![]() |
www.pixabay.com |
Bagian sebelumnya
"Bapak sangat suka
akan hujan Win" ujar ketika Bapak dan Win duduk diteras menikmati hujan yang seolah
tidak akan reda senja itu. Dua gelas wedang jahe panas dan sepiring kue brownies
menemani mereka. Selalu hujan mengakrabkan Win dan Bapak. Terkadang ditemani sepiring
pisang goreng dan teh panas, atau sepiring ubi jalar goreng dan teh
panas. Bapak dan Win akan duduk terdiam meski sesekali di iringi percakapan
singkat hingga hujan reda atau kumandang adzan yang menyadarkan mereka.
Pohon jati di kebun seberang jalan meliuk-liuk
diterpa angin dan hujan. Kata Bapak usia pohon jati itu jauh lebih tua dari
umur Win saat itu. Padahal Win sudah semester empat di salah satu fakultas
ekonomi di perguruan tinggi ternama di kotanya. Pohon jati itu juga saksi
kebersamaan Win dan Bapak menikmati hujan. Bagi bapak hujan itu membahagiakan.
Membawa kesejukan dan bisa membawa pergi setiap kesedihan.
“Tapi hujan juga sering
membawa bencana kan pak?” tanya Win mencoba mencari pembenaran. Bapak
menggeleng.
“Bukan, bencana yang di
bawa hujan itu hanyalah pencerminan dari ulah manusia itu sendiri.”
Win mengangguk setuju.
Pikirannya mengembara, tanah longsor, banjir dan bencana lainya itu sebenarnya
di sebabkan ulah manusia itu sendiri yang suka membuang sampah di sungai atau
menebangi hutan hingga gundul.
"Win, Bapak sangat
bahagia bisa menikmati hujan bersamamu" ujar Bapak menyela lamunan Win sambil
menatap hujan yang masih lebat tanpa menoleh kepada Win. Win hanya menatap rona
kebahagiaan dan kesedihan yang terpancar bersamaan diwajah Bapak saat itu.
Mungkin pohon jati itu lebih tahu yang
terjadi dengan Bapak, batin Win.
Bersambung
Sama aku juga suka hujan persis seperti Bapak.
ReplyDeleteWin... Sepertinya bapak mau ngomong serius...
ReplyDeleteHujan..aku suka hujan.
ReplyDeleteHemm ... pohon jati yg jd saksi.
ReplyDeleteKeren bgt mbkyu idenya.
mbakyu iki jago buatku penasaran
ReplyDelete