tempatku belajar menari-nari di kepala. Namun, menatapnya yang tak berdaya seperti ini juga membuat hatiku tak tega. Pernikahan yang baru enam bulan ini, aku lebih sering meninggalkannya. Bahkan, justru di akhir minggu dia lebih sering menatap wajah lelahku daripada canda tawa dan kemesraan yang seharusnya kami bangun.
“Pergilah Mas, Adik tak apa-apa. Adik bisa ditemani Mbak Tutik. Jika ada apa-apa, nanti Mas Adik hubungi,” ujarnya lagi lemah. Aku percaya Mbak Tutik tetangga sebelah rumahku sekaligus teman dekat dia setelah menikah dengangku.
“Baik Dik, Mas pergi dulu ya. Janji nanti kasih kabar jika ada apa-apa.”
Dia mengangguk. Meski kakiku melangkah dengan ragu, namun, janji hari ini tidak bisa dibatalkan. Hingga malam tadi pukul delapan malam tepat, nomor ponsel Mbak Tutik tampil di layar gawaiku. Kabar yang disampaikannya membuatku segera bergegas dan membatalkan kajian malam itu.
Sesampaianya di rumah sakit, wajah kekelahan Mbak Tutik menjelaskan kejadian yang sesungguhnya. Perempuanku melarang mengabarkan kejadian ini lebih awal. Hingga pendarahan hebat yang terjadi dengan begitu cepat membuat Mbak Tutik khawatir akan terjadi hal yang buruk terhadap perempuanku.
Aku tergugu, merutuk dalam hati mengetahui kebodohanku. Bahkan di saat dia mengandung buah cinta kami, aku tidak tahu apalagi menyadarinya. Kembali kutatap wajahnya yang teduh. Aku ingin dia segera membuka mata, dan kutemukan kerling cinta di sana. Kembali hatiku merapal doa, agar perempuanku diselamatkan dan aku bisa menunaikan janjiku kepadanya.
Di antara doaku, aku merutuk dalam hati. Aku yang hanya bisa berkoar-koar di setiap kajian. Untuk selalu berkasih sayang terhadap istri, agar selalu meluangkan waktunya terhadap istri. Namun, kini aku sendiri yang mengingkari.
“Kekasihku, bangunlah.” Lirih batinku mengharap. (end)

*Terinspirasi dari buku karya Nurul F Huda dengan judul 2 Lelaki Pilihan
Ini bukan buku pertama yang saya baca. Buku yang dihadiahkan oleh seorang teman atas pernikahan saya pada tahun 2004. Buku yang berisi tentang kumpulan cerpen dengan tema konflik rumah tangga yang dibalut dengan lembut dan manis membuat saya waktu itu ingin mengabadikan setiap moment yang terjadi dalam pernikahan kami sehingga bisa diambil ibrahnya oleh pembaca
Cerpen di atas masih jauh menyamai gaya penulisan mbak Nurul yang lembut, mengalir tapi tidak membosankan.


Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,