Gue selalu iri melihat
lelaki paruh baya itu. Dia boss gue. Namun gaya hidupnya terlihat elegan. Setiap
pagi dia akan masuk ke ruangan berukuran 6x10 m ini pada jam yang selalu tepat.
Ucapan selamat pagi dari bibirnya menyapa seluruh isi ruangan. Tangan
kanannya menenteng tas bermerek Tupperware. Dan gue selalu penasaran dengan
apa yang di dalamnya.
Boss gue itu pasti
gajinya berkali-kali lipat dibanding gue. Namun, dia tetep pede dengan
bekalnya. Nggak pernah dia makan siang bareng rekan-rekan boss yang lain. Pernah
suatu pagi boss gue manggil saat dia lagi sarapan. Dia sedang mengupas ubi kukus putih. Gue ditawarin.
Tapi gue segan banget mau ambil. Secara boss gue itu cara makanya kelihatan
kalau masakannya lezat banget, padahal sepertinya cuman ubi rebus.
Tapi boss gue tetep
nyuruh untuk mengambil ubi kukus itu. Demi menghormatinya, gue ambil sepotong. Dan ternyata rasanya sangat manis dan gurih (pengin lagi-dalam hati). Sambil menghabiskan
sepotong ubi kukus itu, boss gue bercerita kalau istrinya itu pandai memasak. Kemudian dia menunjukkan
menu makan siangnya. Ikan mujair goreng;salah satu ikan sungai yang gue juga suka;dengan sayur asam plus sambal merah. Sepertinya lezat sekali.
Suatu sore saat gue
pulang kerja, boss gue nawarin tumpangan. Memang sih hujan turun dari tadi
siang, sepertinya rinainya nggak
akan berhenti. Sekali lagi, demi menghormati beliau dan tentunya menghemat
ongkos transportasi maka gue terima tawarannya. Selama perjalanan, boss gue
bercerita kalau setiap hari menu yang dimasak istrinya selalu berbeda dan dia
selalu ketagihan untuk selalu menyantap masakannya. Dia juga bilang kalau nggak
malu jika harus makan bekal yang dibawanya setiap hari, meski jabatan dia di
sana adalah senior manager. Gue nanya, apa sedari dulu istrinya memang sudah
pandai memasak? Dia bilang tidak. Kemudian dia bercerita jika dulu istrinya
kemudian rajin mencoba setiap menu masakan. Tapi kata boss gue, biayanya nggak
sedikit. Gimana biayanya nggak sedikit
coba, kalau setiap hasil masakan yang gagal langsung berakhir di tempat sampah.
Boss gue bercerita sambil cengar cengir. Namun kata dia, semuanya nggak
sia-sia. Kini, boss gue jatuh cinta semua jenis masakan istrinya.
Melihat gue yang sedikit
baper atas cerita istrinya yang pandai masak, si boss pesen kalau kelak gue
udah dapat istri, gue harus kasih kesempatan istri gue untuk bereksplorasi
mencoba resep makanan dan tentunya nyediain dananya yang katanya nggak sedikit.
Nah, itu cerita gue
dengan si boss setahun lalu. Sekarang gue udah menikah, empat bulan lalu. Pagi ini
si boss mendekati kubikel gue dan nanya, apakah istri gue pandai memasak? Kalau
nggak pandai memasak, apakah istri gue rajin eksplorasi setiap resep masakan
baru? Dan gue kagak bisa jawab. Gue hanya tersenyum aja sama si boss sebab sampai empat bulan nikah ini gue masih
jarang negok istri gue masak. Iya, gue dan istrikan orang kantoran. Jadi, sarapan
dan makan siang tuh di kantin dekat kantor. Makan malem paling nanti beli lauk
di rumah makan dekat rumah. Tapi jangan jelekin istri gue ya! Jangan bilang
kalau istri gue kagak pandai masak! Kalau
hari libur kalian ngapain? Ssst….seharusnya kalian nggak boleh nanya ini. Emang kenapa? Nggak pa pa sih, sebab
nanti kalian akan berpikir aneh-aneh. Memang
apa jawabannya? Kalian ngapain? Hehehehe….kalau libur gue sama istri
berduaan aja di kamar seharian. Ngapain? Ih
kepo amat. Gue sama istri tidur seharian di kamar. (tamat)
#30DWC
#Day12
#OneDayOnePost
Comments
Post a Comment