Skip to main content

Kecoa-kecoa


www.pixabay.com

Kepergianmu adalah gempa. Menggoyahkan pondasi rumah kecil yang selama ini kamu cipta. Kamu juga membawa pergi senja yang selalu membawa cerita yang tak pernah ada kata purna. kamu rampas rona jingga di ujung cakrawala. Hingga gelap dan pekat mencengkeram kornea mata yang tak mampu lagi menangkap sosokmu yang hilang di telan gulita.
Senja itu kamu bercerita tentang kecoa-kecoa yang mati di gelas kopimu atau di mangkuk mie bekas makan malammu. Kamu memang selalu begitu, lebih suka menumpuk gelas dan mangkuk bekas santap malammu di kolong meja komputer. Kecoa-kecoa itu datang ingin menyesap ampas kopi atau sisa kuah mie yang masih tertempel di dinding-dinding kacanya.
Hingga kemudian kamu membuat perjanjian dengan seekor kecoa, Kedengarannya kamu mengada-ada, seperti dongeng penghibur agar kita tidak merasa nelangsa saat kamu benar-benar meninggalkan bangunan megah yang kamu cipta di mana kita semua berada di dalamnya. Kamu berkata jika mungkin aku tidak akan percaya dengan ceritamu. Awalnya kamu geram denga kecoa, yang mencoba masuk kekamarmu tanpa permisi. Kamu yang pura-pura tidur kemudian terbangun, mencegat rombongan kecoa dengan sekaleng racun anti serangga. Namun, hanya satu kecoa yang terjebak oleh raun seranggamu. Kamu biarkan ia berputar-putar, nungging dan entah apa macam polahtingkahnya hingga keesokan harinya kamu lihat si Kecoa belum tiada. Itulah awal mula kamu bersahabat dengan kecoa.
Namun kecoa-kecoa itu justru selalu menjadi pemeran utama dalam cerita-ceritamu. Seperti saat itu kamu bercerita tentang kecoa terbang yang kamu analogikan seperti takdir. Kamu bilang bersyukur ornag bumi bisa bertemu dan belajar dari kecoa terbang. Sedang penduduk planet mars atau galaksi lainnya kemungkinan kecil akan berjumpa dengan kecoa. Jadi apa hubungannya takdir dengan kecoa terbang? Coba kamu perhatikan kecoa terbang yang arah terbangnya tidak pernah kita ketahui, tidak pernah bisa kita prediksikan. Begitulah dengan takdir, kita tidak bisa mengetahui takdir kita itu seperti apa.
Namun, kini aku tidak akan bisa lagi mendengar cerita-ceritamu tentang kecoa.
Bagaimana kabar kecoa yang pernah kamu buat perjanjian dengannya? Bukankah ini sudah hitungan puluhan purnama? Baiklah, biarkan ini tetap menjadi tanda tanya. Kelak jika semesta kembali mempertemukanku dengan dirimu, akan kutanyakan lagi segalanya padamu. (end)
#30DWC
#Day9
#OneDayOnePost
#PamitUncleiK

Comments

Popular posts from this blog

BELAJAR DARI LAGU SHAKIRA, TRY EVERYTHING

sumber:www.bbc.co.uk I mess up tonight, I lost another fight I still mess up, but I’ll just start again I keep falling down, I keep on hitting the ground I always get up now to see what the next I won’t give up, no I won’t give in Till I reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try eventhough I could fail I won’t give up, no I won’t give in Till I Reach the end and then I’ll start again No I won’t leave, I wanna try everything I wanna try everything eventhough I could fail Potongan lirik lagu Shakira di atas sangat memotivas kita untuk tidak menyerah, mencoba sampai akhir. Kemudian mencoba lagi meski tahu mungkin akan gagal. Sudah berapa kali kamu kalah, berputus asa dan terpuruk, Kemudian merasa berat untuk bangkit lagi? Mungin bisa dengarkan lagu Shakira Try Everything dan memahami makna yang disampaikan dalam lagunya. Lagu ini merupakan soundtrack film Zootopia. Film yang juga keren dan sarat

Mengulas Cerpen Penguburan Kembali Sitaresmi

sumber:www.weknowyourdreams.com Cerpen karya penulis ternama Triyanto Triwikromo ini bercerita tentang salah satu cuplikan kejadian di tahun 1965. Tentang pembantaian para wanita yang dituduh sebagai anggota Gerwani (salah satu gerakan wanita milik PKI) Cerpen ini berkisah dari sudut pandang seorang saksi yang melihat kejadian pembantaian 24 wanita yang dituduh sebagai Gerwani yang juga di sebut sebagai pembantaian di Bukit Mangkang.   Kecuali jika aku menjadi saksi pembantaian itu bukan? Kurasa akulah satu-satunya saksi yang masih hidup. Waktu peristiwa itu terjadi aku berusia 17 tahun dan pandanganku—meski terhalang hujan yang turun terus-menerus—masih sangat waras. Aku masih remaja penasaran dan ingin tahu segala yang terjadi. Meskipun menyaksikan dengan gemetar, aku masih bisa membedakan siapa yang ditembak, siapa yang menembak. Aku masih bisa memergoki beberapa jip dan truk yang mengusung perempuan-perempuan malang yang hendak dibantai di tengah hutan, masih bisa m

Selamat Tinggal

www.pinterest.com “Jadi kau benar-benar akan meninggalkanku? Kau sungguh tega?” suaramu sungguh terdengar kacau. Hatiku pedih. Rambut hitam lurusmu yang mulai menutupi leher terlihat acak-acakan. Namun, wajahmu masih terlihat tampan, meski sendu memenuhi setiap garis-garis wajahmu. Kauusap wajahmu kemudian memandangku yang terdiam dengan tajam. Aku menunduk, mencoba mengalihkan tatapan elangmu yang kini mungkin terlihat sedikit layu. Aku masih terdiam, sunyi di antara kita. Aku sudah bulat dengan keputusanku ini. Meski aku menyayangimu, sungguh, keputusan ini harus kuambil. Aku mungkin terlihat bodoh, meninggalkan semua kenyamanan ini dengan alasan yang “tidak masuk akal.” Namun, aku adalah aku. Tak akan kuijinkan oranglain mengontrol hidupku seolah-olah tidak bisa hidup tanpanya. “Baiklah, kalau kaumemang sudah memutuskan itu. Aku bisa apa. Meski katamu kau menyayangiku.” Suaranya terdengar parau. Tangan kanannya mengaduk-aduk secawan es campur, menyendoknya perlahan,